Purbalingga, hari Selasa 7 April 2020
PENDIDIKAN JAMAN
PENDUDUKAN JEPANG
Oleh : Topan
Upacara diadakan pukul 06.45 dan harus selesai sebelum tentara Jepang
datang ke sekolah. Pada waktu itu seorang bapak bertugas mengibarkan bendera Kokki. Tiba-tiba tali tampar
untuk mengibarkan bendera putus. Anak-anak saling bersorak dan bertepuk tangan
sedangkan guru- guru pucat ketakutan. Dengan Sigap penjaga sekolah mencari tali
tampar pengganti sedangkan satu guru
berjaga-jaga di gerbang sekolah apabila Jepang datang. Jam menunjukkan pukul
06.55. Bendera dengan lekas dikibarkan. Pukul 07.00 Jepang sampai di sekolah
kemudian mendatangi anak-anak yang sudah selesai upacara. ‘Sudah upacara kan?’ Tanya
Jepang. Haik, jawab salah satu guru. Anak-anak
saling berbisik dengan menggunakan bahasa Jawa agar Jepang tidak mengetahui
artinya “ojo ngguyu lho, hayo ojo ngguyu”.
Setelah jepang pergi, anak-anak ditraktir nasi goereng oleh kepala sekolah, hal
ini dilakukan karena anak-anak tidak tertawa dan tidak memberitahukan kepada
Jepang masalah putusnya tali tampar
tiang bendera. Bendera Kokki
merupakan bendera kebanggaan Jepang. Apabila Jepang tahu, semuanya akan
ditembak karena dianggap bercanda dengan bendera Kokki (Restu S, 2018 : 122).
Jumlah sekolah
dasar menurun dari 21.500 menjadi 13.500, sekolah lanjutan dari 850 menjadi 20,
perguruan tinggi / fakultas terdiri dari 4 buah, dapat dikatakan untuk beberapa
lama belum dapat melakukan kegiatan kegiatannya. Jumlah murid sekolah merosot
30 %, murid sekolah menengah merosot 90 %. Guru-guru sekolah dasar berkurang 35
%, guru sekolah menengah yang aktif tinggal kira-kira 5 %. Angka buta huruf
tinggi sekali walaupun memang ada di sana sini dilakukan usaha pemberantasan
buta huruf (Poesponegoro, 1992 : 51).
Namun demikian
Aiko Kurasawa memaparkan bahwa sektor pendidikan mengalami peningkatan yang
tajam pada masa pemerintahan Jepang. Dibandingkan dengan zaman kolonial Belanda,
jumlah seluruh sekolah dasar meningkat 14 %, sementara jumlah murid meningkat
78 % yaitu jumlah sekolah rakyat meningkat (+32%), dan jumlah muridnya (+167%)
dan jumlah sekolah swasta meningkat 120 % dan jumlah muridnya 223 % (Restu
S.,2018 : 113).
Pendidikan dasar
dijadikan satu macam yaitu sekolah dasar 6 tahun. Tujuannya untuk memudahkan
pengawasan. Ini menguntungkan bagi bangsa Indonesia karena menghapus
diskriminasi. Sistem pengajaran dan struktur kurikulum ditujukkan kepada
keperluan perang Asia Timur Raya, seperti disebutkan di bawah ini (Poesponegoro,
1992 : 51-52) :
1.
|
Mengadakan latihan bagi guru-guru di Jakarta untuk
mengindoktrinasi mereka dalam Hakko
Iciu (‘delapan benang di bawah satu atap’, yang intinya adalah
pembentukan suatu lingkungan yang didominasi oleh Jepang yang meliputi
bagian-bagian besar dunia). Peserta diambil dari tiap daerah / kabupaten.
|
2.
|
Sekolah umum terdiri dari :
Sekolah rakyat 6 tahun (kokumin gakko). Ada pula sekolah desa / sekolah pertama
Sekolah menengah pertama 3 tahun
Sekolah menengah tinggi 3 tahun
|
3.
|
Sekolah guru terdiri dari :
Sekolah guru 2 tahun (shoto shihan gakko)
Sekolah guru 4 tahun (cuto shihan gakko)
Sekolah guru 6 tahun (koto shihan gakko)
|
Bahasa Indonesia
sebagai bahasa pengantar digunakan di semua sekolah dan dianggap sebagai mata
pelajaran utama. Untuk bahasa Jepang diberikan sebagai mata pelajaran wajib.
Pelajar diwajibkan menghormati adat kebiasaan Jepang. Untuk pelajaran bahasa
daerah diberikan pada murid kelas 1 dan 2 sebagai bahasa pengantar sampai murid
paham bahasa Indonesia. Untuk bahasa Indonesia diajarkan mulai kelas 3 (Poesponegoro,
1992 : 52).
Murid-murid
harus melakukan kinrohosyi (kerja
bakti), seperti mengumpulkan bahan-bahan untuk perang, menanam bahan makanan,
membersihkan asrama, memperbaiki jalan. Selain itu juga pelajar mendapatkan
latihan jasmani dan kemiliteran. Murid-murid menerima gemblengan supaya mereka “bersemangat
Jepang” (Nippon Seishin). Selain itu
pelajar harus menyanyikan lagu kebangsaan Jepang Kimigayo dan lagu lainnya. Penghormatan kearah istana Kaisar Jepang
di Tokyo (seikeirei) dan menghormati
bendera Jepang dan melakukan gerak badan (taiso) harus dilakukan. Untuk guru
diikutkan dalam kursus bahasa Jepang dan diakhiri dengan ujian. Bila lulus
mereka mendapatkan tambahan gaji. Terlihat disini bahwa sekolah / perguruan
menjadi tempat indoktrinasi Jepang untuk kemakmuran bersama Asia Timur Raya
dengan memenangkan perang Asia Timur Raya (Poesponegoro, 1992 : 52).
Sekolah-sekolah
swasta diijinkan dibuka kembali. Dikeluarkannya Osamu Seirei No. 22/2604 (1944)
yaitu mengenai penertiban sekolah-sekolah swasta, kebebasan untuk membuka
sekolah baru diberikan kepada Jawa Hokokai.
Sedang sekolah swasta lainnya hanya diperkenankan untuk membuka sekolah kejuruan
dan bahasa. Pengadaan sekolah-sekolah kejuruan dan bahasa adalah sejajar dengan
kepentingan Jepang di Indonesia, yaitu untuk memenuhi tenaga pendidik (Poesponegoro,
1992 : 53). Sekolah-sekolah swasta yang
mulai dibuka harus melapor dan meminta izin pada serdadu Jepang dengan
menyertakan catatan nama guru, banyaknya murid, bahasa yang dipakai, jenis pelajaran
dan sebagainya (Restu S.,2018 : 113-114).
Untuk
kursus para guru dimulai pertama pada bulan Juni 1942 di Jakarta dengan mata
pelajaran pendidikan semangat, bahasa dan adat istiadat Jepang, nyanyian
Jepang, pendidikan tentang dasar dasar pertahanan dan sebagainya (Poesponegoro,
1992 : 53). Setelah selesai mereka dipulangkan ke daerah untuk mengajarkan ke
guru-guru yang lain, murid dan kepada masyarakat lingkungannya. Kedudukan
golongan pendidik dalam jaman Jepang dapat dikatakan baik dalam masyarakat (Poesponegoro,
1992 : 54).
Sekolah
rendah seperti Hollandsch-Inlandsche
School (HIS) dan volks school (Sekolah
Desa) dilebur menjadi Sekolah Rakyat. Seragam yang digunakan sebagian besar
berwarna biru putih (Restu S.,2018 : 114).
Kurikulum yang digunakan mencontoh Jepang. Semua
pelajaran dikaitkan dengan peran Jepang dan budaya Jepang. Namun demikian
bahasa Jepang hanya diajarkan beberapa jam selama seminggu, yaitu 3 jam untuk
kelas satu, 4 jam untuk kelas dua, 5 jam untuk kelas tiga, dan 6 jam untuk
kelas empat ke atas (Restu S.,2018 : 115). Anak-anak memanggil guru dengan
sebutan Engku. Ketika pelajaran
melukis, biasanya anak akan diminta melukis tentang alam atau pemandangan. Bagian
yang menarik adalah hampir semua anak di Indonesia menggambar pemandangan matahari
sedang terbit di sela-sela dua gunung, di depannya ada lautan dan dihiasi denan
pohon kelapa. Sedangkan gambar yang digambar anak-anak pada masa pemerintahan
Jepang warnanya terang benderang seolah olah fajar menyingsing (Restu S.,2018 :
116).
Pelajaran yang diajarkan antara lain latihan
kemiliteran (kyoren), pelajaran moral
(shushin), pekerjaan praktis (sagyo), bahasa Jepang, bahasa
Indonesia, bahasa daerah, sejarah, geografi, matematika, ilmu alam, olah raga, musik,
seni menulis (shuji), kerajinan
tangan, melukis, dan perawatan rumah, membaca dan menulis tulisan Jepang (Restu
S.,2018 : 116-117).
Setelah
murid selesai ber taiso, anak-anak
berbaris rapi memasuki ruang kelas masing-masing. Ketika guru memasuki kelas, ketua
kelas akan memimpin teman-temannya : “Ki”
(berdiri), “seikeirei” (hormat), “Gozaimasu” Pak Guru (selamat pagi pak
guru). Setelah itu anak-anak baru bisa mulai pelajaran. Mereka belajar sesuai
jadwal yang sudah ditetapkan Jepang. Bahasa pengantar adalah bahasa Indonesia (Restu
S.,2018 : 117).
Untuk
pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah rakyat biasanya menggunakan buku berjudul
Matahari. Sedangkan untuk pelajaran
Bahasa Jawa menggunakan buku Siti Slamet,
Kembang Setaman, dan Tataran (Restu
S.,2018 : 117). Buku-buku pelajaran dibuat oleh kantor pengajaran (Yohubu Hodaka) serta Balai Poestaka (Kokumin Tosyokyoku). Buku-buku seperti Makici Makini Makisam merupakan salah
satu buku pelajaran di Sekolah Rakyat yang mempelajari kata-kata dasar seperti
belajar kata anjing dan kucing, meja dan kursi, pirng dan sendok, dan
sebagainya. Selain itu ada juga buku Nippongo
maki (jilid) 1 s.d maki 5. Ada
pun jilid 3 keatas mengandung banyak dongeng tradisional seperti Urashima Taro, Hagoromo, Yuriwaka, Daijin,
Kaguyahime, dan Hanasakajiji (Restu
S.,2018 : 118).
Selain
diajarkan pelajaran-pelajaran umum, anak-anak juga diajarkan menabung. Walaupun
dalam mars menabung tidak dituliskan anak-anak, akan tapi anak-anak di sekolah
rakyat sudah dikenalkan wajib menabung. Anak-anak diindoktrinasi untuk menabung
uangnya disekolah setiap satu bulan sekali (Restu S.,2018 : 120).
Setiap
hari sebelum pelajaran dimulai sekolah diwajibkan apel atau upacara. Di
dalamnya ada taiso, penaikan bendera
nasional dan menyanyikan Kimigayo.
Setelah itu diakhiri dengan sumpah pelajar (diucapkan dalam bahasa Jepang) dan seikerei (Restu S.,2018 : 121). Taiso dilakukan kurang lebih 15 menit.
Gerakan taiso menggunakan hitungan
Jepang dan diiringi menggunakan lagu berbahasa Indonesia. Pada awalnya taiso dipimpin oleh orang Jepang, akan
tetapi ketika sudah hafal gerakannya, taiso
mulai dipimpin oleh guru masing-masing sekolah (Restu S.,2018 : 123).
Anak-anak
juga diajarkan kyoren atau dasar dan
permulaan latihan kemiliteran. Anak- anak sekolah berusia 8-14 tahun diajarkan baris-berbaris secara militer
sambil memanggul mokuzyu (senapan
dari kayu) dan tokeyari (bambu runcing).
Bagi yang masih kecil hanya diberikan materi dasar. Pada bulan Juni 1943
barisan anak-anak diresmikan dan bernama Sjonendan
(Restu S.,2018 : 125).
Anak-anak
sekolah juga dilibatkan dalam penanaman pohon jarak yang minyaknya digunakan
oleh pihak Jepang, mengumpulkan kerikil dan ada yang diminta membuat bola-bola
semen untuk digunakan sebagai bahan bangunan benteng pertahanan. Di sekolah
menengah anak-anak dikerahkan membangun saluran air (dari jam 08.00 sampai
16.00). Mereka mendapat jatah makan sekali. Karena sulit makan, makanan jatah
ini cukup lumayan bagi anak. Saat itu langka garam sehingga lauk yang disajikan
Jepang semuanya rasa manis. Mereka boleh membawa bekal sendiri tapi tidak boleh
berlauk mewah. Mereka hanya boleh membawa lauk tahu tempe. Anak-anak yang
tertidur saat bekerja dihukum oleh Jepang yaitu ditinggal ditempat pembangunan
proyek yang sedang dibangun. Bagi mereka yang terhukum dan pulang, pada
keesokan harinya dihukum pukul penggaris. Disekolah menengah pertama (shot chu gakko) anak-anak diajarkan
latihan perang-perangan. Latihan ini dalakukan antara sekolah (Restu S.,2018 : 126-129).
Ketika bulan Ramadhan anak-anak sekolah diliburkan selama 35 hari untuk
menghormati ibadah (Restu S.,2018 : 95).
Pada
jaman pendudukan Jepang, semua perguruan tinggi di tutup, walaupun pada tahun
1943 ada beberapa yang dibuka kembali seperti Perguruan Tinggi Kedokteran (Ika Daigaku) di Jakarta dan Perguruan Tinggi
Tehnik (Kogyo Daigaku) di Bandung. Disamping
itu Jepang membuka Akademi Pamongpraja (Kenkoku
Gakuin) di Jakarta dan perguruan Tinggi Kedokteran Hewan di Bogor. Bila
dilihat dari segi pencapaian akademis, maka perguruan tinggi pada jaman Jepang
benar-benar mundur, akan tetapi pencapaian yang paling penting oleh sekolah
ketika itu adalah penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dan
permulaan nasionalisasi staf pengajar serta pembentukan kader muda untuk tugas
besar dan berat pada jaman kemerdekaan (Poesponegoro, 1992 : 54).
Daftar Pustaka
Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto.
1992. SEJARAH NASIONAL INDONESIA VI. Jakarta
: Balai Pustaka
Restu S., Alfrida. 2018. Di Bawah Bendera Fasisme Kehidupan Anak-Anak di Yogyakarta Pada Masa
Pendudukan Jepang 1942 -1945. Yogyakarta : Dialog Pustaka
Bersambung. . . . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar