Kompetensi dasar
:
3.11
menganalisis peradaban awal dunia serta keterkaitannya denga peradaban masa
kini pada aspek lingkungan, hukum, kepercayaan, pemerintahan, dan sosial.
4.11
Menyajikan hasil analisis peradaban awal dunia serta keterkaitannya dengan peradaban
masa kini pada aspek lingkungan, hukum, kepercayaan, pemerintahan, dan sosial
dalam bentuk tulisan dan/atau media lain.
MESOPOTAMIA
DARI URUK SAMPAI
UR
Oleh : Topan
Mesopotamia dengan lembah sungai Efrat
dan Tigris. Sumber air kedua batang sungai terdapat di lereng pegunungan di
Armenia. Di perbatasan antara Irak dan Rusia sekarang. Lumpur endapannya
bertumpuk-tumpuk pada muaranya, menjadikan munculnya dataran rendah baru yang
selalu meluas menutup mulut teluk Bahrein di tepi teluk besar Parsi. Kemudian
dataran rendah yang baru itu mengalami pengirisan kembali oleh bagian-bagian
delta dari sungai tadi. Disekitar muaranya, alam geografisnya berupa rawa-rawa penuh dengan tumbuhan semak dan didiami oleh
aneka jenis burung liar. Semakin ke pedalaman alam semakin kering. Kemudian
datanglah bangsa-bangsa dari gurun di sekitarnya untuk beternak dan bertani di
lembah yang subur tersebut (Daldjoeni, 1995 : 74).
Setiap tahun cairan salju di gunung-gunung
Armenia menimbulkan luapan sungai. Datanglah banjir hebat yang menyebarkan
lumpur alluvial secara berlapis-lapis
dari masa- kemasa. Tanah menjadi makin subur dan hasil panenan meningkat dari
masa ke masa. Teluk Parsi makin berubah menjadi daratan, lembah Mesopotamia
menjadi luas ke Selatan. Penduduk memanfaatkan banjir tersebut untuk pertanian,
peternakan dan penanaman tumbuhan kurma. Namun ancaman banjir tetap selalu ada.
Mereka menanganinya dengan membuat tanggul, dam, serta terusan. Untuk itu
perlulah organisasi dan kepemimpinan yang baik (Daldjoeni, 1995 : 74). Kemudian
untuk mengatur masyarakat agraris muncul berbagai pembagian kerja di dalam
kepemimpinan sehingga timbul fungsi khusus berupa raja, imam dan hakim. Dengan
demikian lahirlah masyarakat yang teratur. Bangsa pertama yang menghuni lembah
Efrat Tigris menamakan dirinya bangsa Sumeria. Bangsa Sumeria datang dari gurun dan
pengunungan di luar Mesopotamia. Pada awalnya mereka adalah peternak yang hidup
nomad. Kemudian datang pula bangsa
Semit untuk bercampur dengan bangsa Sumeria. Sebelum sampai ke lembah Efrat
Tigris, bangsa Semit sudah mengenal dasar-dasar kehidupan politik dan ekonomi
pertanian (Daldjoeni, 1995 : 76).
Untuk banjir di Sumeria belumlah bisa
diramalkan seperti halnya di Mesir kuno. Luapan datang secara tak teratur di
sepanjang tahun. Kesamaan dengan Mesir adalah bahwa lumpur yang diendapkan
dapat dimanfaatkan untuk pertanian. Di wilayah Efrat dan Tigris itu banyak
terdapat ikan dan berbagai jenis burung yang dapat dimakan sedang langit
pun terang di sepanjang tahun, sehingga
mendorong berbagai kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknik. Di banding
dengan Mesir, di Mesopotamia untuk membuat irigasi lebihlah sulit, sehingga
taraf peradaban bagi berbagai kelompok penduduk di Mesopotamia berbeda-beda menurut
banyak sedikinya curah hujan (Daldjoeni, 1995 : 78).
Dari hasil temuan, para ahli umumnya
menyebut tahun 3500 SM sebagai awal dari peradaban Sumeria. Selain itu diakui
bahwa peradaban Mesopotamia adalah peradaban Sumeria itu sendiri. Alasannya
peradaban Mesopotamia sebagian besar dibentuk oleh bangsa Sumeria. Bangsa-bangsa
lain yang datang sesudahnya hanya meneruskan dan memperkaya peradaban yang
telah terbentuk (222). Berdasarkan temuan dan hasil penelitian arkeologis
bangsa Sumeria pertama kali mendiami wilayah Ubaid (Irak sekarang), sehingga
disebut Periode Ubaid (tahun 5300 –
4000 SM). Bangsa Sumeria tinggal dalam pemukiman besar serta mampu membangun
jaringan-jaringan kanal yang luas untuk mendukung kegiatan pertanian, membuat
bangunan rumah dari bata lumpur berbentuk empat persegi panjang, menyamak
kulit, membuat tembikar warna warni, membuat sabit dari tanah liat yang dibakar
dengan api. Pada akhir periode ini mereka sudah dapat membuat roda dari tanah
liat. Selain petani mereka juga bangsa peternak (Hapsari, 2017 : 223).
Periode berikutnya adalah Perode Uruk (+4000-3100 SM).
Periode ini ditandai dengan munculnya kehidupan urban (kota) di Mesopotamia
dalam bentuk menculnya negara-negara kota dan organisasi pemerintahan. Hal ini
diantaranya ditunjukkan dengan adanya mangkuk tanah liat yang diproduksi massal.
Penggunaan cap silinder telah dikenal sejak periode ini (Hapsari, 2017 : 223).
Penggambaran kota Uruk adalah sebagai berikut : Uruk merupakan suatu tempat
dengan kegiatan yang intens, sebuah kota dengan kehidupan masyarakat yang
bersemangat, tempat perahu perahu kecil dan perahu dengan dasar datar yang
sarat dengan hasil bumi tampak saling berdampingan sepanjang kanal-kanal yang
berubah bagaikan jalan-jalan utama. Tempat para kuli pengangkut barang membawa
beban muatan besar di punggung mereka sepanjang lorong-lorong, saling
berjejalan dengan para imam dan birokrat, pelajar, pekerja, dan budak. Dari
sisa-sisa peninggalan saluran-saluran air dan waduk waduk yang dibangun dari
bata bakar tahan air, diyakini juga bahwa ada taman-taman umum yang hijau dan
rindang. Kuil-kuil, bangunan-bangunan publik, tempat-tempat suci, dan tempat-tempat
untuk berkumpul mengelilingi tempat yang disebut Eanna, rumah surgawi, nantinya dikenal sebagai tempat tinggal dewi
Inanna di bumi-juga mengelilingi pusat keagamaan sekunder, tempat Anu sang dewa
langit yang sangat dihormati. Tempat-tempat ini bukanlah tempat-tempat tertutup
dan rahasia seperti banyak kuil di lokasi lain dimasa kuno yang hanya dapat
diakses oleh para imam dan yang sudah diinisiasi
(Kriwaczek, 2013 : 71). Di akhir periode ini muncul bentuk-bentuk awal huruf kuneiform atau huruf paku berwujud
gambar atau dikenal dengan piktograf (Hapsari,
2017 : 223).
Pada Periode Jemdet Nasr (+ 3100 – 2900 SM), bangsa Sumeria membuat
tembikar berglasir monokrom dan polikrom. Selain geometris,
desainnya figurative dengan
menampilkan gambar pohon dan binatang, seperti burung, ikan, kambing,
kalajengking dan ular. Kemungkinan tembikar jenis ini hanya dimiliki orang-orang
yang berstatus tinggi. Huruf kuneiform semakin
berbentuk dan mengalami sejumlah perubahan penting, awalnya terdiri dari
piktograf-piktograf (tulisan berbentuk gambar), kemudian digunakan desain yang
lebih sederhana dan abstrak. Mulanya
untuk mencatat hasil panen, barang-barang dan binatang piaraan, kemudian
digunakan sebagai tulisan resmi dalam pemerintahan, termasuk daftar nama raja,
kegiatan ritual, distribusi pangan dan lain-lain (Hapsari, 2017 : 223- 224).
Segel dan cap berbentuk silinder sudah
ditemukan disitus Jemdet Nasr. Ini
menandakan sebuah organisasi pemerintahan yang sudah berbentuk “pemerintahan
pusat” yang mengatur semua aspek kehidupan.
Perekonomian mengandalkan pertanian subsisten.
Mereka juga melakukan peternakan dengan pengembalaan seperi kambing dan biri-biri.
Perdagangannya sistem barter dengan skala kecil Pada sekitar tahun 3000 SM, Sumeria
berhasil membangun 12 kota besar semacam negara kota (Kish, Ur, Uruk, Lagash,
Nippur – kota keagamaan, Girsu – kota keagamaan, dan Eridu). Negara kota
memiliki pemimpin yang disebut ensi
atau penguasa negara kota yang diangkat dengan pemilihan. Kelak negara-negara
kota itu berbentuk kerajaan dengan kekuasaan diwariskan secara turun-temurun. Irigasi berjalan baik mengakibatkan surplus
pangan (Hapsari, 2017 : 224 – 225).
Homo Ludens, manusia makhluk bemain (Kriwaczek,
2013 : 78). Ditemukan di Mesopotamia mainan tarik yang begitu menarik yang
digali dari tanah Tell al-Asmar, kota Eshnunna kuno. Yang satu panjangnya
sekitar 13 sentimenter, terbuat dari tanah liat bakar dengan kepala kambing
kecil terpasang pada badan mainan besar berbentuk silinder. Semua itu terpasang
di atas empat roda tipis yang di bagian depan terdapat sebuah lubang tempat
seutas tali dulu terikat kuat. Mainan ini benar-benar murni mainan dan sangat
sederhana, dibuat untuk kegembiraan anak-anak usia tiga hingga lima tahun (Kriwaczek,
2013 : 83). Alat permainan ini ditemukan di reruntuhan sebuah kuil dan mungkin
memiliki makna keagamanaan. Disinilah orang-orang dewasa disekitarnya ikut melamunkan
daftar panjang kreasi-kreasi baru dan penemuan-penemuan baru yang kini muncul
dalam catatan arkeologis untuk kali pertama di Uruk dan sekitarnya (Kriwaczek,
2013 : 84).
Beberapa penemuan tampaknya membutuhkan
percikan inspirasi mendadak saat mengonsepnya. Roda merupakan salah satu dari
penemuan itu. Ada kesimpulan dengan pasti bahwa roda-roda tersebut dikembangkan
dari gelinding-gelinding kayu yang telah lama digunakan untuk memindahkan
benda-benda berat di atas papan kereta luncur dalam jarak dekat. Walaupun ada
ilmuan yang menyimpulkan ada perbedaan dari konsep gelinding kayu dengan roda
karena roda merupakan bagian dari benda yang bergerak itu sendiri. Ada analisis
lain, bahwa meja putar yang berporos pada pusatnya dan dulu digunakan untuk
membuat jambangan tembikar yang benar-benar bulat, yang sebenarnya muncul dalam
catatan arkeologi sebelum munculnya roda (Kriwaczek, 2013 : 85).
Terjadinya evolusi bertahap melahirkan
banyak hal. Ahli tembikar yang penuh hiasan cantik saat itu, pembakaran yang
tidak merata, dan adanya noda serta jelaga yang menempel pada tembikar sebagai
imbas pembakaran terbuka mulai menciptakan jalan keluar. Terjadinya pembakaran
khas Mesopotamia yang berbentuk seperti sarang lebah, dengan lubang angin di
puncak dan lantai yang berlubang dan memisahkan bahan bakar dari bilik
pembakaran (Kriwaczek, 2013 : 85 - 86). Secara pasti dan tidak sengaja,
terlepas dari melindungi barang- barang yang telah dipersiapkan secara hati-hati
ini dari kerusakan, tempat pembakaran juga memungkinkan suhu pembakaran yang
sangat tinggi (Kriwaczek, 2013 : 86).
Batu berwarna biru-hijau yang disebut lapis lazuli merupakan batu permata
berharga di masa lalu yang digunakan sebagai perhiasan pada manik-manik dan
gelang serta pada tatahan dan dekorasi patung. Dalam literasi bangsa Sumeria,
tembok-tembok kota dihiasi dengan ornament tersebut (Kriwaczek, 2013 : 86).
Namun demikian lapis lazuli merupakan
batu yang langka, hanya bisa ditemukan pada beberapa tempat di Asia Tengah,
terutama pegunungan Badakhshan di sebelah Utara yang sekarang disebut
Afghanistan, sekitar 2500 kilometer dari Mesopotamia Selatan. Benar-benar menakjubkan
bahwa mungkin pernah ada suatu bentuk perdagangan yang berkembang pesat di
tempat dengan jarak yang begitu jauh (Kriwaczek, 2013 : 87).
Penemuan berlanjut, dimana terjadi
penambahan bijih timah ke dalam bijih tembaga mengubah sifat logam yang
dihasilkan dengan lebih baik. Logam campuran itu lebih keras, lebih kuat, tepi
yang tajam lebih tahan lama, dan paling penting logam campuran itu meleleh pada
suhu yang lebih rendah, membuat lebih mudah untuk dicetak. Hal itulah yang
akhirnya membawa wilayah Mesopotamia Selatan keluar dari zamaan batu dan menuju
zaman perunggu dengan perubahan pada seluruh budaya, sosial dan politik
(Kriwaczek, 2013 : 90).
Benda-benda yang paling khas yang
ditemukan dalam bentuk utuh dan pecah di reruntuhan kota Uruk hampir setengah
bagian dari semua barang tembikar ditemukan adalah wadah-wadah tembikar
sederhana berbentuk agak kasar yang dikenal sebagi mangkuk berlingkar miring, sangat
berbeda dari barang-barang tembikar elegan bercat halus dari era sebelumnya.
Wadah- wadah ini tampaknya dibuat tidak dengan cara melingkarkan atau memutar
tanah liat pada sebuah roda, tetapi sebaliknya menunjukkan tanda-tanda dibuat
dalam cetakan-cetakan sederhana. Mungkin saja hal ini merupakan aplikasi paling
awal dari prinsip suatu produksi massal (Kriwaczek, 2013 : 93).
Peradaban Uruk merupakan penemu asli
munculnya merk. Dengan munculnya produksi massal mulai dari tekstil, keramik,
minuman dan makanan yang diproses, para konsumen ingin diyakinkan mengenai dari
mana asal dan kualitas produk yang mereka gunakan. Komoditas- komoditas ini
diberikan suatu tanda yang secara unik mampu mengidentifikasikan asal dan
sumber produk tersebut. Bangsa Mesopotamia menggunakan gumpalan tanah liat
sebagai gantinya, untuk mencantumkan simbol-simbol yang mudah diidentifikasi,
untuk menyegel keranjang, kotak, kendi dan wadah lainnya (Kriwaczek, 2013 :
99).
Langkah nyata berikutnya adalah membuat
cetakan dari logam yang hanya dimaksudkan untuk ditekankan pada tanah liat,
dengan desain yang diukir secara terbalik. Tanda segel ini merupakan bentuk
awal dari ilmu percetakan. Lalu muncullah segel silinder, salah satu penemuan
Uruk yang paling khas dan indah, yang penggunaannya masih berlanjut dalam
keseharian hingga akhir peradaban Mesopotamia. Tingginya tak lebih dari 2,5
sentimenter, segel segel ini terbuat dari berbagai material yang mudah didapat
seperti dari batu kapur, marmer, dan hematite;
dari material material yang semi berharga seperti lapis lazuli, carnelian, garnet, dan agate, bahkan dari tanah liat bakar dan fayans (Kriwaczek, 2013 : 100).
Segel silinder sangatlah berharga saat
ini oleh para ilmuan karena dapat memberikan gambaran kehidupan yang terjadi di
Mesopotamia kuno Selatan dan sekitarnya. Banyak memperlihatkan adegan keagaman
: sering tampak gambaran para dewa dan dewi yang tak dikenal sedang bermain di
sungai atau pegunungan, istana dan kuil, sementara kawanan ternak suci
berkerumun di sekitar kandang sapi dari alang-alang milik sang Dewi Agung yang
secara menakjubkan mirip dengan rumah alang-alang yang masih dibangun bangsa Arab Marsh saat ini. Atau para penghatur
puja-puji yang melakukan perjalanan ke sebuah kuil dengan mengendarai perahu.
Ada momen-momen hebat dalam mitologi yang menunjukkan pahlawan-pahlawan yang
mungkin terkenal sedang berperang atau bergulat dengan binatang. Segel-segel
lain tampaknya memotret kehidupan sehari-hari : binatang-binatang diladang,
para pekerja di pabrik susu, para tukang tenun, pembuat barang tembikar dan
pandai besi, dan seiring berjalannya waktu terjadilah peningkatan jumlah adegan
pertempuran dan gambaran kekacauan militer (Kriwaczek, 2013 : 101).
Pada perkembangannya segel yang tadinya
sebagai merk kemudian berkembang sebagai tanda pengenal pribadi, setara dengan
tanda tangan dalam masyarkat, bahkan setelah penemuan naskah tertulis. Kita
dapt mengenal banyak nama individu dari Mesopotamia. Nama-nama dituliskan pada
semua jenis teks : pada resep, catatan pengiriman dan daftar muatan kapal, pada
kontrak-kontrak komersial, dan keputusan hukum, juga pada perjanjian pernikahan
dan surat cerai. Tanda tangan pribadi pertama yang sejauh ini ditemukan di Uruk
tertanggal sekitar 3100 SM dan bagian belakang ditanda tangani oleh GAR.AMA.
Penduduk Uruk pun mengembangkan suatu perangkat akuntansi sederhana ke dalam
suatu sistem canggih tablet tanah liat untuk membuat tanda, untuk menuliskan
perjanjian dan kontrak pertama. Ide penulisan adalah hal yang besar yang
ditinggalkan kota ini pada dunia (Kriwaczek, 2013 : 102-103).
Penulisan cuneiform tidak hanya digunakan untuk tujuan sastra tingkat tinggi.
Penulisan ini juga merekam catatan kontemporer pertama tentang orang-orang dan
peristiwa-peristiwa yang terjadi. Mulai saat itu, apa pun yang terjadi di dunia
tak akan pernah lagi dilupakan begitu saja (Kriwaczek, 2013 : 117). Pada akhir milenium
keempat Sebelum Masehi, penggunaan teknik akuntansi sederhana menggunakan token dari tanah liat yang dikembangkan
menjadi suatu sistem penulisan yang canggih, serba guna, dan fleksibel serta
menjadi suatu pencapaian yang menandai dimulainya suatu momen sejarah yang
sebenarnya (Kriwaczek, 2013 : 118).
Pada milenium ketiga Mesopotamia,
terjadi persaingan dan konflik antara kota-kota independen, mereka saling
membunuh antar saudara, semua saling berjuang untuk mencapai dominasi, mereka
juga mengalami peperangan, teror, pembunuhan dan pertumpahan darah (Kriwaczek,
2013 : 139).
Di Mesopotamia tiap-tiap tempat meliputi
wilayah perkotaan yang dikelilingi tembok, ditambah dengan desa-desa yang belum
bisa berdiri sendiri, dikelilingi wilayah budidaya intensif dan padang rumput
luas yang dijaga dengan penuh kehati-hatian menuju trek-trek yang menyebar dan
mengarah keluar pusat kota. Setiap pagi selama beberapa ribu tahun, para petani
dan gembala berjalan kaki dari rumah-rumah kecil mereka menyusuri jalan kecil
menuju petak petak tanah sambil menyongsong mentari pagi, kemudian kembali pulang
ketika hari sudah mulai gelap (Kriwaczek, 2013 : 140-141). Para petani yang
berbalut sarung berbahan linen atau
wol, memanggul cangkul mereka, alat penggaru, palu, dan sekop di bahu-bahu mereka,
beberapa menuntun keledai-keledai dengan keranjang beban atau kedua kaki
menjuntai di tepi gerobak sapi dengan empat roda kayu yang berderit. Mereka
akan saling mengobrol dalam satu dari dua bahasa yang paling sering digunakan
di belahan dunia, yang satu kita sebut bahasa Sumeria, yang lain bahasa Semit (Kriwaczek,
2013 : 141).
Setelah melewati pintu gerbang tinggi
yang menembus tembok bata bermenara, terlihatlah kebun buah-buahan dan sayur mayur
ditanami dengan pohon-pohon apel dan anggur, juga biji rami serta biji wijen
untuk sumber serta dan minyak, serta berbagai jenis sayur dan kacang- kacangan
yang berlimpah seperti buncis, kacang chickpea,
ketimun, bawang putih, daun bawang, lentil, daun selada, mostar, bawang bombay,
lobak, dan selada air. Ditambah pula beragam tumbuhan herbal dan rempah seperti
ketumbar, jinten, daun mint dan tanaman juniper
berry. Bebek dan angsa dipelihara untuk diambil telur dan dagingnya.
Nantinya termasuk juga ayam yang akan dipelihara kelak saat datang dari kawasan
Asia Tenggara. Di sana sini terdapat
beberapa kebun yang terisolasi, kebanyakan berupa tanaman kurma yang penting
untuk sumber pangan penduduk setempat meskipun dapat ditemukan juga pohon
poplar, willow, tamarisk, dan pohon dogwood, yang dipelihara untuk diambil
kayunya karena persediaan yang selalu kurang (Kriwaczek, 2013 : 143). Saat
keluar dari kota akan melewati ladang yang penuh dengan tananam gandum,
terentang sejauh mata memandang di kedua sisi jalan kecil yang membentang
(Kriwaczek, 2013 : 144). Jaringan kanal yang luas dapat dilayari, juga saluran-saluran
yang sempit, selokan-selokan yang sempit dan berlumpur, mencari jalan sendiri
di antara ladang-ladang untuk menyirami tanaman, itulah kehidupan bangsa
Sumeria (Kriwaczek, 2013 : 144-145).
Hasil kebun yang ada digunakan untuk
masakan yang beragam, kaya rasa, dan persiapan yang rumit, yang nantinya
dirincikan dalam beberapa koleksi resep masakan berhuruf cuneiform. Terlihat jelas kecanggihan cita rasa Mesopotamia kuno.
Bahkan ada cara-cara persiapan pembuatan pastry
atau kue yang merupakan seni puncak seorang juru masak walau tidak ada
rincian jumlah yang diberikan dari masing-masing bahannya (Kriwaczek, 2013 :
143).
Jelai merupakan tanaman penting bagi
bangsa Mesopotamia. Jelai adalah bahan pokok,
bagi semua golongan. Jika panen jelai gagal, orang-orang pun kelaparan. Mereka
juga menjadikan jelai juga sebagai sumber minuman utama bangsa Mesopotamia,
yaitu bir, yang diminum setiap hari untuk pelepas dahaga, begitu juga untuk
bersenang-senang dan acara-acara keagamaan dan upacara (Kriwaczek, 2013 : 147).
Pada masa Uruk sebelum tahun 3000 SM,
limbah rumah tangga telah disalurkan melalui pipa-pipa menuju sungai-sungai
kecil melalui sistem pembuangan yang rumit menggunakan pipa dari tanah liat
panggang, dengan setiap rumah memiliki pipa-pipa saluran untuk pembuangan dan
air hujan yang mengalir ke dalam selokan
di bawah jalan. Pipa-pipa ini dihubungkan untuk membentuk sistem pembuangan
limbah kota yang luas dengan pipa pembuangan paralel yang miring dihubungkan
dengan pipa yang jatuh alami ke dalam tanah, tempat saluran keluarnya terletak
jauh di luar tembok-tembok kota (Kriwaczek, 2013 : 147-148). Jika anak-anak sungai tersebut tidak bersih,
lubang-lubang yang dibor dan sumur-sumur tak bisa lagi menjadi penyedia air
minum karena permukaan air yang mengandung garam begitu dekat dengan permukaan.
Oleh karena itu, bir yang disterilisasi oleh kandungan alkohol yang lemah
merupakan minuman paling aman. Pada masa
Sumeria Kuno, bir juga digunakan sebagai upah yang dibayarkan kepada mereka
yang melayani orang lain sebagai mata pencarian mereka. Tampaknya ada beberapa
bir bangsa Mesopotamia yang dimasak dalam kekuatan berbeda dan diberi perasa
dengan bahan bahan berbeda. (Kriwaczek, 2013 : 148). Pada masa Sumeria, mereka
mengadakan perayaan dengan minum bir sambil menyanyikan sebuah lagu (Kriwaczek,
2013 : 149).
Pada tahun + 2600 negara kota
Kish, Ur, Uruk, Lagash, dan Nippur paling menonjol. Disinilah mereka saling
berebut pengaruh. Inilah yang menjadi awal lahirnya dinasti di Sumeria yakni
negara kota yang menang. Sistem kerajaanpun mulai terbentuk. Pada akhirnya pada
masa pemerintahan raja Lugal-Zage-Si dari Uruk (+ 2350 – 2330 SM)
Sumeria dikuasai Akkadia di bawah raja Sargon Agung (Hapsari, 2017 : Hapsari,
2017 : 225).
Sebuah ibu kota baru. Ibu kota baru ini
disebut Agade dalam bahasa Sumeria dan Akkad dalam bahasa Semit, dengan nama
masyarakatnya orang Akkadia. Sargon memerintah selama 50 tahun (Kriwaczek, 2013
: 200). Sargon yang agung, pendiri kekaisaran Akkadian pada sekitar 2230 SM,
dianggap sebagai sosok setengah suci (Kriwaczek, 2013 : 202).
Masyarakat Akkad merupakan masyarakat
militer tingkat tinggi, dengan para pahlawan bersenjata yang sering terlihat
berpatroli di jalan-jalan, terutama di kota-kota provinsi yang kesetiaannya
tidak selalu dipercaya. Sargon menulis bahwa setiap hari 5.400 laki laki,
mungkin inti dari pasukan yang ada, makan bersama di depannya di Akkad. Lebih
menakutkan bagi penduduk adalah pemberontakan dan huru hara yang sering muncul
dengan pemimpin kota yang pariot dan cenderung menggoyah peraturan pemerintah,
seperti ketika putra Sargon, Rimush yang menghadapi pemberontakan raja Ur dan
empat kota lainnya. Dalam setiap kasus, pemberontakan dipadamkan dengan kejam
(Kriwaczek, 2013 : 224).
Di bidang perekonomian Akkadia tergambarkan
kapal-kapal dari negeri jauh seperti Bahrain
(Dilmun), Oman (Magan), dan Indus (Meluhha) bersandar di dermaga-dermaga
Akkad dan membongkar muatan mereka. Pelaut luar negeri yang berbicara dengan
aksen asing memenuhi jalan-jalan di dekat pelabuhan. Tongkang-tongkang sarat
dengan biji-bijian dari perkebunan yang diari dengan air hujan di negeri jauh
dari tanah baru yang berdatangan setiap hari di pelabuhan, menurunkan muatan
dan segera membongkar, kayunya dirancang untuk digunakan kembali untuk mendirikan
bangunan-bangunan setempat. Sargon bahkan mengaku telah menyeberangi lautan Barat,
Mediterania hal ini terbukti dengan sebuah segel bertuliskan nama Apil Ishtar,
putra Ilu-bani, hamba Dewa Naram-Sin ditemukan di Cyprus pada tahun 1870
(Kriwaczek, 2013 : 224-225).
Sistem ekonomi mungkin telah sedikit
berubah dari praktik pasar campuran pada masa-masa awal. Kaisar mungkin telah
memegang kekuasaan tertinggi, tapi mereka memilih untuk mengikuti kebiasaan dan
hukum yang telah mapan. Ketika mereka mencari tanah untuk diberikan kepada
pengikut dan pendukung, penjualan mungkin juga dipaksakan dan penjualnya
ditekan, tetapi istana tetap membayar mereka. sebuah prasasti pilar batu diorite hitam dari pemerintahan putra
Sargon, Manishtushu mencatat pembelian tanah luas, berjumlah sedikit lebih
kecil dari pada satu setengah mil persegi, yang tampaknya harus dibayar
kerajaan dalam perak, ditambah dengan sejumlah bangunan tambahan, dan hadiah
berupa perhiasan dan pakaian untuk jasa. Untuk tetap mempertahankan agar semua
orang tetap bersetia pada raja yang juga tampak menghibur-menjamu-190 pekerja,
lima pejabat dari sebuah distrik yang disebut Moon God City, Dur – Sin, dan 49 pejabat dari ibu kota Akkad,
termasuk gubernur, seorang menteri kepala, seorang pendeta ramalan, seorang peramal kuil, tiga orang penulis,
seorang tukang cukur, seorang pembawa piala, juga keponakan raja, dan dua orang
anak Surushkin, Gubernur Umma (Kriwaczek, 2013 : 225-226). Bangsa Akkad
menghargai peradaban perang dan menyukai puisi. Penyair, pendongeng, pemusik,
dan penghibur disambut baik di istana, terutama jika mereka menyanyikan lagu-lagu
tentang tindakan kepahlawanan sang pemimpin (Kriwaczek, 2013 : 226). Peradaban
ini berkelimpahan segel-segel silinder yang memperlihatkan ukiran segel Akkad
yang memberikan patokan yang nyaris tidak tertandingi kesempurnaannya
(Kriwaczek, 2013 : 226).
Pada zaman Akkad, setiap kota telah
dengan kuat mempertahankan sistem mereka masing- masing dalam hal hitungan
berat, ukuran, juga cara mencatatnya. Mereka juga memiliki sistem penomoran
dengan dasar berbeda, yang digunakan untuk benda dan komoditi yang berbeda.
Kini pengukuran panjang universal untuk area, kapasitas kering dan cairan, dan
berat diperkenalkan, unit yang akan tetap menjadi patokan selama ribuan tahun
(Kriwaczek, 2013 : 227).
Terjadi perubahan paling penting dan
bernilai sejarah yang dilakukan oleh pemimpin- pemimpin Akkad adalah penggunaan
dokumen-dokumen resmi bahasa Semit mereka, yang sekarang dapat kita sebut
bahasa Akkad meskipun bahasa Sumeria sudah digunakan hingga akhir sejarah
Mesopotamia paling akhir sebagai bahasa agama dan ilmiah. Sargon dan
keturunannya tidak memiliki pengganti budaya Mesopotamia Selatan, tapi mereka
mendapatkan kemuliaan dengan meningkatkannya. Cuneiform untuk beberapa waktu sudah memperluas jangkauannya dalam
mencatat pidato berbahasa Semit dan Sumeria (Kriwaczek, 2013 : 227). Perubahan
tulisan ini terjadi menjadi sebuah patokan gaya menulis. Sebuah gaya tulisan
tangan Akkad yang anggun dan sederhana diajarkan dalam sekolah menulis di
seluruh daerah dari dataran tinggi Iran hingga ke hulu Sungai Tigris dan Eufrat
di Anatolia hingga ke Mediterania. Melalu penyebaran tulisan yang diresmikan
bahasa Akkad menjadi lingua franca di
seluruh Timur Dekat, terus begitu hingga seribu tahun kemudian atau lebih
(Kriwaczek, 2013 : 228).
Akkadia mengalami keruntuhan karena :
kira-kira setelah 2200 SM musim hujan menjadi jarang, badai kering
menggantikannya. Banyak orang berpindah mencari daerah yang masih menyediakan
air di sepanjang sungai. Lebih dari seratus tahun penggurunan ini berlangsung.
Orang-orang menjadi miskin, kelaparan, dan mati. Perdagangan biji-bijian dari ladang
air hujan ke Akkad dan kota-kota di Selatan berhenti. Sumeria mengalami
kesulitan memberi makan rakyatnya. Ribuan orang meninggalkan rumah mereka di
Utara dan menuju kota-kota tua. Hujan sangat berkurang mengakibatkan
pendangkalan sungai yang mengimbas pada kelaparan lebih lanjut di Utara. Perubahan
iklim menggelisahkan orang-orang barbar di sekitarnya sehingga mereka Hurria, Gutia, dan Amorite melakukan penyerbuan untuk menjarah apa saja yang dapat
mereka ambil untuk bertahan hidup. Terjadilah kekacauan dan keruntuhan
(Kriwaczek, 2013 : 234-235). Bangsa Guti mencengkeram Mesopotamia (Kriwaczek,
2013 : 237).
Utu-hegal meninggalkan Mesopotamia dan
pergi ke Guti. Ia menyiapkan pemberontakan sejak lama sebelum bergerak
(Kriwaczek, 2013 : 243). Utu-hegal melanjutkan perjalanan dari Uruk dan
mendirikan tenda-tenda di Kuil Ishkur
(dewa badai). Utu-hegal berangkat bersama pasukan elitnya, berbaris ke Utara di
sepanjang Sungai Eufrat, dan kemudian membelok ke Timur laut di sepanjang kanal
Iturungal. Pasukan ekspedisi maju
dengan kecepatan 2-15 kilometer dalam sehari, berkemah pada malam keempat di
kota Nagsu. Keesokan harinya ia mengistirahatkan pasukannya di Kuil Ilitappe, ketika itu dua utusan dari
Tiringan (Raja Guti), datang untuk berunding dengannya, tetapi mereka kemudian
ditangkap dan dirantai. Pada malam berikutnya pasukan Uruk memasang tenda di Karkar tetapi kembali bergerak diam-diam
pada tengah malam ke satu titik di belakang garis musuh ke hulu dari Adab, kira kira 80 km dari Uruk, di sana
mereka memasang jebakan untuk musuh. Dalam perang berikutnya pasukan Gutian
dikalahkan (Kriwaczek, 2013 : 245).
Dalam beberapa versi, masa Utu-hegal
mencatat panjangnya masa pemerintahannya beragam, missal 427 tahun atau 26
tahun 2 bulan 15 hari atau 7 tahun 6 bulan dan 5 hari. Setelah itu, Uruk
dikalahkan oleh gubernur Ur, Ur-Nammu (Ur-Namma) yang mengambil kekuasaan
kosong yang tak terduga itu untuk bertempur, mengalahkan dan mengambil Uruk
(Kriwaczek, 2013 : 249).
Kira-kira 2100 SM tanah Sumeria mulai terbangun
sendiri, dam sebuah kebangkitan kota Ur,
dibawah dinasti ketiganya oleh karena itu dikenal dalam Assyriologi sebagai Ur III-dibangun sebuah negeri kerajaan daerah
yang besar. Pada puncaknya, kerajaan Sumeria baru ini memasukkan banyak daerah
Mesopotamia tempat kota-kota merdeka sebelumnya menjadi provinsi, dan sebuah
bayangan wilayah budak yang mengelilingi di bawah pemerintahan militer yang
membayar pajak pada pusat. Bahasa Sumeria sekali lagi menjadi bahasa
administrasi meskipun bahasa Akkadia menjadi bahasa sehari-hari dan dalam
militer, keagamaan kembali berjaya (Kriwaczek, 2013 : 249).
Negara Sumeria baru meninggalkan banyak
catatan birokrasi kepada kita yang ditulis pada sabak tanah liat (Kriwaczek,
2013 : 250). Misalnya catatan tentang gandum, roti, dan terkadang daging dan
minyak yang dibagikan negara untuk memberi makan masyarakat, tidak ada tanda-
tanda dari mana mereka mendapatkan pakaian, furniture, peralatan dapur, juga
sayuran yang mereka masak dan buah-buahan. Tentulah ada perdagangan untuk itu,
tapi karena itu semua terjadi diluar negeri maka tidak tercatat (Kriwaczek,
2013 : 251).
Birokrasi Ur III menggunakan sebuah
sistem pencatatan neraca yang canggih dan kejam. Paling bawah, pekerja yang
tidak terampil, dan budak hanya dianggap sebagai properti negara dan tampaknya
tidak memiliki kewajiban selain bekerja dari hari kehari. Jumlah hari-hari
pekerja yang setara dengan hari-hari kerja dihitung menjadi penghasilan untuk
waktu yang digunakan yang dialihkan untuk pekerjaan lain (kelompok kerja sering
diminta tenaganya untuk pekerjaan mendesak di tempat lain seperti panen,
membongkar muatan kapal, atau perbaikan kanal), dan untuk waktu libur yang
menjadi hak para pekerja : satu hari dalam sepuluh hari untuk laki-laki dan
lima hari dari enam hari untuk perempuan (Kriwaczek, 2013 : 254 - 255).
Pada masa Ur III terdapat
penyeragaman-penyeragaman. Kurikulum nasional untuk pelatihan penulisan
diperkenalkan. Akademi-akademi besar yang dikelola negara didirikan dikota-kota
besar seperti Ur dan Nippur. Sebuah gaya penulisan seragam dan sebuah
persediaan frasa untuk digunakan dalam dokumen-dokumen resmi ditetapkan. Berat
dan ukuran diatur :sebuah prasasti menyatakan bahwa raja membentuk ukuran sila
perunggu, mematok berat satu mina, dan mematok berat timbangan dari sekeping
uang perak shekel dalam hubungannya dengan satu mina. Sebuah kalender
kekaisaranpun dirancang. Semua provinsi harus mengikutinya ketika mencatat
urusan negara meskipun beberapa tetap
melanjutkan tradisi lama setempat saat menjalankan urusan-urusan lokal
(Kriwaczek, 2013 : 261-262).
Untuk urusan hukum, ikhtisar hukum
pertama yang kali pertama dikenal adalah kitab undang-undang Ur-Nammu. Ur-Nammu
adalah pendiri dinasti Ur III, anak laki-lakinya adalah Shulgi sebagi raja
paling agung dari kekaisaran Sumeria baru. Dalam undang-undang ini pelanggaran
besar terdiri dari pembunuhan, perampokan, merusak keperawanan istri orang, dan
perselingkuhan saat dilakukan oleh seorang perempuan. Untuk pelanggaran lain
hukumannya adalah denda dalam perak (Kriwaczek, 2013 : 265). Sebagian ketentuan
hukum seperti dijelaskan di bawah ini(Kriwaczek, 2013 : 266) :
Jika
seorang laki-laki melakukan penculikan, ia akan dipejara dan membayar denda
lima belas shekel perak.
Jika
seorang laki laki dengan paksa merusak keperawanan seorang budak perempuan dari
laki-laki lain, laki-laki itu harus membayar denda lima shekel perak.
Jika
seorang laki-laki tampil sebagai saksi dan ternyata ia bersumpah palsu, ia
harus membayar lima belas shekel perak.
Jika
seorang laki-laki memukul. Mata laki-laki lain, ia harus membayar sekeping mina
perak.
Jika
seorang laki-laki merontokkan sebuah gigi laki-laki lain, ia harus membayar dua
keping shekel perak.
Jika
seorang laki-laki dalam perkelahian memukul anggota tubuh laki-laki lain dengan
sebatang tongkat, ia harus membayar satu mina perak.
Untuk hukum Hammurabi yang disusun kira-kira
tiga abad kemudian, ketentuan kejamnya “satu mata dibayar satu mata, satu gigi
dibayar satu gigi” (Kriwaczek, 2013 : 266).
Salah satu bangunan yang sangat dikenal
diperadaban Mesopotamia adalah Ziggurat.
Pada pemerintahan Ur-Nammu di Sumeria sekitar 2100 SM : The Ziggurat dari Ur. Arsitek Ur-Nammu menciptakan sebuah rancangan
yang akan berfungsi sebagai contoh untuk semua gedung yang dirancang (Kriwaczek,
2013 : 273). Ziggurat dibangun dengan
lingkungan pemandangan yang luar biasa indah hijau keemasan. Hamparan ladang gandum
berselang-seling dengan kanal yang berkilauan, berjumai dengan pohon-pohon
palma kurma, cemara dan alder, lapangan yang ditanami digunakan untuk menggembala
domba dan sapi gemuk. Di kejauhan Ziggurat
itu menjulang melebihi cakrawala, permukaan
luarnya tertutup kapur gips,
setiap lapisan memiliki nuansa warna yang berbeda, kadang putih atau lebih
berwarna. Terlihat pula Ziggurat lain
yang menjulang, kira-kira 19 kilometer, dikota pertama Sumeria, Eridu. Dalam
perjalanan waktu, Ziggurat-Ziggurat
dibangun di pusat banyak kota di Mesopotamia dan semua mengikuti pola asli yang
ditetapkan di Ur (Kriwaczek, 2013 : 274).
Tentang bentuk Ziggurat digambarkan sebagai berikut : Disini, di Ur, dasar
bangunan memiliki luas 600 x 45 meter. Bangunan itu dibangun dengan bagian
tengah yang padat dan menggunakan batu bata yang dijemur kering, dibungkus
sebuah lapisan tebal 2,5meter yang terbuat dari bata bakar yang direkatkan
dengan aspal. Dinding bagian bawah kira-kira setinggi 15 meter, tidak kosong
tetapi diberi visual menarik yang halus, menggantikan dinding penopang dan
ceruk, sebuah ciri pada gedung setempat pada abad ke 20. Di atas tingkat
pertama berdiri tingkat berikutnya, agak lebih kecil daripada yang pertama dengan
jalan lebar di sepanjang bagian depan dan belakang serta sebuah teras pada
kedua ujungnya. Pada bagian puncak, di tingkat ketiga berdiri kuil suci Nannar, Dewa Bulan. Tiga tangga
monumental dengan seratus anak tangga dari dasar hingga ke tingkat pertama,
satu yang tegak lurus pada dinding depan, dua lainnya menempel padanya. Mereka
bertemu di pintu gerbang besar yang mengarah ke tangga lain menuju kuil (Kriwaczek,
2013 : 275). Semua yang tampak sebagai garis lurus pada bangunan ini sebenarnya
melengkung, dirancang untuk menekankan pandangan dan memberikan keseluruhan
bangunan besar itu kesan yang kuat sekaligus ringan, seolah gedung besar itu
dapat mengangkat dirinya sendiri dari tanah. Seluruh rancangan bangunan
ini merupakan adikarya (Kriwaczek, 2013
: 276).
Apa sebenarnya tujuan pembangunan Ziggurat, mungkin untuk memperkenalkan
gunung suci yang dianggap sebagai kampung halaman orang-orang Sumeria, mungkin
untuk memunculkan kuil dewa tinggi di atas air bah yang secara teratur
menenggelamkan bagian Selatan Mesopotamia, mungkin untuk menjaga dari orang-orang
biasa mendekati dewa paling suci dari yang suci. Namun diluar itu semua Ziggurat adalah ciptaan artistik yang
kreatif. Proyek–proyek bangunan besar ini memakan waktu lama dalam penyelesaiannya,
sering kali lebih lama daripada usia para penggagasnya (Kriwaczek, 2013 : 276-277).
Olah raga yang kita kenal sekarang ternyata
telah dikenal oleh orang-orang Mesopotamia. Dari penggalian dokumen dan
gambar-gambar stempel menunjukkan semangat pencapaian berbagai jenis olah raga
seperti gulat, tinju, lari cepat, bahkan permainan bola kayu yang dipukul
dengan sebatang tongkat, variasi yang sekarang kita sebut hoki. Kala itu, perlombaan lari sangatlah popular. Tidak lama
setelah itu, orang-orang Babylonia menyebut lomba empat minggu “Bulan Lomba
Jalan Kaki” (Kriwaczek, 2013 : 280).
Keruntuhan kekaisaran Ur III tidak juga
memerlukan waktu lama. Pada awal pemerintahan raja terakhir, Ibbi-Sin, pajak-pajak
dari provinsi-provinsi terpencil berhenti mengalir masuk. Provinsi-provinsi
terpencil menyatakan merdeka. Tanpa sokongan provinsi-provinsi, mengakibatkan harga
gandung di Ur naik 15 kali. Ur menghadapi pemberontakan Isin dan serangan
orang-orang barbar Barat. Seorang pemimpin baru mengambil alih Elam,
mengguncangkan kekuasaan Raja Sumeria, dan sekarang memimpin sebuah ekspedisi
tentara memasuki Selatan Mesopotamia datang dengan kekuatan yang tidak dapat
diatasi di luar dinding Ur. Gerbang dirubuhkan dan kota dilumpuhkan (Kriwaczek,
2013 : 283-287).
.
DAFTAR PUSTAKA
Daldjoeni,
N. 1995. GEOGRAFI KESEJARAHAN I
PERADABAN DUNIA. Bandung : Penerbit Alumni
Hapsari,
Ratna. 2017. SEJARAH UNTUK SMA/MA KELAS
X Kelompok Peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta : Penerbit Erlangga
Kriwaczek.
2013. BABYLONIA Mesopotamia dan
Kelahiran Peradaban. Solo : Metagraf