Jawa Dikuasai
Jepang
Pada tanggal 1 Maret 1942 Tentara
Keenambelas Jepang berhasil mendarat di tiga tempat sekaligus yaitu di teluk
Banten, di Eretan Wetan (Jawa Barat), di Kragan (Jawa Tengah). Setelah
pendaratan itu, ibukota Batavia pada tanggal 5 Maret 1942 diumumkan sebagai
kota terbuka yang berarti bahwa kota itu tidak akan dipertahankan oleh pihak
Belanda. Segera setelah jatuhnya kota Batavia ke tangan mereka, tentara
ekspedisi Jepang langsung bergerak ke Selatan dan berhasil menduduki Buitenzorg (Bogor). Dalam rangka upaya
menyerbu kota Bandung, pada tanggal 1 Maret Jepang telah mendaratkan satu
detasemen yang dipimpin oleh Kolonel Toshinori Shoji dengan kekuatan 5.000
orang di Eretan, sebelah Barat Cirebon.
Pada hari yang sama Kolonel Shoji telah berhasil menduduki Subang. Momentum itu
mereka manfaatkan dengan terus menerobos ke lapangan terbang Kalijati, hanya 40
KM dari kota Bandung. Setelah pertempuran singkat tapi hebat pasukan-pasukan
Jepang merebut lapangan terbang tersebut (Poesponegoro dkk, 1992 : 3). Pasukan
Hindia Belanda beberapa kali ingin merebut lapangan terbang Subang (tercatat
tanggal 2,3, dan 4 Maret1942) namun gagal.
Pada tanggal 5 Maret 1942 tentara Jepang
bergerak dari Kalijati untuk menyerbu Bandung dari arah Utara. Mula-mula
digempurnya pertahanan di Ciater, sehingga tentara Hindia Belanda mundur ke
Lembang dan menjadikan kota terebut sebagai pertahanan yang terakhir. Tetapi
tempat ini pun tak berhasil dipertahankan sehingga pada tanggal 7 Maret 1942
petang hari dikuasai oleh tentara Jepang. Pada tanggal 6 Maret 1942 keluarlah
perintah dari panglima KNIL, Lenan Jenderal Ter Poorten kepada panglima di Jawa
Barat, Mayor Jenderal. J.J. Pesman tentang tidak diperbolehkannya mengadakan
pertempuran di Bandung. Baik Jenderal. Ter Poorten maupun Gubernur Jenderal
Tjarda Van Starkenborgh Stachouwer kedua-duanya berpendapat bahwa Bandung pada
saat itu telah penuh sesak dengan penduduk sipil, wanita dan anak-anak sehingga
perlu dicegah pertempuran-pertempuarn di kota itu (Poesponegoro dkk, 1992 : 4).
Tak
lama sesudah berhasil didudukinya posisi tentara KNIL di Lembang, maka pada
tanggal 7 Maret 1942 pada petang harinya pasukan-pasukan Belanda di sekitar
Bandung meminta penyerahan lokal. Kolonel Shoji menyampaikan usul penyerahan lokal
dari pihak Belanda ini kepada Jenderal Imamura tetapi tuntutannya adalah
penyerahan total daripada semua pasukan Serikat di Jawa (dan bagian Indonesia
lainnya). Jika pihak Belanda tidak mengindahkan ultimatum Jepang, maka kota
Bandung akan dibom dari udara. Jenderal Imamura pun mengajukan tuntutan lainnya
agar Gubernur Jenderal Belanda turut dalam perundingan di Kali jati yang diadakan selambat-lambatnya
apda hari berikutnya. Jika tuntutan ini dilanggar, pemboman atas Bandung dari
udara akan segera dilaksanakan. Akhirnya pihak Belanda memenuhi tuntutan Jepang
dan keesokan harinya, baik Gubernur Jenderal Tjarda Van Starkenborgh Stachouwer
maupun Panglima Tentara Hindia Belanda serta beberapa pejabat tinggi militer
dan seorang penerjemah pergi ke Kalijati. Disana mereka kemudian berhadapan
dengan Letnan Jenderal Imamura yang datang dari Batavia. Hasil pertemuan pada
tanggal 8 Maret 1942 antara kedua belah pihak adalah kapitulasi tanpa syarat Angkatan Perang Hindia Belanda kepada Jepang
(Poesponegoro dkk, 1992 : 4-5).
Daftar Pustaka
Poesponegoro,
Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. 1992. SEJARAH NASIONAL INDONESIA VII. Jakarta : Balai Pustaka
Bersambung . . . . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar