Kamis, 13 September 2018

TEORI MAHAN DAN KERAJAAN MARITIM



TEORI MAHAN DAN KERAJAAN MARITIM
Disusun oleh : Topan Dwiono Purbaya
Pendidik di SMA Negeri 1 Kutasari


Alfred Thayer Mahan menjelaskan tentang teorinya. Istilah negara maritim (maritime state), mengacu pada kekuatan armada dan angkatan laut. Mahan merumuskan enam elemen pendukung suatu negara dapat berkembang menjadi negara maritime. Enam elemen tersebut  dibagi atas dua bagian. Tiga elemen pertama berkaitan dengan kondisi alam, sedangkan tiga elemen lainnya menyangkut penduduk (Abd Rahman Hamid, 2015 : 23). Tiga elemen pendukung pertama yang berkaitan dengan faktor alam sebagai berikut :
1.
Posisi geografi (geographical position): Elemen ini sangat mempengaruhi intentitas dari keuntungan yang diperoleh dari hubungan suatu negara dengan negara lain, yang berada dalam satu kawasan laut tertentu. Hal ini turut mempengaruhi upaya-upaya negara dalam membangun sistem pertahanan negaranya, yang bertumpu pada kekuatan laut. Upaya ini seirama dengan sumber ancaman terhadap negara yang memiliki lautan, dimana ancaman serangan negara lain dari laut sangatlah mungkin terjadi (Abd Rahman Hamid, 2015 : 24).
2.
Kondisi wilayah (physical conformation) : aspek pendukung kedua adalah kondisi wilayah, termasuk dalam hal ini segala yang berkaitan dengan seperti hasil alam dan keadaan iklim yang berpengaruh terhadap upaya pengembangan kekuatan laut. Hasil alam erat kaitannya dengan sumber kekayaan yang dapat dimanfaatkan untuk modal pengembangan dan pengoperasian armada laut. Kondisi iklim mempengaruhi pola pertahan negara maritim. Apabila keadaan pantai suatu negara memudahkan orang turun ke laut maka penduduknya akan lebih bergairah mencari hubungan ke laut melalui kegiatan pelayaran dan perdagangan. Dalam hubungan ini, diperlukan pelabuhan yang baik dalam jumlah yang cukup (Abd Rahman Hamid, 2015 : 25).
3.
Luas wilayah territorial (extent of territory) : dua elemen pertama (posisi geografi dan kondisi wilayah) berhubungan erat dengan luas wilayah sebagai elemen ketiga yang mendukung berkembangnya negara maritim. Luas wilayah berpengaruh terhadap panjang garis pantai yang memberi akses bagi penduduknya untuk mencari nafkah di seberang lautan. Panjang garis pantai, dalam hal ini, tidak ditakar hanya berdasarkan luas wilayah, tetapi seberapa besar peluang untuk memanfaatkan potensi wilayah pantai dalam hubungan dengan daerah luar, dalam fungsinya sebagai pelabuhan pantai yang baik (Abd Rahman Hamid, 2015 : 25).
4.
Jumlah penduduk (number of population) : elemen ini berkaitan dengan kepadatan penduduk suatu negara. Jumlah yang dimaksud bukan secara total dan penduduk suatu negara, melainkan jumlah penduduk yang berorientasi ke laut (Abd Rahman Hamid, 2015 : 26).
5.
Karakter / kebijakan nasional (national character): jika suatu negara hendak mengembangkan kekuatan laut dan perluasan kegiatan perdagangan maritim, maka penguatan kebijakan maritim harus menjadi fokus perhatian pemerintah. Setiap periode kekuasaan bergiat membangun kekuatan laut. Hal ini erat kaitannya dengan kebutuhan dan memproduksi barang untuk menjamin perdagangan maritime. Aspek ini sangat penting dalam pembinaan kekuatan laut (Abd Rahman Hamid, 2015 : 26).
6.
Kebijakan pemerintah (character of the governmental): Elemen ini berkaitan dengan lembaga dan kebijakan pemerintah di sektor kelautan. Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa bentuk pemerintahan serta sifat dan pandangan tokoh-tokoh pemerintahan telah menentukan maju dan mundurnya suatu negara sebagai kekuatan laut. Sering kali tampil penguasa besar yang mendorong pembentukan kekuatan laut. Tetapi usaha itu tidak berlanjut setelah dia meninggal atau digantikan oleh yang lain. Hal itu didasari oleh pandangan bahwa jika kekuatan yang dibangun oleh penguasa baru merupakan kelanjutan dari kebijakan penguasa sebelumnya, maka ia dipandang sebagai pelanjut atau tidak punya kontribusi dalam membangun negara yang dipimpinnya (Abd Rahman Hamid, 2015 : 26 – 27).
Ada dua kekuatan laut untuk membangun negara maritim yaitu :
1.
Naval Power : armada laut kerajaan/negara yang dioperasikan di kawasan laut dalam batas wilayah territorial suatu negara.
2.
Sea Power adalah bentuk penguasaan wilayah laut dengan menggunakan armada laut yang tangguh, yang diperuntukan pada kawasan laut yang strategis, terutama untuk menjamin kelancaran pelayaran dan perdagangan luar negeri (Abd Rahman Hamid, 2015 : 27).
Dua aspek kekuatan laut tersebut, kata Mahan merupakan prasyarat yang mendukung suatu negara menjadi negara maritim. Pandangan ini kita kolaborasikan dengan sejarah kerajaan maritim Nusantara yaitu kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.

Sumber
Abd Rahman Hamid. 2015. Sejarah Maritim Indonesia. Yogyakarta : Penerbit Ombak

Rabu, 12 September 2018

MEMAHAMI KONSEP BERPIKIR KRONOLOGIS, DIAKRONIK, SINKRONIK, RUANG, DAN WAKTU DALAM SEJARAH


MEMAHAMI KONSEP BERPIKIR KRONOLOGIS, DIAKRONIK, SINKRONIK, RUANG, DAN WAKTU DALAM SEJARAH
Disusun Oleh : Topan Dwiono Purbaya
Pendidik di SMA Negeri 1 Kutasari

Sinkronik
Sinkronik berasal dari bahasa Yunani, syn (dengan) dan khronos (waktu, masa). Atau menurut Kuntowijoyo sinkronik berasal dari bahasa yunani synchronus yang berarti terjadi secara bersamaan. Sedangkan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, sinkronik berarti segala sesuatu yang bersangkutan dengan peristiwa yang terjadi di suatu masa yang terbatas. Galtung menjelaskan pengertian sejarah secara sinkronik adalah mempelajari peristiwa sejarah dengan berbagai aspeknya pada waktu atau kurun waktu yang terbatas sehingga meneliti gejala-gejala secara meluas dalam ruang tetapi dalam kurun waktu yang terbatas. Dengan melihat seperti ini maka seorang sejarahwan melakukan pembahasan tentang keadaan Indonesia pada awal kemerdekaan, maka akan dibahas aspek ekonomi, politik, militer, sosial budaya dan ideologi.
Sedangkan Kuntowijoyo memberikan ciri-ciri konsep berpikir sinkronik : (1) kerangka berpikir sinkronik mengamati kehidupan sosial secara meluas berdimensi ruang. (2) konsep berpikir sinkronik memandang kehidupan masyarakat sebagai sebuah sistem yang terstruktur  dan saling berkaitan antara satu unit dengan unit yang lainnya. (3) Menguraikan kehidupan masyarakat secara deskriptif dengan menjelaskan bagian demi bagian. (4) menjelaskan struktur dan fungsi dari masing-masing unit dalam kondisi statis. (5) Digunakan oleh ilmu-ilmu sosial, seperti geografi, sosiologi, politik, ekonomi, antropologi dan arkeologi.
Salah satu contoh sinkronik dalam sejarah adalah buku berjudul Mobilitas dan Kontrol : Studi tentang Perubahan Sosial di Pedesaan jawa 1942 – 1945 karya Aiko Kurasawa.

Diakronik / Kronologis
Menurut Kuntowijoyo Diakronis berasal dari bahasa latin dan Yunani yaitu dia berarti melampaui, bahasa Yunani chromos yang berarti waktu. Hal yang sama dengan Kuntowijoyo, Galtung menyatakan bahwa diakronik berasal dari bahasa Yunani yaitu dia (melintasi / melewati) dan khronos yang berarti perjalanan waktu. Maka berpikir diakronik dalam ilmu sejarah menguraikan proses dan urutan kejadian suatu peristiwa sejarah secara kronologis. Ini akan membantu dalam rekonstruksi peristiwa sejarah berdasarkan urutan waktu secara tepat. Dengan pendekatan ini, kita dapat menyaksikan bahwa peristiwa sejarah terus bergerak dari masa kemasa. Disini kita bisa mengamati proses perubahan dari waktu ke waktu. Terlihat disini bahwa peristiwa sejarah tidaklah berdiri sendiri atau biasa kita kenal ada unsur kausalitas (sebab akibat) antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya secara kronologis. Dengan berpikir diakronik kita dapat mengamati perkembangan kehidupan masyarakat pada suatu zaman dengan zaman berikutnya.
Ciri-ciri konsep berpikir diakronik atau kronologis adalah sebagai berikut : (1) dalam konsep berpikir kronologis atau diakronik mempelajari kehidupan sosial secara memanjang berdimensi waktu. (2) konsep berpikir diakronik memandang masyarakat sebagai suatu yang terus bergerak dan memiliki hubungan kausalitas ataupun sebab akibat. (3) menguraikan proses tranformasi (perubahan) yang terus berlangsung dari waktu ke waktu dalam kehidupan masyarakat secara berkesinambungan. (4) menguraikan kehidupan masyarakat secara dinamis. (5) digunakan dalam ilmu sejarah.
Contoh diakronik antara lain : peristiwa sekitar proklamasi kemerdekaan Indonesia, perkembangan Budi Utomo di Solo tahun 1908 – 1939, terjadinya perang Diponegoro 1825 – 1830 dan revolusi fisik di Indonesia tahun 1945 – 1949.

Perbedaan Sinkronik dan diakronik :
NO
SINKRONIK
DIAKRONIK
1
Meluas dimensi ruang
Memanjang, dimensi waktu
2
Sistem terstruktur
Terus bergerak, hubungan kausalitas
3
Diskripsi integratif
Naratif, berproses dan bertransformasi
4
Statis
Dinamis
5
Menekankan pada struktur dan fungsi
Menekankan pada proses dan durasi
6
Digunakan dalam ilmu gegrafi, sosiologi, politik, ekonomi, antropologi, dan arkeologi.
Digunakan dalam ilmu sejarah

Sinkronis dan Diakronis Dalam Sejarah
Sejarah dan ilmu-ilmu sosial mempunyai hubungan timbal balik. Sejarah diuntungkan oleh ilmu-ilmu sosial, dan sebaliknya. Dalam sejarah baru, yang lahir berkat ilmu-ilmu sosial, penjelasan sejarah didasarkan atas ilmu-ilmu sosial. Belajar sejarah tidak dapat dilepaskan dari belajar ilmu-ilmu sosial, meskipun sejarah punya cara sendiri menghadapi objeknya. Topik-topik baru terpikirkan berkat ilmu-ilmu sosial. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa sejarah dan ilmu-ilmu sosial berbeda tujuannya. Tujuan sejarah ialah mempelajari hal-hal yang unik, tunggal, ideografis, dan sekali terjadi. Sedangkan ilmu-ilmu sosial tertarik kepada yang umum, ajek, nomotetis dan merupakan pola. Pendekatan sejarah juga berbeda dengan ilmu-ilmu sosial. Sejarah itu diakronis, memanjang dalam waktu, sedangkan ilmu-ilmu sosial itu sinkronis, melebar dalam ruang. Sejarah mementingkan proses, sementar ilmu-ilmu sosial menekankan struktur (Kuntowijoyo, 2013: 83-84).
Pada dasarnya sejarah ialah ilmu diakronis, yang memanjang dalam waktu, tetapi dalam ruang yang sempit. Ketika sejarah bersentuhan dengan ilmu sosial, sejarah menjadi ilmu yang juga sinrkonis. Artinya selain memanjang dalam waktu, sejarah juga melebar dalam ruang. Jadi, dengan sumbangan ilmu, sejarah sebagai ilmu diakronis yang juga ilmu sinkronis. Maka lengkaplah sejarah (Kuntowijoyo, 2013: 51) .
Bisa kita ambil contoh dalam sejarah politik. Biasanya sejarah akan merekonstruksikan masa lampau dengan melihat pada perkembangan partai-partai politik. Akan tetapi sekarang sejarah dapat juga berbicara tentang hubungan partai dengan sistem status dan kelas yang diambil dari disiplin ilmu Sosiologi. Selain itu sejarah politik dapat juga menghubungkan perkembangan partai dengan masyarakat desa dan masyarakat kota. Dengan sumbangan ilmu, tema-tema baru yang bersifat sinkronis dapat ditulis. Misalnya tentang kriminalitas, sistem sekolah, dan percukongan. Dalam sejarah kota adalah contoh yang jelas ihwal bagaimana sejarah yang bersifat diakronis telah diperkaya ilmu yang sinkronis (Kuntowijoyo, 2013: 52). Sebenarnya, semua tulisan sejarah yang melibatkan penelitian suatu gejala sejarah dengan jangka yang relatif panjang (aspek diakronis) dan yang melibatkan penelitian aspek ekonomi, masyarakat, atau politik (aspek sinkronis), pastilah memakai juga pendekatan ilmu-ilmu sosial (Kuntowijoyo, 2013: 89).

Ruang dan Waktu Dalam Sejarah
Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan pengertian ruang adalah sela-sela antara dua (deret) tiang atau sela-sela empat tiang (dibawah kolong rumah) : diartikan sebagai rongga yang berbatas atau terlingkung oleh bidang: atau juga ronggga yang tidak terbatas, tempat segala yang ada. Ruang atau tempat merupakan unsur penting yang harus ada dalam sejarah. Bila diibaratkan sebuah pertunjukkan, maka ruang merupakan panggung ketika peristiwa sejarah berlangsung. Ruang atau tempat terjadinya suatu peristiwa sejarah terkait dengan unsur geografis, seperti daerah torpis dan sub tropis, daerah pesisir dan pedalaman, iklim, cuaca, sungai, laut, permukaan bumi (topografi), semua berpengaruh terhadap perjalanan sejarah. Alhasil ruang atau tempat memberikan warna corak tertentu bagi peristiwa sejarah.
Selain itu, ruang atau tempat terjadinya peristiwa sejarah juga mempunyai sistem sosial dan sistem budaya yang berbeda-beda yang biasanya turun-termurun dari para pendahulunya yang juga berpengaruh terhadap gerak sejarah para pendukungnya. Maka kisah sejarah manusia merupakan proses interaksi dengan kehidupan sosial, budaya, politik, ekonomi pada suatu ruang atau tempat tertentu. Hal inilah diantaranya yang menyebabkan setiap kejadian sejarah itu bersifat unik.
Setiap manusia dan makhluk hidup lainnya memang hidup dalam waktu dan tidak dapat melepaskan diri dengan waktu. Manusia dan makhluk hidup lainnya itu hidup di masa lalu, masa kini, dan masa depan. Waktu menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung.
Konsep waktu mempunyai arti masa atau periode berlangsunya perjalanan kisah kehidupan manusia. Unsur waktu merupakan unsur penting dalam sejarah. Karena mempelajari sejarah adalah mempelajari sesuatu yang terus bergerak seiring dengan perjalanan waktu. Maka waktu dibagi menjadi tiga bagian yaitu masa lampau, sekarang dan masa yang akan datang. Setiap peristiwa sejarah berada dalam kurun waktu tertentu yang memiliki latar belakang waktu sebelumnya. Begitu pula setiap peristiwa berpengaruh terhadap kurun waktu berikutnya, sehingga ketiga unsur waktu tersebut saling berkesinambungan. Unsur waktu juga memberikan konteks tertentu bagi berlangsungnya peristiwa sejarah. Peristiwa sejarah terus bergerak ke depan  secara dinamis sehingga konteks sejarah pun terus bergerak, mengalir dan berubah secara kronologis.
Setiap zaman juga memiliki sistem budaya, sistem sosial dan semangat zaman yang berbeda-beda yang terus begerak secara dinamis. Oleh karena itulah unsur waktu ini juga menjadikan setiap peristiwa sejarah itu unik dari waktu ke waktu.  Waktu terus bergerak dan berjalan secara berkesinambungan. Setiap orang yang mempunyai kesadaran waktu bisa memanfaatkan waktu dengan baik sehingga terus menerus melakukan perubahan kearah yang lebih baik.
Manusia hidup dalam ruang dan waktu. Pada setiap ruang dan waktu, setiap orang atau komunitas mengukir sejarah masing-masing yang unik, Jika diibaratkan dengan sebuah pertunjukan, maka pada setiap ruang dan waktu manusia menyajikan pertunjukkan yang berbeda-beda dan silih berganti. Alhasil setiap orang atau komunitas memiliki sejarahnya sendiri sendiri yang unik pula. Oleh karena itu dalam mempelajarai sejarah, perlu ditentukan secara tegas, siapa pelakunya (who), kapan berlangsung (when), dimana peristiwa itu berlangsung (where), serta bagaimana peristiwa sejarah itu terjadi (how).

SUMBER
Hermawan dan Ufi Saraswati. 2014. BUKU SISWA, SEJARAH 1 Untuk SMA/MA Kelas X Kurikulum 2013 yang Disempurnakan Peminatan Ilmu Sosial. Jakarta : Yudhistira.
Kuntowijoyo. 2013. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta : Tiara Wacana