Senin, 27 Juli 2020

VIDEO KEHIDUPAN MANUSIA DALAM RUANG DAN WAKTU


cermati video berikut. pahami dengan cermat. kalau sudah melihat dan mencermati silakan tinggalkan jejak dengan menuliskan nama dan kelas di kolom komentar. terimakasih.

Rabu, 15 Juli 2020

RESPON DUNIA INTERNASIONAL TERHADAP PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA


RESPON DUNIA INTERNASIONAL TERHADAP PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA
Oleh : Topan

Pengakuan atas kemerdekaan dari sebuah negara adalah salah satu faktor penting dari sebuah negara. Begitupun Indonesia pada sejarah awal kemerdekaan. Pengakuan negara-negara anggota Liga Arab terhadap eksistensi Republik Indonesia tidak dapat begitu  saja dilupakan oleh bangsa dan negara Indonesia. Liga Arab pada tanggal 18 November 1946 menerima suatu resolusi yang berisikan pengakuan de jure atas RI. Mengingat pada waktu itu jalur transportasi lintas negara dikuasai oleh Inggris dan Belanda, kedua negara ini melalui perwakilan diplomatik dan konsulernya sangat hati-hati dalam memberikan visa bagi perjalanan diplomatik. Oleh karena itu untuk menyampaikan sikap Liga Arab tersebut penuh hambatan dan resiko. Perlulah utusan yang berani menembus blokade. Liga Arab mengutus Mohammad Abdul Mun’im, seorang konsul Jenderal Mesir di India. Mun’im adalah utusan khusus Liga Arab untuk menyampaikan pengakuan organisasi internasional regional tersebut kepada Republik Indonesia (Supriyanto, 2006 : 172-173).
Di Kairo, Mekkah dan Baghdad telah beridiri Panitia Pembela Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Di Mesir sendiri berdiri pula satu panitia khusus yang diberi nama Panitia Pembela Indonesia yang didukung oleh pemimpin-pemimpin Mesir dan Arab (Jenderal Saleh Harb Pasya dan Abdul Rahman Azzam Passya) yang berada di Kairo (Supriyanto, 2006 : 173).  Pada bulan Oktober 1945 PPKI dari Kairo, Mekkah, dan Baghdad menyelenggarakan Konferensi Kerja di Mekkah. Konferensi ini menerima rancangan dari panitia Kairo yaitu : (1) memfokuskan perjuangan menentang campur tangan militer Inggeris di Indonesia dan Belanda di Indonesia. (2) membebaskan warga Indonesia di luar negeri dari kewarganegaraan Belanda. Apabila warga negara Indonesia di luar negeri telah dapat secara de facto membebaskan diri dari kewarganegaraan Belanda. (3) Menjadikan Kairo sebagai pusat PPKI di Timur Tengah. Salah satu hasil dari perjuangan tersebut adalah diakuinya kewarganegaraan RI oleh pemerintah-pemerintah setempat di Timur Tengah. Hal ini berarti bahwa pemerintah setempat mengakui de facto kemerdekaan Republik Indonesia (Supriyanto, 2006 : 173-174).
Kedutaan Belanda di Mesir menuntut warga negara Indonesia menandatangani pengakuan pemerintahan Hindia Belanda dan menuntut supaya memperbaharui  paspor mereka. Hal ini ditolak oleh komunitas Indonesia di Timur Tengah dengan membakar paspor yang dikeluarkan Belanda (Supriyanto, 2006 : 174). Pemerintah Mesir sendiri menguntungkan komunitas Indonesia. mesir menganggap warga Indonesia di Mesir tidak ada lagi hubungan dengan keduataan Belanda. Jadi Mesir hanya berhubungan dengan PPKI. Sejak tanggal 23 Maret 1946 Mesir telah mengakui kemerdekaan Indonesia secara de facto. Hal ini diikuti oleh pemerintah Arab lainnya. PPKI di Timur Tengah dianggap sebagai Perwakilan sementara RI. Tiga puluh ton beras yang dikirim ke Arab Saudi untuk warga RI disana, yang tadinya diberikan melalui kedutaaan Belanda, dialihkan kepada PPKI di Kairo. Demikian pula dalam melakukan perjalanan, warga RI cukup membawa “Surat Keterangan” yang ditandatangai oleh Ketua Panitia setempat, termasuk mereka yang pulang ke Indonesia sebelum pengakuan de jure oleh Mesir dan negara-negara Arab lainnya (Supriyanto, 2006 : 174).
Selanjutnya ketika perutusan diplomatik RI pertama yang dikirim ke Den Haag singgah di Kairo, mereka bertemu dengan menlu Luthfi Sayed dan Raja Farouk yang menyampaikan harapan harapan beliau terhadap perjuangan rakyat Indonesia. Pada ulang tahun pertama Proklamasi  Indonesia, radio Kairo ikut merayakannya dengan kata pengantar yang simpatik. Radio ini menyiarkan lagu lagu Indonesia. Untuk pertama kalinya lagu Indonesia Raya dalam bahasa Indonesia dan Arab disiarkan sebagai pembuka dan penutup acara radio tersebut. Selain itu juga disiarkan sandiwara radio dengan judul kemerdekaan Indonesia (Supriyanto, 2006 : 174). Pada tanggal 18 November 1946 diselenggarakanlah sidang menteri luar negeri Liga Arab yang membahas pengakuan terhadap RI. Sidang ini mengambil keputusan untuk mengamanatkan kepada negara-negara Arab anggotanya supaya mengakui RI sebagai negara yang merdeka dan berdaulat penuh. Selanjutnya dengan surat No. 3128 tanggal 28 November 1946 Sekjen Liga Arab menyampaikan keputusan itu kepada pemerintah RI. Pada waktu yang sama keputusan ini disampaikan pula kepada kedutaan Belanda di Kairo (Supriyanto, 2006 : 175).
Selanjutnya sekjen Liga Arab mengirimkan satu delegasi ke Indonesia. Namun Inggris  yang berkuasa tidak memberikan visa ke Yogyakarta. Dengan persetujuan menlu Mesir, sekjen Liga Arab menugaskan dengan sangat rahasia kepada Muhammad Abdul Mun’im, Konsul Jenderal Mesir di Bombay, supaya pergi ke Indonesia sebagai turis untuk menyampaikan secara langsung keputusan tersebut dan dalam satu harapan baik Raja Faruk kepada Presiden Soekarno (Supriyanto, 2006 : 175). Atas bantuan Miss Ktut Tantri, Muhammad Abdul Mun’im berhasil mencarter pesawat terbang dari Singapura yang membawa mereka menerobos blokade Belanda langsung menuju Yogyakarta. Blokade Sekutu berhasil di terobos. Radio Republik Indonesia Yogyakarta menyiarkan pada Kamis 13 Maret 1947 “telah sampai di Yogyakarta dengan pesawat khusus Tuan Muhammad Abdul Mun’im, Konsul Jenderal Mesir di Bombay dan Utusan Istimewa Liga Arab (Supriyanto, 2006 : 175-176).
Abdul Mun’im menghadap Presiden Soekarno pada hari Sabtu, 15 Maret 1947 untuk menyapaikan pesan-pesan dari Liga Arab. Beliau menyampaikan keputusan Sidang Dewan Liga Arab pada tanggal 18 November 1946 yang berisi anjuran agar negara-negara anggotanya mengakui RI sebagai negara merdeka dan berdaulat. Dengan kejadian ini, dalam sejarah diplomatik RI dapat ditemukan dua peristiwa penting. (1) Perutusan Mesir dengan menghadapi bahaya, menyampaikan pengakuan negaranya dan pengakuan Liga Arab kepada RI. (2) Untuk pertama kalinya RI menyambut kedatangan perutusan negara asing sekaligus perutusan organisasi internasional. Selanjutnya beliau mendesak agar RI mengirim delegasi ke Mesir, sekaligus menghadiri Inter Asian Conference di New Delhi. Sjahrir memutuskan untuk mengirim delegasi RI ke Mesir dan menerima undangan dari Nehru. Pengiriman perwakilan ke New Delhi memberikan manfaat yang sangat besar. Dapat diperkirakan bahwa betapa pentingnya kedudukan India kelak terhadap perjuangan RI. Konferensi New Delhi ini akan memberikan kesempatan untuk mengatur hubungan dengan negara-negara tetangga seperti Birma, Thailand, Tiongkok dll. Haji Agus Salim pimpinan delegasi RI ikut dalam pesawat rombongan Liga Arab ke Singapura. Pada saat di Maguwo sudah hadir Mr. S. Muwalladi, kepala bagian Asia Tenggara di Deplu yang telah bersedia memberikan sertifikat pengganti paspor (certificate en lieu du passport) kepada tiap-tiap anggota delegasi RI. Untuk mempercepat pekerjaannya, masing-masing anggota diplomasi mengisi sendiri surat keterangan tersebut. Jumlah delegasi adalah 24 orang. Saat pesawat tersebut tiba di Singapura, dilapangan terbang kota itu delegasi RI disambut oleh masyarakat Indonesia dengan meriah dan antusias. Mereka melambai-lambaikan bendera- bendera kecil merah putih ketika pesawat tiba. Kemudian delegasi mencharter pesawat terbang lain untuk meneruskan ke New Delhi (Supriyanto, 2006 : 177).
Setelah mengadakan persiapan di Bombay, delegasi RI meneruskan perjalanan ke Mesir, singgah dahulu di pelabuhan udara Lydda Palestina. Dari sini penerbangan dilanjutkan ke Mesir. Fasilitas sudah dipersiapkan oleh mahasiswa Indonesia karena Moh. Abdul Mun’im sudah berkoordinasi dengan mereka sebelumnya. Setiba di Mesir, delegasi RI diterima sebagai tamu Liga Arab selama empat bulan (Supriyanto, 2006 : 177). Kegiatan selama delegasi RI di Mesir adalah (1) Mengadakan pertemuan dengan para mahasiswa. Haji Agus Salim menyampaikan bahwa kegiatan politik para mahasiswa di Timur Tengah telah melapangkan jalan formal perjuangan diplomatik pemerintah RI. (2) Delegasi RI mengunjungi Istana Abidin guna mencatatkan  nama mereka dalam daftar penghormatan kerajaan, sebagai penghormatan kepada Raja Farouk. Bagi perjuangan diplomatik RI, hal tersebut dilakukan sebagai penghargaan kepada raja Farouk yang anti Inggeris telah mendorong pemerintah Mesir lebih tegas mendukung RI mempertahakan kemerdekaan dan kedaulatannya. Dukungan ini dikuti oleh negara-negara Arab lainnya. Bahkan pemerintah Mesir memberikan pengakuan de facto kepada PPKI sebagai perwakilan RI sementara, menanti perwakilan RI resmi didirikan. (3) Delegasi RI mengunjugi Abdulrahman Azzam Pasya, sekjen liga arab sebagai tuan rumah. Disini Abdulrahman Azzam Pasya menyampaikan bahwa mahasiswa Indonesia telah berhasil menyampaikan kepentingan RI kepada negara-negara Arab. (4) Delegasi RI melakukan kunjungan ke perdana Menteri/Menteri luar  Mesir di kemenlu Mesir, Mahmud Fahmi Nokrasyi Pasya. Kunjungan ini menyampaikan maksud untuk hubungan diplomatik antara RI  dan negara- negara Arab. Pada tanggal 10 Juni 1947 ditandatanganilah perjanjian persahabatan hubungan diplomatik dan konsuler dan perjanjian perdagangan antara RI dan Mesir. Kemudian Haji Agus Salim melanjutkan tugasnya ke Suriah (Damaskus 6 Juli1947), Irak (Bagdad pada 16 Juli 1947) dan Lebanon (Supriyanto, 2006 : 177-179).
Melalui surat No. 155/L 7 Agustus 1947 Haji Agus Salim menyampaikan kepada kerajaan Mesir keberlangsungan tugas delegasi RI untuk negara-negara Arab sebagai berikut. Mohammad Rasyidi sebagai Charge d’Affaires, M. Nazir Pamoncak sebagai Counsellor, Moh. Zein Hassan sebagai Sekretaris I, dan Mansur Abu Makarim sebagai Sekretaris II. Mereka menjadi staf kedutaan RI pada tingkat Charge d’affaires di Kairo. Ini merupakan kedutaan RI pertama dibuka diluar negeri semenjak Proklamasi. Staf ini juga merangkap sebagai Misi Diplomatik RI Tetap untuk negara-negara anggota Liga Arab (Supriyanto, 2006 : 179).
Saat Arab Saudi mengakui RI pada 21 November 1947 telah disepakati pula dibukanya hubungan diplomatik antara kedua negara, namun pelaksanaanya ditangguhkan. Komunitas Indonesia disana mendesak supaya pembukaan perwakilan dipercepat. Ketika Moh. Rasyidi, wakil RI bagi negara-negara Arab datang ke Arab Saudi dengan misi haji RI pertama pada 17 Oktober 1948 telah diadakan rapat antara Moh. Rasyidi (wakil RI), Misi Haji RI, dan para pemimimpin komunitas Indonesia di sana. Atas desakan para pemimpin masyarkaat itu, telah disetujui pembukaan perwakilan RI di Jeddah dengan Ismail Banda sebagai kepala Perwakilan RI (Supriyanto, 2006 : 179).
Selain Mesir India dan Australia ikut membela kepentingan Indonesia. Bagaimana reaksi dunia luar atas tindakan Belanda yang memilih jalan kekerasan untuk menyelesaikan  pertikaiannya dengan pihak RI ? Yang tampil sebagai pembela utama RI ialah India dan Australia. India membela RI karena solidaritas Asia terutama sesudah Konferensi Inter Asia di New Delhi (Maret 1947) di mana RI ikut serta. Lagi pula hubungan RI India baik sekali antara lain karena politik beras Syahrir (antara 1946 -1947 Jawa mampu menyediakan beras 700.000 ton untuk disumbangkan kepada India yang sedang dilanda bahaya kelaparan), dan ketegasannya dalam membela semangat piagam PBB. Ia berpegang pada pasal 34 yaitu yang menyebut tentang pemeliharaan perdamaian dan keamanan dunia (Moedjanto, 1988 : 16).
Sedang Australia mendasarkan pembelaannya atas pasal 39 yang menyebut tentang adanya ancaman terhadap perdamaian dunia. Disamping itu Partai Buruh Australia yang sedang berkuasa memang pada dasarnya bersimpati kepada perjuangan  kemerdekaan. Berdasarkan hal- hal itu India dan Australia lalu mengajukan resolusi bersama ke DK PBB agar Belanda dan RI segera menghentikan  permusuhan dan menyerahkan perselisian mereka kepada komisi arbitrase sesuai dengan pasal 17 persetujuan Linggajati. Resolusi bersama ini diajukan ke DK PBB pada 30 Juli 1947 (Moedjanto, 1988 : 16).
Vatikan sebagai salah pihak yang ikut mendukung kemerdekaan Indonesia. Terdapat peran aktif tokoh bernama Soegija dalam perjuangan pencarian dukungan atas kemerdekaan Indonesia. Berkaitan dengan pemindahan pusat pemerintahan ke Yogyakarta, maka Soegija yang pada saat itu telah menjadi seorang uskup memiliki niatan untuk ikut memindahkan Kantor Pusat Vikariat Apostolik Semarang ke Yogyakarta. Pemindahan tersebut dilakukan dengan alasan agar Soegija bisa memantau secara langsung situasi dan kondisi pemerintah Indonesia, serta dapat secara langsung berkomunikasi dengan para pemimmpin negara.  Hal ini dapat direalisasikan pada 13 Februari 1947, Presiden Soekarno menyerukan gencatan senjata antara Indonesia dengan Belanda. Sehingga ketika situsai aman tersebut, Soegija segera bergegas untuk berangkat ke Yogyakarta (Pratiwi, 2015 : 51). Pada tanggal 18 Januari 1947 Soegija melakukan usaha diplomasi dengan mengirim surat kepada ketua kongregasi propaganda fide yang berada di Vatikan. Dalam surat tersebut ada tiga pokok masalah yang dituliskan Soegija : (1) pengalaman sikap militer Jepang terhadap karya misi di Indonesia, (2) situasi aktual yang berkaitan dengan usaha diplomasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk menghadapi pemerintah Belanda. (3) terkait dengan rencana penunjukkan nuntius untuk Indonesia. Berkaitan dengan point ketiga, Soegija memberikan masukan kepada pihak Vatikan agar nuntius yang akan ditunjuk bukan merupakan kebangsaan Amerika atau Belanda. Mengingat nuntius adalah wakil Paus sehingga diharapkan nuntius yang ditunjuk tidak terlibat dalam kancah politik. Seperti mempertimbangkan masukan dari Soegija, maka pada akhirnya pihak Vatikan menunjuk Mgr. George de Jonge d’Ardoya asal Finlandia menjadi nuntius untuk Indonesia (Pratiwi, 2015 : 52).
Pada catatan harian Soegija tertanggal 21 Desember 1948, Soegija menulis jika mendapatkan kabar bahwa beberapa pemimpin negara berhasil ditangkap dan diasingkan oleh Belanda. Secara khusus keterlibatan Soegija dalam diplomasi berkait dengan peristiwa Agresi Militer Belanda II tersebut adalah ketika tulisan Soegija dimuat pada surat kabar The Commonweal terbitan Amerika, dalam tulisan tersebut Soegija menuliskan berbagai serangan yang dilakukan oleh pasukan Belanda dan dampak dari serangan tersebut bagi kehidupan rakyat Indonesia terutama bagi anak-anak seperti kemiskinan dan pembodohan. Tulisan Soegija pada surat kabar tersebut mendapatkan reaksi positif dari masyarkat internasional. Terbukti Soegija mendapatkan kiriman bantuan berupa buku-buku dan majalah dari berbagai pihak yang ditujukan kepada anak-anak Indonesia (Pratiwi, 2015 : 58). Berselang setelah dua bulan setelah dikirimnya surat balasan dari Soegija kepada pihak Vatikan, maka pada 16 Maret 1947 Vatikan mengakui kemerdekaan dan kedaulatan baik secara de facto maupun de jure Indonesia sebagai bangsa dan negara. Selain itu Vatikan juga ikut menghimbau kepada pemerintah Belanda untuk menghentikan aksi polisionilnya di Indonesia. Vatikan merupakan negara yang cukup berpengaruh terhadap politik dunia, terutama Amerika dan Inggris. Hal itu dikarenanakna dalam PBB nuntius Vatikan merupakan ketua yang membawahi seluruh duta besar negara-negara Barat.  Oleh karena itu dengan Vatikan mendukung kemerdekaan Indonesia,  dianggap dapat mempengaruhi suara dari negara-negara Eropa lainnya agar kemudian ikut mendukung kemerdekaan Indonesesia (Pratiwi, 2015 : 71).




Sumber
Moedjanto, G. 1988. INDONESIA ABAD KE – 20 2 DARI PERANG KEMERDEKAAN PERTAMA SAMPAI PELITA III. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Supriyanto, Agustinus. 2006.  Peran Konsul Jenderal Mesir di India Tahun 1947 Bagi Status Internasional Republik Indonesia.   Yogyakarta : Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada
Dalam Jurnal Ilmu Hukum Vol. 9, No. 2, September 2006

Pratiwi, Magdalena Dian. 2015. PERANAN Mgr. ALBERTUS SOEGIJAPRANATA DALAM DIPLOMASI KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA (1946 – 1949). Yogyakarta : UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA  
dikutip dari https://repository.usd.ac.id/1327/2/104314009_full.pdf diakses hari Rabu tanggal 15 Juli 2020 pada pukul 10.08 WIB.