PERUNDINGAN DAN PERLAWANAN
KEDATANGAN PASUKAN SERIKAT DAN BELANDA SERTA PERUNDINGAN AWAL
Pasukan Serikat datang ke pulau
Jawa dan Sumatra dibawah Komando Asia Tenggara (South East Asia Comand atau SEAC) di bawah pimpinan
Laksamana Lord Louis Mountbatten. Perwira Serikat yang pertama kali datang ke Indonesia,
yakni pada tanggal 14 September 1945, adalah Mayor Greenhalgh yang terjun
dengan payung di lapangan udara Kemayoran. Tugas Greenhalgh adalah untuk
mempersiapkan pembentukan markas besar Serikat di Jakarta.
Kedatangan Greenhalgh disusul
oleh berlabuhnya kapal penjelajah Cumberland yang mendaratkan pasukan di Tanjung Priok
pada tanggal 29 September 1945. Kapal itu membawa perwira Skadron Penjelajah V
Inggris, yakni Laksamana Muda W.R. Patterson. Pasukan Serikat yang bertugas di Indonesia ini merupakan komando bawahan dengan
tiga divisi dari SEAC yang diberi nama Allied
Forces Netherlands East Indies (AFNEI) dan ada di bawah pimpinan Letnan
Jenderal Sir Philip Christison. Tugas
dari Pada AFNEI di Indonesia adalah melaksanakan perintah Gabungan kepada Staf
Serikat yang diberikan kepada SEAC diantaranya ialah:
1.
menerima penyerahan dari tangan Jepang.
2.
membebaskan para tawanan perang dan interniran Serikat
3.
melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian
dipulangkan,
4.
menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk
kemudian diserahkan kepada pemerintah sipil,
5.
menghimpun keterangan tentang penjahat perang dan menuntut
mereka di depan pengadilan Serikat..
Pasukan Serikat datang ke Indonesia
disambut dengan kecurigaan setelah diketahui bahwa pasukan Serikat / Inggris
itu datang membawa orang orang NICA (Netherlands
Indies Civil Administration) yang dengan terang-terangan hendak menegakkan
kembali kekuasaan Hindia Belanda. Keamanan merosot, NICA mempersenjatai kembali
orang-orang KNIL yang baru dilepaskan dari tawanan Jepang. Terjadilah banyak provokasi dari mereka. Agaknya
Christison telah memperhitungkan bahwa usaha pasukan-pasukan Serikat tidak akan
berhasil tanpa bantuan Pemerintah Republik Indonesia. Karenanya Christison
berunding dengan pemerintah RI dan mengakui defacto Republik Indonesia
pada tanggal 1 Oktober 1945. Sejak itu masuklah pasukan Serikat ke wilayah RI.
Pengakuan ini diperkuat dengan penegasan Christison bahwa ia tidak akan
mencampuri persoalan yang menyangkut status ketatanegaraan Indonesia.
Kenyataannya lain; di kota-kota
yang didatangi oleh pasukan Serikat lalu terjadi insiden bahkan pertempuran.
Hal ini disebabkan karena pasukan pasukan Serikat / Inggris itu tidak
menghormati kedaulatan RI, dengan cara menteror rakyat dan pimpinan Indonesia.
Sementara itu perlawanan rakyat terhadap pasukan Serikat meningkat sampai akhir
tahun 1945. Hal ini memunculkan kesempatan dari Panglima Angkatan Perang
Belanda Laksamana Helfrich. Ia memerintahkan pasukannya untuk membantu pasukan
Jenderal Christison melaksanakan tugas di Jawa Barat.
Pada tanggal 1 November 1945
pemerintah mengeluarkan sebuah maklumat politik. Dinyatakan dalam maklumat tersebut
bahwa Pemerintah menginginkan pengakuan terhadap Negara dan Pemerintah Republik
Indonesia dari Serikat maupun dari pihak Belanda yang dibuat sebelum Perang
Dunia II dan berjanji akan mengembalikan semua milik asing atau memberi ganti
rugi atas milik asing yang telah dikuasai oleh Pemerintah. Bersamaan dengan itu
dikeluarkan pernyataan bahwa Pemerintah menyukai berdirinya partai-partai
politik sebagai sarana pembantu perjuangan.. Sebagai realisasinya kabinet
diganti menjadi kabinet ministerial.
Sebagai perdana menteri ditunjuk Sutan Sjahrir.
Pemerintah Inggris yang ingin
secepatnya melepaskan diri dari kesulitan pelaksanaan tugasnya di Indonesia mengirimkan Sir Archibald Clark Kerr
sebagai duta istimewa ke Indonesia,
sedang Belanda diwakili wakil gubernur jenderal Dr. H.J.Van Mook. Perundingan
dimulai pada tanggal 10 Februari 1946. Dalam
awal perundingan itu Van Mook menyampaikan pernyataan politik pemerintah
Belanda yang terdiri atas 6 pasal yang mengulangi pidato Ratu Belanda tanggal 7
Desember 1942 yang isi pokoknya yaitu:
1.
Indonesia
akan dijadikan Negara persemakmuran berbentuk federasi yang memiliki
pemerintahan sendiri di dalam lingkungan kerajaan Nederland;
2.
Masalah dalam negeri diurus oleh Indonesia, sedang urusan luar
negeri diurus oleh pemerintah Belanda;
3.
Sebelum dibentuknya persemakmuran akan dibentuk
pemerintah peralihan selama 10 tahun;
4.
Indonesia
akan dimaksukkan sebagai anggota PBB.
Pemerintah belum membalas usulan
tersebut. Di dalam negeri muncul oposisi dari Persatuan Perjuangan yang berpendapat
perundingan hanya dapat dilaksanakan atas dasasr pengakuan 100% terhadap RI.
Dalam sidang KNIP di Solo (28 Februari – 2 Maret 1946) mayoritas suara
menentang kebijakakan perdana menteri Sjahrir. Mandat dikembalikan kepada
presiden. Tapi presiden menunjuk kembali sjahrir menjadi formatur kabinet dan
menjabat kembali menjadi Perdana Menteri.
Pemerintah menyusun usulan
balasan yang terdiri dari 12 fasal al:
1.
RI harus diakui sebagai Negara yang berdaulat penuh
atas wilayah bekas Hindia Belanda;
2.
Pinjaman-pinjaman Belanda sebelum tanggal 8 Maret 1942
menjadi tanggungan pemerintah RI;
3.
Federasi Indonesia-Belanda akan dilaksanakan dalam masa
tertentu, dan mengenai urusan luar negeri dan pertahanan di serahkan kepada
suatu badan federasi yang terdiri atas orang-orang Indonesia dan Belanda;
4.
Tentara Belanda segera ditarik dari Indonesia dan jika perlu diganti dengan Tentara RI.
5.
Pemerintah Belanda harus membantu pemerintah Indonesia
untuk dapat diterima sebagai anggota PBB.
6.
Selama perundingan berlangsung semua aksi militer hasus
di hentikan dan fihak RI akan melakukan pengawasan terhadap pengungsian
tawanan-tawanan Belanda dan interniran
lainnya.
Usulan ditolak Van Mook. Van Mook
mengajukan usul pribadi untuk mengakui RI sebagai wakil Jawa untuk mengadakan
kerjasama dalam rangka pembentukan Negara Federal yang bebas dalam lingkungan
kerajaan Belanda. Wakil semua bagian Hindia Belanda dan wakil semua golongan minoritas akan berkumpul untuk
menetapkan struktur Negara Indonesia
yang akan datang itu. Selanjutnya pasukan-pasukan Belanda akan mendarat untuk menggantikan
tentara Serikat.
Tanggal 27 Maret 1946 Sjahrir memberikan jawaban yang disertai
konsep persetujuan dalam membentuk traktat yang isi pokoknya yaitu:
1.
Supaya pemerintah Belanda mengakui kedaulatan de facto RI atas Jawa dan Sumatra;
2.
Supaya
RI dan Belanda bekerjasama
membentuk RIS;
3.
RIS bersama-sama Nederland,
Suriname, Curacao,
menjadi peserta dalam suatu ikatan kenegaraan Belanda.
Perundingan di Jakarta antara
Sutan Sjahrir dan Van Mook dengan disaksikan oleh Archibald Clark Kerr
berakhir. Hasil perundingan oleh Van Mook akan dilaporkan kepada Pemerintah
Belanda.
Dengan perantara Clark Kerr
diadakan perundingan di Hooge Veluwe (negeri Belanda). Delegasi Indonesia
terdiri dari Mr. Suwandi, dr. Sudarsono dan Mr. Abdul Karim Pringgodigdo. Belanda di wakili Dr. Van Mook,
Prof Logemann, Dr. Indenburgh, Dr. Van Royen, Prof. Van Asbeck, Sultan Hamid II
dari Pontianak, dan Surio Santoso. Dalam perundingan ini Belanda menolak hasil
pertemuan Sjahrir – Van Mook – Clark Kerr di Jakarta. Perundingan yang
berlangsung selama 10 hari itu (14 – 25 April 1946) gagal. Untuk sementara
waktu hubungan Indonesia Belanda terputus. Tanggal
2 Mei 1946 Van Mook kembali membawa usul pemerintahannya yang terdiri atas 3
pokok:
1.
Pemerintah Belanda mengakui RI sebagai bagian dari
persemakmuran (gemeennebest) Indonesia
yang berbentuk federasi (Serikat).
2.
Persemakmuran Indonesia Serikat di satu pihak dengan Nederland, Suriname
dan Curacao di lain pihak akan merupakan
bagian-bagian dari Kerajaan belanda;
3.
Pemerintah belanda akan mengakui de facto Kekuasaan RI
atas Jawa, Madura dan Sumatra, dikurangi
dengan daerah-daerah yang diduki oleh tentara Inggris dan Belanda.
Hal ini ditolak RI pada tanggal 17 Juni 1945 dengan membalas jawab
sebagai berikut:
1.
RI berkuasa de facto
atas Jawa, Madura, Sumatra ditambah dengan
daerah-daerah yang dikuasi oleh tentara Inggris dan Belanda;
2.
RI menolak ikatan kenegaraan dan menghendaki penghentian
pengiriman pasukan Belanda ke Indonesia,
sedangkan pemerintah RI tidak akan menambah pasukannya;
3.
Pemerintah Republik menolak suatu periode peralihan
dibawah kedaulatan Belanda.
Tekanan politik dilakukan dengan
menyelenggarakan konferensi Malino (15-25 Juli 1946), dengan tujuan untuk membentuk
negara-negara di daerah-daerah yang baru diserahterimakan oleh Inggris dan Australia.
Selain konferensi Malino, juga
diselenggarakan konferensi di Pangkalpinang (1 Oktober 1946) khusus untuk
golongan minoritas. Tekanan militer
terus dilakukan Belanda dengan mengirimkan pasukan ke Indonesia. Pada bulan Agustus 1946
Lord Killearn datang ke Indonesia
dan menemui Menteri Luar Negeri Sjahrir.
Pokok pembicaraan Sjahrir – Killearn adalah tiga hal:
1.
Masalah gerakan
militer dan gencatan senjata. Untuk ini akan dikirim perwira TRI yang akan membahas
detail teknis dengan markas besar Serikat di Jakarta.
2.
Mengenai masalah
RAPWI (Relief of Allied Prisoners of War and Internees). Sjahrir juga
menjanjikan akan mengirim perwira TRI yang ditugasi untuk membahas masalah tersebut.
3.
Masalah golongan
minoritas. Indonesia berjanji tetap melindungi
golongan minoritas.
Realisasinya tanggal 17 September
1946, dikirim delegasi TRI dalam rangka membicarakan gencatan senjata. Delegasi
dipimpin Jend. Mayor Sudibjo dengan 6 anggotanya. Indonesia mengajukan nota yaitu:
1.
Gencatan senjata secara total di darat, laut dan udara;
2.
penghentian pemasukan pasukan Belanda ke Indonesia;
3.
Jaminan dari Serikat bahwa Serikat tidak akan
menyerahkan senjata-senjatanya kepada pihak Indonesia;
4.
pembukaan atau kebebasan memakai jalan di darat, laut
dan udara oleh pihak RI;
5.
Penyingkiran orang Jepang baik sipil maupun militer
dari seluruh Indoensia.
Kabinet baru Sjahrir III melakukan perundingan dengan pihak Belanda
selama 5 hari yaitu tanggal 9 – 14 oktober 1946 dengan hasil:
1.
Delegasi Indonesia, Inggris dan belanda
mengadakan gencatan senjata atas dasar kedudukan militer pada waktu kini dan
atas dasar kekuatan militer;
2.
Disetujui pembentukan Komisi Gencatan Senjata yang
bertugas untuk menimbang dan memutuskan pelaksanaan gencatan senjata dan
pengaduan terhadap pelanggaranya.
3.
Komisi ini bekerja sampai 30 November 1946.
4.
Disetujui bersama membentuk sub-komisi teknis yang
berdiri atsa para kepala staf militer Inggris,
Indonesia dan
Belanda. Tugas sub-komisi ini adalah untuk selekasnya memberi perintah penghentian
tembak-menembak, menyusun isntruksi untuk pedoman pelaksanaan gencatan senjata,
membentuk badan arbitrase dll.
Sesuai dengan persetujuan itu
pada akhir November dan awal Desember diadakan perundingan antara Indonesia
dan Belanda untuk menetapkan garis demarkasi.
Namun perundingan-perundingan ini tidak mencapai keputusan(Notosusanto, 1992:
121-132).
PERUNDINGAN LINGGAJATI:
Setelah
tercapai kesepakatan gencatan senjata maka awal November 1945, perundingan
diadakan di Indonesia,
bertempat di Linggajati.Lokasi Linggarjati diusulkan oleh Maria Ulfah Santoso
(Menteri sosial), yang dekat dengan sjahrir. Ayah Maria pernah menjadi regent
(Bupati) kuningan. Kebetulan, Residen Cirebon Hamdani, dan Bupati cirebon , Makmun Sumadipradja,
juga sahabat Sjahrir. Delegasi Belanda mulannya mengkhawatirkan keamanan. Namun
Sjahrir berhasil meyakinkan kemampuannya mengontrol wilayah tersebut (dikutip
dari Edisi Khusus 100 Tahun Sjahrir Majalah Tempo Edisi 9 – 15 Maret 2009 Sutan
Sjahrir Peran Besar Bung Kecil, Sub Judul: Linggarjati, Sebuah Jalan hal53).
Sidang terlaksana pada 11 – 15 November 1946. Indonesia dipimpin oleh Sutan
Syahrir, anggotanya Mr. Moh. Roem. Mr. Susanto Tirtoprojo dan AK. Gani.
Sementara pihak Belanda dipimpin oleh Prof. Schermerhorn dengan beberapa anggota,
yakni Van Mook, F. de Boor dan Van Poll. Sebagai penengah dan pemimpin sidang
adalah Lord Killearn juga saksi yaitu Amir Syarifudin, dr. Leimena, dr.
Sudarsono dan Ali Budiarjo. Presiden
RI beserta wakil juga hadir.
Isi pokok perundingan Linggajati adalah:
1.
Pemerintah Belanda mengakui kekuasaan secara de facto
pemerintahan RI atas wilayah Jawa, Madura dan Sumatra.
Sedangkan daerah-daerah yang diduduki Sekutu atau Belanda secara
berangsur-angsur akan dikembalikan kepada RI.
2.
Akan di bentuk NIS yang
meliputi seluruh wilayah Hindia belanda (Indonesia) sebagai Negara
berdaulat.
3.
Pemerintah Belanda dan RI akan membentuk Uni Indonesia
Belanda yang dipimpin oleh raja Belanda.
4.
Pembentukan NIS dan Uni Indonesia Belanda diusahakan
sudah selesai sebelum 1 Januari 1949.
5.
Pemerintah
RI mengakui dan akan memulihkan
seta melindungi hak milik asing.
6.
Pemerintah
RI dan Belanda sepakat untuk
mengadakan pengurangan jumlah tentara.
7.
Bila terjadi perselisihan dalam melaksanakan
perundingan ini , akan menyerahkan masalahnya kepada komisi Arbitrase.
Setelah naskah diparaf timbulah
pro dan kontra. Beberapa parpol menyatakan menentang yaitu Masyumi, PNI, Partai
Wanita, Angkatan Comunis Muda (ACOMA), Partai Rakyat Indonesia, Laskar Rakyat
Jawa barat, Partai Rakyat Jelata, sedangkan yang mendukung adalah PKI, Pesindo,
BTI, Laskar Rakyat, Partai Buruh, Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan
partai Katholik. Golongan penolak linggajati bergabung dalam Benteng Republik Indonesia.
Pertentangan ini terus terjadi maka Pemerintah bertindak untuk mengubah
perimbangan kekuatan di dalam KNIP supaya cenderung kepada sikap pro Linggajati.
Pada bulan Desember 1946 dikeluarkan Peraturan Presiden No. 6/1946, yang
bertujuan untuk menambah anggota Komite Nasional Indonesia Pusat. Peraturan Presiden No. 6 ini menggariskan
pembebasan para pejabat negara yang aktif sebagai anggota KNIP, seruan kepada
partai partai politik besar untuk memilih calon-calonnya sejumlah dua kali
lipat jumlah hak perwakilan mereka dalam KNIP, serta penambahan wakil-wakil
dari daerah di luar Jawa dan Madura. Peraturan presiden di tentang partai anti Linggajati termasuk
PNI dan Masyumi, kedua partai besar ini berpendapat bahwa peraturan presiden
tersebut tidak sah, karena setelah ada kabinet, presiden tidak boleh melakukan
tindakan yang bersifat legislative.
Mereka juga memggugat bahwa dalam membuat peraturan itu Badan Pekerja KNIP
tidak diajak berunding. Presiden mendapat pembelaan dari Partai Sosialis yang
meyatakan bahwa peraturan Presiden tersebut adalah sah berdasarkan hak prerogative presiden. Presiden
sendiripun menentang golongan anti Linggajati dengan menyatakan pada sidang
pleno KNIP yaitu dinyatakan bahwa dengan penambahan anggota baru, susunan KNIP
menjadi lebih sempurna dan lebih mewakili seluruh rakyat indonesia. Akhirnya sidang menerima
Peraturan presiden tersebut, dan tanggal 28 Februari 1947 dilantik sejumlah 232
anggota baru KNIP. Dengan demikian
pemerintah berhasil memperoleh dukungan dari KNIP untuk meratifikasi persetujuan Linggajati (Notosusanto,
1992:132-134).
Naskah di paraf di Istana Rijswijk Jakarta.
Isi perundingan harus disahkan oleh parlemen masing-masing,. Akhirnya isi
perundingan disahkan KNIP pada 25 Maret 1947.
AGRESI MILITER BELANDA 1
Sekitar bulan
Mei 1947 pihak Belanda sudah memutuskan bahw mereka harus menyerang Republik
secara langsung. Biaya pemeliharaan suatu pasukan bersenjata sekitar 100.000
serdadu di Jawa, yang sebagian besar tidak aktif, merupakan pemborosan keuangan
yang serius yang tidak mungkin dipikul oleh perekonomian negeri Belanda yang
hancur karena perang. Apabila mereka ingin mempertahankan pasukan ini maka
pihak Belanda memerlukan komoditi dari Jawa (khususnya gula) dan Sumatra
(khususnya minyak dan karet). Kalangan militer Belanda merasa yakin bahwa
kota-kota yang dikuasai Republik dapat ditaklukkan dalam waktu dua minggu dan seluruh wilayah Republik dalam
waktu enam bulan (Ricklefs, 2005 : 338).
Pada tanggal
30 Juli 1947 tengah malam pihak Belanda melancarkan aksi polisional mereka yang
pertama. Pasukan-pasukan bergerak dari Jakarta dan Bandung untuk menduduki Jawa
Barat (tidak termasuk Banten), dan dari Surabaya untukmenduduki Madura dan
Ujung Timur. Gerakan gerakan pasukan yang lebih kecil mengamankan wilayah
Semarang. Dengan demikian, Belanda menguasai semua pelabuhan perairan dalam di
di Jawa. Di Sumatera, perkebunan-perkebunan di sekitar Medan,
instalasi-instalasi minyak dan batu bara di sekitar Palembang, dan daerah
Padang diamankan. Pasukan pasukan Republik bergerak mundur dalam kebingunan dan
menghancurkan apa yang dapat mereka
hancurkan. Di beberapa daerah terjadi aksi aksi pembalasan detik terakhir :
orang-orang Cina di Jawa Barat dan kaum bangsawan yang dipenjarakan di Sumatera
Timur dibunuh. Beberapa orang Belanda, termasuk van Mook , ingin melanjutkan
merebut Yogyakarta dan membentuk suatu pemerintahan Republik yang lebih lunak.
Tetapi pihak Amerika dan Inggris yang tidak menyukai aksi polisional tersebut
menggiring Belanda untuk segera menghentikan penaklukan sepenuhnya terhadap
Republik(Ricklefs, 2005 : 338-339).
Tujuan Belanda
melakukan serangan atas RI yang dimulai sejak 21 Juli 1947 ialah penghancuran
RI. Tetapi untuk mencapai tujuan itu Belanda tidak bisa melakukannya sekaligus.
Karena itu pada fase pertama belanda
harus mencapai sasaran sebagai berikut (Moedjanto,1988:15):
1.
Politik : pengepungan ibu kota RI dan
penghapusan RI dari peta (menghilangkan de facto RI);
2.
Ekonomi : perebutan daerah-daerah penghasil bahan
makanan (daerah beras di Jawa Barat dan Jawa timur) dan bahan eksport
(perkebunan di Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatra serta pertambangan di Sumatra).
3.
Militer : penghancuran TNI.
TNI dalam perang kemerdekaan I
mempraktekkan sistem pertahanan linear (mempertahankan garis pertahan) yang ternyata
tidak efektif, sehingga TNI terusir
dari kota-kota. Akan tetapi TNI tidak mengalami kehancuran, lalu bertahan di
desa-desa.
Yang tampil
sebagai pembela utama RI adalah India
dan Australia.
India membela RI karena
solidaritas Asia terutama sesudah konferensi Inter Asia di New Delhi (Maret 1947) dimana
RI ikut serta. Lagi pula hubungan RI India baik sekali antara lain karena
politik beras Sjahrir, dan ketegasannya dalam membela semangat Piagam PBB. Ia (India)
berpegang pada pasal 34 yaitu yang menyebut tentang pemeliharaan perdamaian dan
keamanan dunia. Sedang Australia
mendasarkan pembelaannya atas pasal 39 yang menyebut tentang adanya ancaman
terhadap perdamaian dunia. Disamping itu Partai buruh Australia yang sedang berkuasa
memang pada dasarnya bersimpati kepada perjuangan kemerdekaan. Berdasarkan hal ini Indonesia dan Australia
lalu mengajukan resolusi bersama DK – PBB agar Belanda dan RI segera
menghentikan permusuhannya dan menyerahkan perselisihan mereka kepada komisi Arbitrase sesuai dengan pasal 17
persetujuan Linggajati resolusi bersama itu diajukan ke DK PBB tanggal 30 Juli
1947. Amerika mengajukan usul kompromi yang kemudian diterima DK PBB tanggal 1
Agustus 1947 (Inggris, Prancis dan Belgia abstain).
Isinya adalah mendesak Belanda dan RI untuk:
1.
menghentikan permusuhan;
2.
menyelesaikan perselisihan mereka dengan bantuan komisi
Arbitrase atau cara damai lainya,dan
melaporkan kepada DK PBB segala kemajuan yang dicapai.
Usul Rusia dan Polandia agar
pasukan Belanda ditarik ke daerah asal penyerangan ditolak.
Pada tanggal 3 Agustus 1947
pemerintah Belanda menerima resolusi DK PBB dan memerintahkan kepada Van Mook
agar penghentian tembak menembak dilaksanakan mulai malam hari tanggal 4/5
Agustus 1947, begitu juga RI. Tetapi banyak terjadi pelanggaran yang dibuat Belanda
dengan membiarkan tentaranya bergerak terus dalam pengepungannya atas daerah RI.
Karena itu ketika Sjahrir
beruntung dapat berbicara di depan sidang DK PBB pada tanggal 14 Agustus 1947,
ia menyatakan kalau jalan satu-satunya untuk mengakhiri pertempuran ialah
pembentukan komisi pengawas yang bertugas menjamin terlaksananya resolusi DK
PBB. Ditambahkan pula perlunya DK menerima usul Australia secara keseluruhan dan
penarikan pasukan Belanda ke tempat kedudukan sebelum penyerangan berlangsung.
Dukungan kuat atas usulnya hanya datang dari Rusia dan Polandia. Suatu usul
dari Rusia untuk membentuk komisi pengawas gencatan senjata didukung oleh
Amerika, Australia, Brazilia, Columbia, Polandia dan Suria, tetapi diveto oleh
Prancis, karena dianggap terlalu menguntungkan
RI. Ia hanya akan setuju pembentukan Komisi Konsuler (terdiri dari
sejumlah konsul yang ada di Jakarta)
yang bertindak sebagai pengawas dan yang harus melaporakn bagaimana pelaksanaan
gencatan senjata kepada DK PBB. Akhirnya usul Amerika tanggal 25 Agustus 1947
diterima. Isi usul Amerika yang diterima
menjadi keputusan DK ialah pembentukan suatu Committee of Good Offices (Komisi Jasa jasa baik) untuk membantu kedua
pihak dalam menyelesaikan pertikaian mereka seperti tercantum pada pokok kedua
dari resolusi 1 Agustus 1947. Atas dasar keputusan DK tersebut maka Belanda
kemudian memilih Belgia, RI
memilih Australia
dan Kemudian kedua negara memilih negara ketiga, yaitu Amerika. Ini
terjadi pada tanggal 18 September 1947. Komisi itu baru tiba di Indonesia
pada akhir Oktober 1947 (Moedjanto,1988:15-17).
Pada tanggal 29 Agustus 1947
secara sepihak Belanda memproklamasikan apa yang dikenal sebagai garis (demarkasi) Van Mook menjadi garis batas
antara daerah kedudukan masing-masing pihak pada saat gencatan senjata diselenggarakan.
Daerah-daerah ini karena terletak dalam garis Van Mook harus ditinggalkan oleh
RI.. Atas tindakan Van Mook wakil PM AK Gani mengirimkan tilgram ke Dewan
Keamanan PBB pada 29 September 1947 membeberkan pelanggaran pelanggaran Belanda
dan mendesak supaya DK PBB memerintahkan Belanda menarik mundur pasukannya ke
tempat kedudukan sebelum penyerangan. Usul ini hanya dapat dukungan Rusia dan Australia, yang keduanya menjadi anggota DK, dan
India
(Moedjanto,1988:17-18).
Sementara itu Komisi Konsuler yang terdiri dari
konsul-konsul Inggris, Australia, Perancis, Cina, Belgia dan AS melaporkan pada
14 dan 22 Oktober bahwa perintah gencatan senjata tidak dilakukan oleh Belanda.
Perintah itu hanya mungkin ditaati bila DK bertindak lebih jauh. Akhirnya atas
usul Amerika Serikat, DK memutuskan usul kompromi pada 1 November 1947. Isinya
: Mendesak kedua pihak untuk berunding, baik langsung maupun dengan menggunakan
jasa-jasa baik, baik langsung maupun dengan menggunakan KTN. Dinasihatkan pula
bahwa resolusi 1 Agustus 1947 harus diartikan bahwa penggunaan tentara oleh
masing-masing pihak yang berselisih untuk meperluas daerah pedudukan masing-masing
sesudah 4 Agustus 1947 bertentangan dengan resolusi 1 Agustus 1947.
Belanda tak mau mengindahkan peringatan tersebut, bahkan 10 hari sesudah
resolusi 1 November Belanda mememperluas daerah pendudukannya di Madura,
sehingga seluruh Madura dikuasainya. Kini AS tahu persis apa yang terjadi Indonesia baik
dari anggota komisi maupun dari para wartawan, antara lain Arnold C. Brackman.
Karena itu AS merasa tidak enak lagi untuk mendukung politik Belanda di
Indonesia, sampai-sampai menlu Marshall
memperingatkan Belanda jangan melakukan tindakan kekerasan lagi untuk merebut
daerah RI dengan ancaman bantuan ekonomi dari AS (Marshall Plan) akan dihentikan. (Moedjanto,1988:17-18).
PERUNDINGAN RENVILLE
Akhrinya KTN bisa mempertemukan
wakil-wakil Belanda dan RI pada 8 Desember 1947 di kapal Amerika Serikat,
Renville yang berlabuh di pelabuhan Tanjung priok.
Dalam perundingan ini para
delegasinya adalah sebagai berikut:
1.
Delegasi Indonesia dipimpin Mr. Amir
Syarifuddin.
2.
Delegasi belanda dipimpin R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo
yang didampingi Dr. Van Mook.
3.
Delegasi KTN masing-masing : Richard Kirby (Australia),
Paul Zealand(Belgia), dan Frank Graham (USA).
Yang menjadi pertanyaan adalah
mengapa Belanda menggunakan Abdul Kadir Wijoyoatmojo sebagai ketua delegasi.
Mengapa Belanda berbuat demikian karena Belanda berstrategi diplomasi, Abdul
Kadir Wijoyoatmojo lebih berbahaya dari pada Belanda asli. Perundingan ini
membuat Amir Syarifudin berhadapan dengan kawan sendiri. Belanda memang berniat
demikian untuk mengadu domba antar Diplomat Indonesia, biar bergumul bersilat
lidah antar kawan sendiri(Suprapto,
1985: 73-74).
Usul-usulnya yang pertama diterima
oleh RI sepenuhnya, tetapi hanya sebagian diterima oleh Belanda. Begitu juga
usul-usulnya yang kedua. Tawar menawar usul terjadi, sehingga sampai menjelang Natal 1947 belum tercapai
persetujuan. Karena tentang Belanda maka KTN akhirnya mengeluarkan Pesan Natal (Christmas Message) tertanggal 26
Desember 1947 yang berisi usul-usul yang sangat lebih dekat dengan keinginan Belanda.
Pesan Natal itu menghendaki perdamaian dengan garis Van Mook, suatu hal yang
menjadi tuntutan Belanda, diterima sebagai batas kedudukan militer kedua pihak
tetapi dengan catatan bahwa dalam waktu tidak kurang dari 3 bulan Belanda akan
menarik tentaranya ke tempat kedudukan sebelum 21 Juli 1947, dan bahwa
pemerintah RI akan difungsikan kembali setelah penarikan. Usul tersebut diterima
RI. Sedangkan Belanda dalam jawabannya tertanggal 2 Januari 1948 hanya menerima
sebagian dari usul KTN tersebut dengan memasukkannya ke dalam usul balasannya
yang terdiri atas 12 pasal. Dalam usul balasan, yang nanti akan menjadi satu
bagian dari naskah dasar-dasar politik Renville, Belanda antara lain
mengusulkan bahwa:
1.
Agar bantuan KTN diteruskan;
2.
Agar dalam waktu tak kurang dari 6 bulan tetapi tidak
lebih dari 1 tahun setelah penandatangan persetujuan, perundingan yang sukarela
dan bebas tentang soal-soal pokok segera dilangsungkan;
3.
Pemilihan yang bebas akan diselenggarakan untuk penentuan
nasib sendiri tentang hubungan politik rakyat sesuatu daerah dengan NIS;
4.
Tiap pihak akan menjamin kebebasan berkumpul, berbicara
dan berpendapat dengan catatan bahwa kebebasan itu tidak akan dipakai untuk
melakukan tindakan kekerasan atau pembalasan.
Niat Belanda yang tidak baik
nampak lebih jelas ketika pada 25 Desember 1947 Belanda secara sepihak telah
menyetujui berdirinya Negara Sumatra Timur yang meliputi daerah pendudukannya
yang kaya. Jadi Belanda tanpa berembuk dengan RI ataupun KTN telah dengan
semaunya menciptakan negara negara bagian di daerah yang dirampasnya dari RI.
Pada tanggal 4 Januari 1948 Belanda
membuka suatu konferensi yang
dihadiri 10 wakil daerah, 3 diantaranya daerah rampasan dari RI yaitu Jawa Barat, Madura dan Sumatra Timur. Konferensi yang dihadiri PM Belanda, Beel, memutuskan persiapan kearah segera
terbentuknya NIS
sebagai suatu negara merdeka. RI
diajak ikut serta dalam pemerintahan sementara, tetapi sebagai peserta minoritas
sedangkan beberapa negara
bagian made in Holland
mempunyai suara sedikitnya dua kali lipat. Pada tanggal 9 Janurari 1948 Belanda
menyampaikan nota penegasan kepada KTN untuk disampaikan kepada pihak RI. Dalam
surat
pengantarnya Belanda menyatakan bahwa RI harus menerima usul-usulnya dalam
waktu 3 hari. Kalau tidak demikian Belanda bebas bertindak. Karena KTN tahu
kalau pihak RI pasti akan menolak usul 12 pasal dari pihak Belanda dari garis status quo ciptaan Van Mook, maka untuk
mengatasi jalan buntu KTN pada 11 Janurai 1948 menawarkan 6 pasal tambahan.
Pelaksanaan pasal pasal ini akan menjamin bangsa Indonesia menentukan nasib sendri
misalnya lewat plebisit. Di harapkan
bahwa pasal-pasal ini akan memindahkan arena perjuangan dari garis demarkasi
militer ke garis politik demokrasi. Sementara itu Belanda akan merasa puas
karena pokok tambahan tersebut menentukan bahwa:
1.
Kedaulatan Nederland atas Indonesia
sesudah massa peralihan akan diserahkan kepada NIS dimana RI akan
merupakan suatu negara
bagian.
2.
Dalam pemerintahan Federal
Sementara yang akan dibentuk,
tiap negara bagian akan mendapatkan perwakilan yang adil.
3.
Tiap Negara berhak minta KTN untuk membantu memecahkan perbedaan
pendapat atau perselisihan pihak pihak yang bersangkutan yang mungkin timbul
selama masa peralihan.
4.
Dalam waktu tidak kurang dari 6 bulan dan tidak lebih
dari satu tahun dari saat penandantanganan persetujuan suatu plebisit akan diadakan untuk menentukan
apakah berbagai penduduk di daerah-daerah Jawa, Madura dan Sumatra menginginkan
daerahnya bergabung dengan RI atau negara bagian lain dari NIS, dengan
kesaksian KTN bila dikehendaki oleh sesuatu pihak.
5.
Sesudah itu suatu konvensi
yang dibentuk secara demokrasi akan menyusun konstitusi federal.
6.
Tiap negara (bagian) berhak tinggal di luar NIS atau menyelenggarakan hubungan khusus dengan NIS atau dengan Nederland.
Belanda mau menerima 6 pasal
tambahan KTN kalau pihak RI juga berbuat sama. Ultimatum 9 Januari diperpanjang 48 jam. KTN kemudian bertemu
dengan wakil RI di Kaliurang tanggal 13 Januari. RI mula-mula keberatan karena
kawatir kalau RI akan kehilangan kekuasaannya di masa peralihan. Atas
kekawatiran itu Graham menjamin RI dengan mengatakan You are what you are.
Arti kata itu kira kira adalah anda
adalah anda ( anda seperti keadaannya sekarang). Kedudukan
RI tetap ada seperti sekarang dan mendapat
jaminan bahwa RI akan mendapat perwakilan yang adil dalam NIS. KTN memperingatkan RI bahwa penolakan
persetujuan gencatan senjata dengan Garis Demarkasi Van Mook, 12 pasal usul
Belanda dan 6 pasal tambahan KTN berarti berakhirnya peranan KTN dan
perselisihan Indonesia-Belanda akan kembali ke DK –PBB dimana veto Perancis
tersedia untuk setiap usaha membentuk komisi Arbitase. Graham meyakinkan RI bahwa hanya dengan penerimaan ketiga
naskah persetujuan itu pemerintah AS akan melindungi RI dari setiap tindakan
kekerasan oleh Belanda. Sebaliknya kalau RI menerimannya, AS akan menggunakan
segala pengaruhnya agar ketentuan plebisit yang bebas akan terselenggara di
bawah pengawasan PBB. Hanya dengan jaminan begitulah RI mau menerima. Pemimpin
RI berkeyakinan bahwa plebisit yang bebas akan menghasilkan
kemenangan bagi RI (Moedjanto,1988:19-22).
Tanggal 17 Januari ditandatangani
naskah perjanjian Renville di atas kapal Renville milik USA, oleh delegasi Indonesia
yang dipimpin oleh Mr. Amir Syarifuddin dan delegasi Belanda dipimpin Abdul
Kadir Wijoyoatmojo. Perjanjian ini
berisi 12 pasal yang pokok-pokok adalah sebagai berikut (Suprapto,
1985: 74-75):
1.
Bantuan KTN akan diteruskan untuk menyelesaikan
pertikaian politik di Jawa, Sumatera dan Madura dengan prinsip perjanjian
Linggarjati.
2.
Menjamin suara rakyat untuk menentukan kehendaknya
dengan leluasa dan mereka sesuai Linggarjati. Dan menjamin kemerdekaan
berkumpul-bersidang, mengemukakan pendapat, penyiaran, asli tidak dengan kekerasan atau untuk pembalasan.
3.
Perubahan pemerintahan Pamong Praja di daerah-daerah
hanya dengan persetujuan rakyat di daerah setelah menjamin keamanan,
ketentraman tidak ada paksaan.
4.
Dalam perjanjian politik dilakukan juga persiapan lambat
laun mengurangi tentara masing masing
5.
Setelah penandatanganan perjanjian penghentian
permusuhan, akan diadakan kerjasama perdagangan, ekonomi dan pengangkutan.
6.
Tidak kurang dari 6 bulan tidak lebih dari setahun akan
diadakan plebisit agar rakyat Indonesia menentukan
kedudukan sendiri di dalam lapangan politik dalam hubungan dengan Negara
Indonesia Serikat.
7.
Dewan yang akan menentukan UU Negara Indonesia akan
dipilih secara demokratis.
8.
Setelah persetujuan ditandatangani dan salah satu pihak
meminta kepada PBB untuk mengadakan suatu Badan pengawasan sampai saat
diserahkannya kedaulatan oleh Pemerintah Belanda.
9.
Kemerdekaan bebas buat semua Bangsa Indonesia.
10. Kerja
sama antara Indonesia Belanda.
11. Satu
negara berdasarkan federasi yang berdaulat dengan satu UUD melalui jalan
demokratis.
12. Adanya
UNI NIS dengan kerajaan Belanda dikepalai oleh turunan raja Belanda.
Alasan RI menerima Renville adalah adanya laporan dari
berbagai panglima tentara kepada Presiden Sukarno yang menyatakan bahwa
persedian amunisi beigitu menipis, serta adanya kepastian bahwa penolakan
berarti serangan baru dari pihak Belanda secara lebih hebat, dan keterangan KTN
bahwa itulah maksimum yang dapat dibuatnya, serta tiada jaminan bahwa DK PBB
bisa menolong, menyebabkan pemimpin pemimpin RI bersedia menerima persetujuan
Reville. Jadi kalau RI menolak ia harus berperang sendiri dengan korban yang
pasti sangat besar. Atas dasar pertimbangan pertimbangan tersebut RI terpaksa
menerima persetujuan Renville yang seluruhnya terdiri atas 3 naskah (Moedjanto,1988:22).
Di bawah ini adalah Konsekwensi perjanjian Renville(Sardiman, 1996):
1.
Wilayah
RI semakin sempit.
2.
Penarikan anggota TNI ke daerah-daerah RI.
3.
Wilayah yang sempit memunculkan masalah kependudukan
dan sosial ekonomi.
4.
Turunnya Kabinet Amir Syarifudin yang diganti kabinet
Hatta yang mengeluarkan program Rekonstruksi
dan Rasionalisasi (Re Ra) TNI, dalam
bentuk pengurangan personil.
5.
Pembentukan negara-negara boneka oleh Belanda yang dilanjutkan
dengan pembentukan BFO (Bijeenkomt Voor
Federal Overleg) dengan ketuanya adalah Sultan Hamid II.
AGRESI MILITER BELANDA II
Pada jam 23.30 tanggal 18
Desember 1948 Cochran mendapat surat dari
delegasi Belanda di Jakarta
untuk disampaikan kepada KTN di Yogyakarta. Isinya: Belanda menyatakan tidak terikat
lagi oleh persetujuan gencatan perang Renville. Tetapi ketika Cochran
hendak mengawatkan isi surat
itu ke Yogya ia dilarang oleh Belanda. Pada jam 23.45 sekretaris delegasi RI di
Jakarta juga mendapat surat
dengan isi yang sama dan mengalami kesukaran yang sama dalam pengiriman kabar
itu ke Yogya. Bahkan satu jam kemudian ditahan. Meski hubungan dengan Belanda
telah menjadi begitu jelek, tetapi pihak RI tidak mengira kalau Belanda berani
menyerang, terutama karena para anggota KTN waktu itu berada di kaliurang. Lebih
lagi karena Cochran menyatakan pula bahwa Belanda tidak akan menggunakan
kekuatan militer. RI memperhitungkan bahwa Belanda berani menyerang baru kalau
penyusunan pemerintahan negara-negara bagian buatan Belanda sudah selesai. RI
menduga bahwa Belanda akan melakukan penyerangan dengan alasan RI mengganggu
keamanan negara bagian yang berbatasan. Perhitungan
RI yang keliru terlihat juga pada persiapan
Presiden untuk berangkat ke India.
Pada tanggal 19 Desember 1945 (hari Minggu) presiden menanti pesawat terbang
yang dikirimkan Nehru untuk menjemputnya,
sementara TNI akan menyelenggarakan latihan militer. Ketika Belanda menjatuhkan
bom di Maguwo barulah diketahui kalau itu bukan latihan tetapi perang
sungguh-sungguh. Hal ini pasti diperhitungkan juga oleh Belanda. Pada waktu itu
PM Hatta juga sedang di Kaliurang untuk berunding dengan KTN(Moedjanto,1988:41).
Kabar pertama pembatalan
persetujuan Renville di Yogyakarta berupa serbuan Belanda pada 19 Desember 1948
jam 05.30 pagi itu. Penyerangan dilakukan dengan pemboman atas Maguwo dan
beberapa bangunan penting di Yogya, seperti RRI. Lalu diikuti dengan penerjunan
900 pasukan payung dan kemudian kesatuan lain. Dalam memasuki Yogya mereka
dibantu oleh KNIL. Tentara Belanda kemudian menawan Presiden dan Wakil Presiden,
Syahrir, sejumlah menteri termasuk Menlu Agus Salim.(Moedjanto,1988:42).
Kemudian menjelang siang hari , sidang kabinet selesai, termasuk
pula sidang darurat BPKNIP yang telah mengambil
keputusan tegas, bahwa pemerintah Indonesia (Tarjo,1984:20-21):
1.
Menyerahkan mandat / kekuasaan kepada:
a.
Mr. Syafrudin Prawiranegara untuk membentuk
Pemerintahan Darurat RI (PDRI) di Sumatra.
b.
L.N. Pallar di New Delhi,
untuk meneruskan kegiatan Pemerintah RI, apabila di Sumatra
gagal.
c.
Menteri-menteri di Jawa yang turut gerilya untuk meneruskan
jalannya Pemerintah RI.
2.
Pemerintah mengeluarkan:
a.
Pengumuman Pemerintah yang ditanda tangani oleh Perdana
Menteri Hatta.
b.
Pidato Kepala Negara yang ditujukan kepada Rakyat Indonesia
seluruhnya.
3.
Memerintahkan kepada:
a.
Angkatan Perang RI untuk terus berjuang sampai titik
darah penghabisan.
b.
Seluruh Rakyat Indoesia untuk melancarkan perjuangan
dengan tak mengenal kompromi.
4.
Pemerintah mengambil keputusan:
a.
Tidak pergi meninggalkan kota,
tetapi akan tetap berada di dalam kota.
b.
Melanjutkan perjuangan dengan jalan lain yang mungkin
ditempuh oleh pemerintah.
Sebelum Presiden ditangkap,
presiden masih sempat mengirimkan radiogram
berisi pemberian kekuasaan negara kepada Menteri Kemakmuran Syafruddin Prawiranegara
yang sedang mengadakan perjalanan di Sumatra,
untuk membentuk pemerintah Darurat RI (PDRI). Andaikata karena sesuatu hal Syafruddin
tidak bisa menjalankan tugas, Presiden memerintahkan Sudarsono, Palar dan
Maramis yang ada di New Delhi untuk membentuk Pemerintah Pelarian (Exile Government).
Karenanya, komandan pasukan
Belanda di Jawa Tengah, Jendral Meyer, mendesak Sukarno untuk memerintahkan
rakyat menghentikan perlawanan, ia menolak.(Moedjanto,1988:42).
Tentang Agresi Militer Belanda ke II ini diceritakan oleh Bung Karno
sebagai berikut:
Setelah menjatuhkan bom selama satu jam
dengan diselingi oleh tembakan roket dari pesawat-pesawat P-51, Belanda
menduduki pelabuhan udara. Pesawat Spitfire buatan Amerika yang terbang rendah
menghujankan pelurunya kejalanan secara merata. Udara kota
Yogyakarta gelap oleh pesawat terbang. 1.000
orang pasukan payung menduduki kantor pos, pemancar radio dan membakari mobil.
Tentara Republik di Yogyakarta ditawan. Dan Belanda menjalankan peranan
busuknya dengan mengangkut orang Republik ketempat tawanan di dalam gerbong
yang tertutup rapat. Menjelang tengah hari mereka menduduki Yogyakarta.
Dua Jam sebelum dimulai pendaratan,
Panglima besar TNI Jendral Sudirman, membangunkanku. Setelah menyampaikan
informasi yang diterimanya terlebih dahulu, dia mendesak, saya minta dengan
sangat agar Bung Karno turut menyingkir. Rencana saya hendak meninggalkan kota ini da masuk hutan.
Ikutlah Bung Karno dengan saya. Aku berkata (Soekarno) Dirman engkau seorang
prajurit. Tempatmu di medan
pertempuran dengan anak buahmu. Dan tempatmu bukanlah tempat pelarian bagi saya.
Saya harus tinggal disini dan mungkin bisa berunding untuk kita dan memimpin
rakyat kita semua.
Kemungkinan
Belanda mempertaruhkan kepala Bung Karno. Jika bung Karno tetap tinggal disini,
boleh jadi Bung dibunuh.
Dan
kalau saya keluar dari sini, Belanda mungkin menembak saya. Dalam kedua hal ini
saya mengadapi kematian, tapi jangan kuatir. Saya tidak takut.
Anak-anak
kita menguburkan tentara Belanda yang mati. Kita perang dengan cara yang
beradab, akan tetap (Sudirman mengepalkan tinjunya) Kami akan peringatkan
kepada Belanda, kalau Belanda menyakiti Sukarno bagi mereka tak ada ampun
lagi.Belanda akan mengalami pembunuhan besar-besaran.
Ruang duduk kami langsung menghadap
keberanda. Sudirman melangkah keluar dan dengan cemas melihat ke udara. Ia
masih belum melihat tanda-tanda. Apakah
ada instruksi terakhir sebelum saya
berangkat tanyanya.
Ia. Jangan adakan pertempuran dijalanan
dalam kota.
Kita tidak mungkin menang. Akan tetapi pindahkanlah tentaramu keluar kota, Dirman
dan berjuanglah sampai mati. Saya
perintahkan kepadamu untuk menyebarkan tetara ke desadesa............
Dengan terburu buru berangka tdari
rumahnya anggota anggota cabinet berkumpul diruangan kecil dibelakan ruang
resepsi, di leputi oleh serba macam kekacauan, mencoba membuat persiapan
tergesa gesa yang mungkin dikerjakan dalam nenit menit terakhir itu. Dengan
cepat dibuatlah rencana cabinet perang teerdiri atas menteri menteri yang
sedang berada diluar kota Yogyakarta
hari itu……….
Sebagaimana rencana kita dalam keadaan
darurat seperti ini, maka permerintahan sementara Republik dipindahkan ke Sumatra.
Kami membuat pengumuman cepat untuk
disiarkan melalui radio. Ia terdiri dari beberapa kalimat saja, akan tetapi
oleh karena menyadari bahwa kami telah dikepung dan bahwa saat itu merupakan
kesempatan yang terakhir, maka kami mengirimkan seorang kurir dan komunikasi
kami yang terakir sebelum radio Republik Indonesia hilang diudara adalah
berupa pesan kepada seluruh dunia.
Kantor telegrap berada dirumah seseorang
yang tinggal tidak jauh dari situ. Sebelum ia ditutup, kami berhasil
mengirimkan dua buah telegram. Satu ke Sumatra,
menyerahkan kekuasaan penuh untuk membentuk pemerintah darurat. Yang satu lagi
ke New Delhi tempat kedutaan kami yang terdekat,
dengan instruksi supaya mengadakan hubungan dengan pemerintah darurat di Sumatra.
Kusuruh membakar dokumen-dokumen penting
supaya tidak jatuh ketangan Belanda. Kami tidak mempunyai waktu guna memilih surat surat
yang perlu diselamatkan, jadi semua arsip yang kami kumpulkan dari jaman Jepang
sampai kejaman revolusi dimusnahkan semua. Secara kebetulan naskah Pancasila
dan naskah UUD dapat diselamatkan.
Tindakanku yang terakhir ialah memanggil
Mutahar kekamarku. Dengan ini aku
memberikan tugas kepadamu untuk menjaga bendera kita dengan nyawamu. Ini tidak
boleh jatuh ketangan musuh. Disatu waktu, jika Tuhan mengijinkannya engkau
mengembalikanya kepadaku sendiri dan tidak kepada siapapun kecuali kepada orang
yang menggantikanku sekiranya umurku pendek. Andai kata engaku gugur dalam
menyelamatkan bendera ini, percayakanlah tugasmu ini kepada orang lain dan dia
kemudian harus menyerahkannya ketanganku sendiri sebagaimana engkau seharusnya
mengerjakannya.
Tentara Belanda terus mengalir melalui
setiap jalanan kota.
Tanggung jawabnya sungguh berat akhirnya ia (Mutahar) memecahkan kesulitan ini
dengan mencabut benang jahitan yang memisahkan kedua belahan dari bendera itu. Bagian
yang putih disembunyikan dalam bajunya. Bagian yang merah di dalam tas pakaian.
Jam 1.30 tentara Kolonial mengambil
kedudukan diseberang istana. Pasukan pengawal istana yang kecil, kurang dari
satu peleton, bertahan dengan gagah berani, akan tetapi karena menghadapi kekuatan
yang jauh lebih besar aku memerintahkan supaya mereka meletakkan senjata. Lewat
tengah hari aku menyuruh seorang pengawal dengan bendera putih. Guna meyakinkan
diri pasukan Belanda menembaki ruangan depan dengan senapan mesin dan juga
bagian dalam istana. Istana sudah dikepung demikan rapat, sehingga akupun bisa
mendengar pembicaraan radio dari Kolonel Van Llangen yang bertugas untuk
menyerbu.
Jam lima sore pasukan Kolonial memasuki istana,
memeriksa setiap ruangan, jendela, pintu dan jalan keluar, menempatkan pengawal
didepan setiap tenpat itu dan melucuti semua senjata.
Jenderal yang memegang pimpinan
mengirimkan pengawal terdiri dari enam orang untuk membawaku kemarkasnya dengan
jip. Sesampainya di kator jenderal itu mendesak “Tuan Sukarno, perintahkan tentara tuan untuk menyerah. Kalau tuan
tidak bersedia, seluruh kekuatan tuan akan dihacurkan dalam tempo seminggu. Ini
saya sampaikan pada tuan. Riwayat negeri tuan dan tuan sendiri sudah tamat.
……..”
Sukarno menjawab “Jenderal, apakah saya menjawabnya sebagai seorang tawan, ataukah saya
menjawabnya sebagai seorang Presiden? Kalau saya seorang Presiden, saya dapat
berunding. Kalau saya seorang tawanan, saya tidak dapat memberika perintah itu”.
Selanjutnya tidak ada pembicaraan.
Jenderal itu mengirimku (Sukarno) kembali keistana.
Jam 7 pagi tanggal 22, Kolonel Van
Langen tanpa pemberitahuan terlebih dulu, memberiku kesempatan lima menit untuk mengemasi dua buah kopor
kecil dan mengucapkan selamat tinggal kepada keluarga. Aku dinaikkan keatas
pesawat B-25 dimana dilakukan tindakan keamanan yang teliti sempai detik
terakhri……….(Adams, 1966: 376-381).
Belanda kemudian menyiarkan
berita bohong kepada dunia. Untuk menghambat kebenaran berita tentang Indonesia
tersiar ke dunia, Belanda melakukan sensor pers yang keras sampai 1 Januari
1949. Permintaan KTN untuk melakukan peninjauan dari udara ditolak, bahkan
anggota-anggota militernya dipersilakan berangkat ke Jakarta dan ditawan sampai 7 Januari.1949.
Tetapi meski demikian RI beruntung karena mempunyai 4 orang diplomat di luar
negeri : Palar, Sudjatmoko, Sumitro dan Sudarpo. Mereka inilah yang leluasa
membela RI di luar negeri. Disamping itu RI masih mempunyai radio gerilya yang
sanggup memancarkan berita penyerangan dan perlawanan rakyat ke luar negeri
(dari Jawa dikirim ke Sumatra, dari Sumatra ke Rangoon
terus ke New Delhi)-(Moedjanto,1988:42).
Perjuangan untuk tetap melakukan perlawanan juga terjadi dari dalam
istana Kerajaan. Hal ini terkisah sebagai berikut:
Sore harinya, kira kira pukul 17.00
datanglah di keraton Kolonel Van Langen, Komandan Tijgerbrigade Belanda yang berfungsi sebagai pengusa meliter untuk
daerah Yogya. Kedatangannya disertai oleh pejabat Belanda bernama Westerhof, dan
keduanya memperlihatkan kepada Hamengku buwono IX sebuah peta kota Yogya yang telah diberitanda-tanda oleh
mereka. Kepada Hamengku Bbuwono IX
dikatakan bahwa ia boleh bergerak leluasa, tetapi dalam batas yang telah diberi
warna merah oleh Belanda. Setelah diteliti, ternyata ruang gerak Hamengku
buwono IX sangat terbatas, yaitu di daerah keraton saja. Dikabarkan bahwa hal
yang sama juga dialami oleh Sri Paku Alam.
Panglima Besar Sudirman setelah
meninggalkan keluarganya di rumah Mangkubumen berangkat keluar kota untuk memimpin perang gerilya
menggerakkan perlawanan terhadap musuh.
Dalam sejarah pendudukan kota
Yogya tercatat serangan serangan gerilya yang paling dashsyat pada januari
1949, suatu keadaan yang sungguh mengerikan bagi tentara pendudukan. Tak mengherankan
bahwa selama periode itu para opsir Belanda tak ada yang berani bertugas di
dalam kota,
terutama pada malam hari mereka bermalam di kompleks Maguwo yang dijaga ketat.
Dan hanya serdadu serdadu NICA yang bukan Belanda totok yang diwajibkan
bertugas malam di kota
Yogya.
Dari dalam keraton mulailah Hamengku
Buwono IX sekarang menjalankan siasatnya. Pertama tama ia menyebarkan berita
bahwa ia meletakkan jabatan sebagai kepala Daerah Istimewa Yoyakarta, kemidan
diikuti oleh Sri Paku Alam. Cara penyebarluasan berita itu dengan penyampaian
dari mulut ke mulut atau Fluistercampagne.
Tujuan penyebaran berita ini, dalam keadaan Hamengku Buwono IX dibatasi ruang geraknya, ia agar soal
keamanan daerah Yogya menjadi tanggung jawab tentara pendudukan. Lagi pula
dengan demikian Hamengku Buwono IX atau Paku Alam tak akan dapat diperalat atau
disuruh melakukan tindakan-tindakan yang membantu musuh.
Dalam posisi yang makin lemah di dunia Internasional.
Belanda berpikir bahwa harapan terakhirnya terletak pada raja ini dan mustahil
bahwa ia tak akan mengingikan daerah, kekuasaan dan kekayaan yang lebih luas,
lebih besar. Dan mulailah selama masa pendudukan Yogya itu dikirimkan seorang
demi seorang utusan kepercayaan Belanda untuk mendekati Hamengku Buwono IX.
Sementara itu wilayah yang dikemukakan
untuk imbalan bagi Hamengku Buwono IX ialah daerah Kedu dan Banyumas, kemudian
ditambah dengan beberapa daerah di Jawa Timur. Dan akhirnya ditawarkan seluruh
Jawa dan Madura dengan kekuasaan besar sebagai “Super Wali Negara”.
Utusan utusan itu tak pernah ada yang
dapat bertemu muka dengan Sultan Hamengku Buwono IX sendiri. Selalu ia hanya
meminta salah seorang saudaranya untuk menemui mereka dengan alasan bahwa
Sultan sedang sakit (Roem dkk,1982:72-75).
PDRI (PEMERINTAHAN DARURAT REPUBLIK
INDONESIA)
Radiogram yang
dikirim tidak sampai, namun sebelumnya Syafrudin Prawiranegara sudah bertemu
dan diberi mandate bila terjadi apa-apa perlu dibentuk pemerintahan darurat(Sardiman,
1996). Tentang radiogram dari Yogyakarta yang tidak pernah sampai di tangan
Syafrudin Prawiranegara juga disampaikan dalam versi lain sebagai berikut:
Keputusan tentang PDRI ini diberitahukan kepada Mr.
Sjafruddin Prawiranegaa yang sedang ada di Sumatra melalui siaran radio, namun
ternyata yang bersangkutan tak menerima siaran tersebut. Tetapi anehnya, di
Sumatra Mr. Sjafruddin telah memiliki gagasan serupa sehingga tanpa konsultasi
satu sama lain atas inisiatif sendiri ia membentuk pemerintahan darurat RI
berpusat di Kototinggi (Roem dkk,
1982:71-72)
Ada pendapat
lain tentang proses pembentukan PDRI yang dikisahkan oleh Islam Salim sebagai
berikut:
Tidak dapat dipungkiri bahwa Menteri Sjafroeddin Prawiranegara
yang pada tanggal 19 Desember 1948 itu belum menerima telegram pelimpahan
mandat pelaksanaan untuk mengefektifkan pembentukan Pemerintah Darurat RI
(PDRI) dari Yogyakarta semula bimbang dan ragu, sekalipun beliau sebelumnya
sudah mengetahui adanya rencana pembentukan Pemerintah Darurat RI yang dimikian
dalam hal Pemerintah pusat tidak dapat berfungsi lagi akibat suatu serangan
Belanda. Sikap beliau tetap tidak berubah sekalipun melalui siaran umum RRI Yogyakarta
telah mendengar adanya pesan Pemerintah pusat RI, agar beliau selekasnya
membentuk suatu Pemerintahan Darurat RI.
Namun, keraguan Menteri Sjafroeddin Prawiranegara
akhirnya hilang setelah beliau menerima sinyal dukungan tegas berupa desakan
dari pihak Angkatan Perang RI cq Kolonel Hidajat dan Kapten Islam Salim.
Pertemuan itu sendiri terjadi dalam keadaan yang cukup menegangkan, namun dalam
waktu relatif singkat ternyata berhasil menelorkan tekad mendirikan Pemerintah
Darurat RI itu. Akhirnya tanggal 22 Desember 1948 di desa Halaban Sumatra
Tengah dekat Payakumbuh, Mr. Sjafruddin Prawiranegara bersedia membentuk PDRI
lengkap dengan menteri-menteri kabinetnya (Salim, 1995: 43-44).
Peranan PDRI (Sardiman,1996):
1.
Dapat berfungsi sebagai mandataris RI.
2.
Berperan sebagai pemerintah pusat.
3.
Berhasil memberikan semangat perjuangan.
4.
Memiliki peranan sebagai arus informasi ke dunia.
5.
Perintah dari PDRI ke perwakilan RI di PBB (23 Desember
1945) yang isinya siap berunding dengan Belanda dengan Syarat:
a.
Pembebasan segera anggota dan pemerintah RI yang ditawan
Belanda.
b.
Penarikan mundur pasukan Belanda.
c.
Pengakuan kedaulatan RI atas Jawa, Madura dan Sumatra.
SERANGAN UMUM 1 MARET 1949
Pihak belanda
tidak segera mau menerima resolusi DK PBB 28 Januari 1949, sebab ia masih yakin
bahwa RI memang tinggal namanya. Sementara itu Sri Sultan lewat radio dapat
menangkap berita kalau DK PBB akan mengadakan sidang lagi dalam bulan Maret
untuk membahas perkembangan di Indonesia.
Sri Sultan berpikir apakah yang dapat diperbuat untuk mempengaruhi jalannya sidang
badan tersebut. Salah satu yang baik diperbuat ialah kalau kita dapat
menunjukkan bahwa RI masih ada dan TNI masih kuat. Dengan demikian propaganda
Belanda yang menyatakan RI telah gulung tikar tidak mempan lagi. Untuk itu Sri Sultan
mengirim surat
kepada Jenderal Sudirman, yang menjawab untuk keperluan penyelenggaraan
serangan itu hendaklah Sri Sultan merundingkannya dengan Komandan TNI setempat.
Komandan TNI setempat yang dimaksud
adalah Letkol Suharto (Moedjanto,1988:51).
Menjelang Serangan Umum Pangeran Prabuningrat,
mengantar Letkol Suharto yang menyamar dengan berpakaian abdi dalem, untuk
berunding dengan Sultan di rumah Pangeran. Malam itu mereka membicarakan
rencana serangan yang akan dilakukan keesokan paginya. Serangan Umum semula
direncanakan tanggal 28 Februari, tetapi rencana itu agaknya mengalami
kebocoran sehingga diundurkan menjadi 1 Maret 1949 (Roem dkk,1982:80).
Pagi
hari itu, berbarengan dengan bunyi sirene tanda habisnya jam malam yang diterapkan
Belanda ketika itu, secara serentak dari segala penjuru kota Yogya terdengar
rentetan tembakan senjata. Pasukan Belanda yang sama sekali tak mengira akan
datangnya serangan tak sempat keluar dari kubu kubu mereka dan hanya berusaha
bertahan saja. Kemudian pada saat yang telah ditetapkan secara serentak para
gerilyawan yang terdiri dari tentara TNI, tentara Pelajar dan rakyat pejuang memasuki dan menduduki kota. Tanda
khas perjuangan ketika memasuki kota ialah kalung dari janur kuning yang
melingkar di leher para gerilyawan. Setelah enam jam berada di kota dan
kelompok gerilyawan menduduki tempat masing masing yang telah ditentukan bagi mereka,
komando untuk mengundurkan diri diberikan dan kembali secara serentak mereka
taat meninggalkan kota menuju pangkalan masing-masing. Dengan demikian sewaktu
bala bantuan pasukan Belanda berupa barisan tank datang dari arah Utara, para
gerilyawan telah lenyap (Roem dkk,1982:80-81).
Kota
Yogyakarta selama 6 jam, jam 06.00, sampai jam 12.00 siang, dapat diduduki.
Hanya dengan bantuan yang didatangkan dari Gombong dan Magelang Belanda
berhasil memukul mundur para pejuang. Itulah yang dikenal sebagai 6 jam di
Yogya. Berita serangan umum itu kemudian disiarkan RRI yang bergerilya di
daerah Gunung Kidul, yang dapat ditangkap RRI di Sumatra. Selanjutnya dari
Sumatra berita itu disiarkan ke Rangoon dan India dan dengan demikan Dunia tahu
kalau Belanda bohong. Disamping itu berita ini disebarkan juga oleh wartawan
asing yang berada di Indonesia. Ternyata serangan umum memang dapat
mempengaruhi pandangan Dunia khususnya DK PBB. Jadi aksi militer dari para
gerilyawan telah berfungsi dengan baik, yaitu membantu perjuangan lewat
diplomasi (Moedjanto,1988:51-52).
PERSETUJUAN ROEM ROYEN
Pemerintah Amerika Serikat
mendesak Belanda untuk melaksanakan resolusi 28 Januari1949. Pemerintah Amerika
kini tegas sikapnya terhadap Belanda dan ini berarti kedudukan RI makin kuat. Mengapa pemerintah Amerika menjadi
bersikap tegas? Sebabnya adalah:
1.
Suara Konggres harus diperhitungkan. Keseganan Belanda
untuk melaksanakan resolusi 28 Januari bisa berakibat badan legislative ini memerintahkan kepada
pemerintah Amerika untuk mengurangi atau menghentikan bantuan Marshall khusus
untuk Belanda;
2.
Amerika tidak menghendaki PBB kehilangan prestise hanya karena persoalan Republik
Indonesia;
3.
Amerika makin menyadari kekuatan militer republik
Indonesia dengan sikap penduduknya yang no koperatif. Amerika yakin bahwa Belanda
tidak mungkin menundukkan kekuatan militer dan sikap penduduk Republik Indonesia
yang non koperatif itu;
4.
Keseganan Belanda mengembalikan pemimpin-pemimpin
Republik yang anti komunis (yang terbukti dengan ketegasannya menumpas
pemberontakan PKI di Madiun) ke Yogyakarta bisa memberi peluang kepada
tokoh-tokok PKI untuk mengambil tempat mereka.
Ketegasan sikap pemerintah Amerika
itu disampaikan oleh Menlu Amerika, Dean Acheson yang menggantikan Marshall,
kepada menlu Belanda, Stikker, dalam pertemuan mereka di Washington pada 31
Maret 1949 (Moedjanto,1988:52-53).
Akibat dari hal diatas, pada 14
April 1949 perundingan dapat dibuka kembali. RI diwakili oleh Moh. Rum, sedang
Belanda diwakili oleh Van Royen (Moedjanto,1988:53). Namun sebelumnya pada
tanggal 23 Maret 1949 atas usul Kanada, Dewan Keamanan PBB menugaskan UNCI
untuk turun tangan dan mengusahakan agar kedua belah pihak, RI dan Belanda,
kembali ke meja perundingan untuk
penyelesaian pertikaian mereka secara damai. Atas dasar itu, pada tanggal 2
April 1949, Mr. Mohammad Roem mengirim surat kepada UNCI yang berisi pernyataan
kesediaanya untuk melangsungkan perundingan pendahuluan di Jakarta. Demikianlah
pada 14 April 1949 dilaksanakanlah perundingan pendahuluan antara Delegasi RI
dengan Delegasi Belanda yang diketuai oleh ketua UNCI Merle Cochran. Pada
pertemuan tanggal 21 April 1949 Dr. Van Royen menerangkan bahwa pemerintahanya
bersedia untuk memulihkan Pemerintah RI ke Yogyakarta, sedangkan delegasi RI
menyatakan hanya bersedia untuk membicarakan hal-hal yang bertalian dengan pelaksanaan
praktis pemulihan pemerintah pusat RI ke Yogyakarta. Pada pertemuan pendahuluan
pertama pada bulan April 1949 yang diketuai oleh pihak UNCI, Dr. Van Royen mengajukan
suatu pertanyaan yang menatang “atas nama siapa Mr. Mohammad Roem akan
bicara? Mohammad Roem dengan lantang menjawab: “Atas nama pribadi Presiden
dan Wakil Presiden RI”. Mr. Mohammad Roem dapat lantang menyatakan hal
demikian, karena beliau sebagai ahli hukum, cukup memahami bahwa PDRI berdiri
bukanlah untuk menghapuskan Pemerintah Pusat RI, melainkan sekedar pemerintah
sementara yang didirikan dan dikuasakan untuk secara darurat menggantikan
Pemerintah yang sah dalam menghadapi agresi kolonial Belanda yang II. Mr.
Sjafruddin Prawiranegara sebagai pimpinan PDRI tidak memilih predikat Presiden
atau pun Perdana Menteri RI, melainkan sesuai dengan rencana semula, hanya
sekedar menyebut dirinya sebagai ketua PDRI sesuai dengan mandat, sekalipun
mandat yang bersangkutan mulanya tidak diterima (Salim, 1995:51).
Satu minggu kemudian setelah
tanggal 14 April 1949 perundingan terhenti lagi karena Van Royen menafsirkan
bahwa pemerintah Nederland akan memulihkan pemerintah dan pemimpin pemimpin RI
hanya sesudah pemerintah RI memerintahkan kesatuan-kesatuan bersenjatanya untuk
menghentikan gerilya mereka dan bekerja sama dalam memulihkan perdamaian dan pemeliharaan
ketertiban dan keamanan, dan bersedia menghadiri KMB. Pendapat pihak RI
sebaliknya. Pihak RI tidak mungkin melakukan hal-hal di atas
karena pemimpin pemimpin RI terpencar-pencar, tiada kontak satu dengan yang
lain. Kemacetan ini berlangsung sampai 1 Mei, ketika atas desakan keras dari
wakil Amerika dalam UNCI, Cochran, pihak RI menerima ketentuan-ketentuan
persetujuan, Cochran menjanjikan bantuan ekonomi Amerika sesudah penyerahan
kedaulatan, tetapi kalau ditolak, Amerika tak akan membantu apapun juga. Adapun ketentuan persetujuan Roem Royen
itu adalah:
1.
Pengeluaran perintah oleh pihak RI kepada kesatuan
kesatuan bersenjata RI untuk menghentikan perang gerilya, sedangkan pemerintah
dan pemimpin pemimpin RI dipulihkan kembali ke Yogya;
2.
Kerja sama dalam pemulihan perdamainan, dan
pemeliharaan ketertiban dan keamanan;
3.
Belanda akan menyokong RI untuk menjadi Negara bagian
dari RIS dengan mempunyai sepertiga suara dalam perwakilan Federal;
4.
Ikut serta dalam KMB di Den Haag untuk mempercepat
penyerahan kedaulatan tanpa syarat, nyata dan lengkap.
Persetujuan (pernyataan janji dua pihak) banyak yang tidak memuaskan
RI yaitu:
1.
Pemerintah RI hanya menguasai kembali Yogyakarta;
2.
Pegawai-pegawai
RI diluar Yoyakarta boleh terus
menjalankan fungsinya tetapi penarikan mundur tentara hanya dilakukan Belanda
di Yogyakarta saja;
3.
Belanda tetap mengakui negara-negara bagian yang
diciptakan dengan merampas daerah daerah RI;
4.
Dalam DPR Federal sementara, RI hanya diwakili oleh sepertiga
dari seluruh jumlah anggota.
Akibat dari persetujuan Roem Royen adalah:
1.
Beel sebagai Wakil Tinggi Mahkota dari Belanda yang konservatif mengundurkan diri dan
digantikan oleh Lovink.
2.
Beberapa partai menyesalkan penandanganan persetujuan
Roem Royen yaitu PSI Syahrir dan Murba. Begitu juga pers Indonesia seperti
Merdeka. Sedang PNI dan Masyumi baru menyatakan dukungannya pada 28 Mei 1949.
3.
Di sisi perjuangan fisik, gerilyawan juga ada yang
tidak senang. Ini nampak dari makin giatnya gerilya.
4.
Sikap PDRI disiarkan tanggal 14 Juni 1949. PDRI hanya
mau menyokong persetujuan Roem Royen atas dasar:
a.
Tentara
RI tetap berada ditempat
kedudukannya;
b.
Tentara Belanda harus ditarik dari daerah-daerah RI
yang didudukinya;
c.
Pemulihan
RI ke Yogya berlangsung tanpa
syarat;
d.
Kedaulatan RI atas Jawa, Madura, Sumatra
dan pulau-pulau sekitar harus diakui oleh Belanda sesuai dengan persetujuan Linggarjati.
(Moedjanto,1988:53-54).
Dengan disepakatinya
prinsip-prinsip Roem Royen tersebut Pemerintah Darurat RI di Sumatra
memerintahakan kepada Sultan Hamengkubuwono IX untuk mengambil alih
pemerintahan di Yogyakarta apabila
Belanda mulai mundur dari Yogyakarta
(Notosusanto, 1992:168).
Pihak angkatan Perang menyambut
adanya persetujuan itu dengan perasaan curiga. Panglima Besar Angkatan Perang
Jenderal Soedirman pada tanggal 1 Mei 1949 memperingatkan kepada para komandan
kesatuan agar tidak memikirkan masalah perundingan. Pernyataan yang sama datang
dari Panglima Tentara dan Territorium Jawa Kolonel A.H. Nasution tanggal 5 Mei
1949. Pernyataan itu mengetengahkan bahwa perundingan yang dilaksanakan itu
hanyalah merupakan taktik perjuangan, dan diperingatkan kepada semua komandan
agar membedakan antara gencatan senjata untuk kepentingan politik dan untuk
kepentingan militer (Notosusanto,1992:168).
Sebagai tindak lanjut daripada
persetujuan Roem Royen, pada tanggal 22 Juni diadakan perundingan formal antara
RI, BFO dan Belanda di bawah pengawasan komisi PBB, dipimpin oleh Critchley
(Australia). Hasil perundingan itu adalah:
- Pengembalian Pemerintah RI ke Yogyakarta dilaksanakan pada tanggal 24 Juni 1949. Karesidenan Yogyakarta dikosongkan oleh Tentara Belanda dan pada tanggal 1 Juli 1949 dan pemerintah RI kembali ke Yogyakarta setelah TNI menguasai keadaan sepenuhnya di daerah itu;
- Mengenai penghentian permusuhan akan dibahas setelah kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta;
- Konferensi Meja Bundar diusulkan akan diadakan di Den Haag.
Hasil permusyawaratan yang
dicapai ini akan dicantumkan dalam sebuah memorandum. Setelah para pemimpin RI
berkumpul kembali di Yogyakarta, maka pada tanggal 13 Juli 1949 jam 20.30,
diadakan sidang kabinet RI yang pertama. Pada sempatan itu Mr. Sjafruddin
Prawiranegara mengembalikan mandatnya kepada Wakil Presiden / Perdanan Menteri
Moh. Hatta. Dalam sidang Kabinet diputuskan untuk mengangkat Sri Sultan
Hamengkubuwono IX sebagai Menteri Pertahanan dan Koordinator Keamanan (Notosusanto,
1992: 169).
YOGYA KEMBALI
Kewibawaan PDRI nyata terlihat
ketika Sultan pada 18 Juni 1949 menyampaikan perintah PDRI untuk penghentian
tembak menembak kepada gerilyawan di daerah Yogyakarta sebagai persiapan
pengosongan tentara Belanda. Pada tanggal 29 Juni 1949 Mereka telah
meninggalkan Yogya. Inilah yang kemudian dikenal sebagai Hari Yogya kembali.
Dalam penarikan tentara Belanda tidak terjadi insiden, kemudian segera gerilyapun masuk Yogyakarta menggantikan
mereka. Enam hari kemudian pemimpin Republik yang ditawan kembali ke
Yogyakarta. Tanggal 13 Juli 1949 Kabinet bersidang pertama kali setelah Agresi
Militer Belanda II dan pada hari itu pula Syafrudin Prawiranegara mengembalikan
mandat kepada Presiden. BP KNIP segera bersidang dan setelah berdebat selama
seminggu badan ini menerima persetujuan Roem Royen dengan catatan dasar-dasar
yang dicanangkan PDRI harus dipertahankan (Moedjanto,1988:55).
KONFERENSI ANTAR INDONESIA DAN PERUBAHAN SIKAP BELANDA
Tanggal 19-22 Juli 1949 di
Yogyakarta, selanjutnya antara 30 Juli – 2 Agustus 1949 di Jakarta
belangsunglah konferensi antar Indonesia yang dihadiri oleh wakil wakil RI dan
BFO. Dalam konferensi itu diputuskan:
1.
BFO mengakui bahwa NIS akan menerima kedaulatan dari
Belanda dan RI.
2.
Disetujui pula pembentukan Komite Persiapan Nasional
yang terdiri dari wakil-wakil RI dan BFO untuk mengkoordinasi seluruh persiapan
dan kegiatan yang harus diusahakan selama dan sesudah KMB sebagai suatu lembaga
pusat untuk menjamin hubungan antara RI dan BFO;
3.
Negara-negara bagian tidak akan memiliki tentara sendiri
yang terpisah-pisah.
4.
BFO sepenuhnya menyokong tuntutan RI supaya penyerahan
kedaulatan menjadi nyata dan tanpa syarat, tanpa ikatan politik maupun ekonomi;
5.
RI setuju bahwa konstitusi NIS akan disusun dalam KMB
di Den Haag, dan BFO akan memperoleh kedudukan yang kuat sekali; BFO akan
memperloleh duapertiga perwakilan dalam DPR. Disamping itu RIS akan mempunyai
Senat yang anggotanya terdiri dari 30 wakil BFO dan 2 wakil RI.
Pada tanggal 1 Agustus 1949 RI
dan Belanda mencapai persetujuan penghentian tembak menembak yang akan mulai
berlaku di Jawa pada 11 Agustus 1949, dan di Sumatra pada 15 Agustus 1949.
Perintah penghentian akan dilakukan tanggal 3 Agustus 1949. Mengapa Belanda menampakkan perubahan sikap yang
besar? Sebabnya:
1.
Mereka sadar bahwa kekuatan militernya tidak cukup kuat
untuk memaksa RI tunduk kepadanya;
2.
Perang yang berkepanjangan akan berakibat hancurnya
perkebunan dan pabrik pabrik modal Belanda. Untuk menghindarkan hal itu Belanda
harus mengubah strateginya;
3.
Tekanan Amerika supaya Belanda menyerahkan kedaulatan
kepada Indonesia tanpa syarat agar Indonesia tidak jatuh ke tangan Komunis.
Dengan tercapainya perkembangan
tersebut dapatlah ditentukan permulaan KMB di Den Haag: 23 Agustus 1949 (Moedjanto,1988:56-57).
KONFERENSI MEJA BUNDAR
Pada tanggal 4 Agustus 1949 1949
telah diangkat delegasi Republik Indonesia yang terdiri dari : Dr. Moh Hatta,
Mr. Moh. Roem, Prof. Dr. Mr. Supomo, dr. J. Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo,
Ir. Djuanda, dr. Sukiman, Mr. Suyono Hadinonto, Dr. Sumitro Djojohadikusumo,
Mr. Abdul Karim Pringgodigdo, Kolonel T.B. Simatupang, dan Mr. Sumardi. Sedang
delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Pontianak. Pada tanggal 23
Agustus 1949 KMB dimulai di Den Haag. Konferensi selesai pada tanggal 2
November 1949(Notosusanto, 1992:171).
Tanggal 23 Agustus 1949 KMB
dibuka secara resmi dengan Ketua perdana Menteri Belanda Dr. W. Dress dan
sekretaris umum Dr. M.J. Prinsen. Dalam sidangnya menggunakan bahasa Belanda,
Indonesia, Inggris dan Prancis (Suprapto, 1985: 99).
KMB menghasilkan naskah-naskah
persetujuan yang lengkap mengatur hubungan antara Indonesia (RI dan BFO) dan
Belanda, yang pada pokoknya terbagi menjadi dua bagian : induk dan anak
persetujuan. Ketentuan yang paling
penting dari persetujuan KMB ialah Piagam Penyerahan Kedaulatan, yang oleh
Indonesia diartikan Piagam pengakukan Kedaulatan. Piagam ini menetapkan
penyerahan (Pengakuan) kedaulatan yang lengkap dan tanpa syarat
selambat-lambatnya pada 30 Desember 1949 oleh Belanda kepada RIS (Republik Indonesia
Serikat) kecuali Irian Barat. RIS terdiri dari RI dan 15 negara
(daerah) bagian ciptaan Belanda. Pemerintahan RIS diatur oleh konstitusi yang dibuat oleh para
delegasi RI dan BFO selama KMB berlangsung, atas dasar persetujuan yang dicapai
oleh wakil-wakil mereka dalam konferensi antar
Indonesia. Penyerahan kedaulatan dilakukan segera tanpa melalui masa peralihan
seperti ditentukan semula. Naskah
yang lain ialah tentang status Uni Indonesia – Belanda. RIS dan Belanda bersama sama membentuk
suatu Uni yang dikepalai raja Belanda untuk mengurus kepentingan bersama.
Uni Indonesia – Belanda sifatnya ringan. Uni Indoesia Belanda memang bersifat
ringan, terutama ditujukan untuk konsultasi bersama mengenai kepentingan umum
kedua Negara. Raja Belanda mengepalai Uni sekedar sebagai simbul kesediaan
kerjasama kedua Belah pihak. Tentang Uni yang nyata kelihatan hanyalah adanya sekretariat
bersama, yang terdiri dari sekolompok Menteri dari kedua pihak yang harus
mengadakan sidang minimum 2 X setahun, dan adanya Mahkamah Arbitrase Uni.
Sidang-sidang tersebut
dimaksudkan untuk memecahkan soal-soal yang belum terselesaikan dalam KMB dan
merupakan saluran untuk memecahkan persoalan persoalan kepentingan bersama. Keputusan
sidang hanya sah bila diterima secara bulat dan disahkan oleh parlemen kedua
pihak. Mahkamah Arbitrase bertugas memecahkan
persoalan hukum yang menyangkut kedua negara. Anggota terdiri dari 6 orang
yaitu 3 dari masing masing negara. Mereka diangkat untuk 10 tahun. Keputusan
diambil dengan dasar mayoritas. Jika pemungutan suara memberikan hasil yang
seimbang, kedua pihak setuju untuk menambah anggota ketujuh, yang diambilkan
dari Mahkamah Internasional, atau lembaga lain yang disetujui oleh kedua pihak.
KMB juga mengatur tentang kerja sama militer. Di samping itu diatur pula tentang
penarikan mundur pasukan Belanda ke luar Indonesia secepatnya, sedang KNIL akan
direorganisasi (dinasiolanlisasi).
KMB juga memperhatikan hak milik
orang asing di Indonesia. Menurut salah satu naskah KMB, RIS harus memulihkan hak-hak yang diberikan kepada orang asing
oleh Undang -Undang India Belanda.
Hak-hak itu bisa diperluas atau diperpanjang asal saja tidak bertentangan
dengan kepentingan umum dan ekonomi RIS. Pengembilalihan dan nasionalisasi
hanya boleh dilakukan dengan atau atas dasar Undang Undang dan dengan ganti rugi.
Pihak Belanda memperoleh kebebasan yang sangat luas dalam
penyelenggaraan usaha ekonomi di Indonesia. Perusahaan perusahaan bersama
dipimpin oleh orang Belanda, tetapi mereka wajib melatih orang-orang Indonesia
untuk dipersiapkan mengambil alih pimpinan.
Permasalahan yang berat di
pecahkan adalah masalah utang piutang yang diatur dalam naskah tersendiri dan
Irian Barat, yang termuat dalam piagam penyerahan kedaulatan. Belanda menuntut agar RIS menanggung utang India-
Belanda sampai penyerahan kedaulatan, sedang pihak RIS hanya bersedia menanggung
bagian sampai kedaulatan, sedang pihak RIS hanya bersedia menanggung bagian
sampai Maret 1942, sebab kalau sampai 1949 itu berarti RIS harus membiayai
sendiri penyerangan penyerangan Belanda yang dilakukan terhadap RI. Kedua pihak
menemui jalan buntu. UNCI diminta turun tangan, tetapi Cochran memaksakan
kehendaknya agar ia diterima sebagai satu-satunya orang dalam UNCI dengan
putusan yang merugikan RIS. RIS terpaksa mau menerima karena Cochran memberikan
janji bahwa Amerika akan membantu pembangunan ekonomi Indonesia bila RIS
menerima usulnya, bila tidak, Amerika tidak mau membantu. Meskipun terdapat
pengurangan dari jumlah yang dituntut Belanda, tetapi jumlah utang yang harus
ditanggung oleh RIS sungguh tidak kepalang tanggung : f 4.300.000.000 atau
hampir $ 1.130.000.000.
Tentang masalah Irian, menurut
Kahin banyak pegawai Belanda di Indonesia tidak tertarik pada Irian Barat yang
masih tertutup. Cukup keras juga suara umum di negeri Belanda yang tidak
menghendaki Irian, termasuk di dalamnya para pengusaha yang cukup besar
jumlahnya. Untuk menyelenggarakan pemerintah di Irian, Belanda mengeluarkan
biaya f 10.000.000 tiap tahun. Tetapi pemerintah Belanda berpendapat bila Irian
Jaya tidak ditahan, DPR Belanda tidak akan menerima persetujuan KMB (tak mau
menderita kekalahan total). Karena itu menurut Kahin alasan menahan Irian bukan
alasan ekonomis, tetapi lebih bersifat sosial psikologis. Belanda menganggap
penahanan Irian Barat adalah simbul bahwa Belanda masih merupakan kekuatan Asia.
Akhirnya UNCI turun tangan dan dalam piagam
penyerahan masalah Irian ditunda satu tahun untuk dibicarakan lebih lanjut (Moedjanto,1988:57-59).
REPUBLIK INDONESIA SERIKAT DAN PERJUANGAN MENUJU NEGARA KESATUAN
REPUBLIK INDONESIA
RIS terdiri dari RI sebagai negara
bagian yang terkuat dengan wilayah hampir sama dengan yang ditentukan oleh
persetujuan Renville dengan penduduk 31 juta, dan 15 negara (daerah bagian)
ciptaan Belanda. Negara Negara dan daerah bagian itu adalah:
1.
Negara Indonesia Timur
2.
Negara Sumatra Timur
3.
Negara Sumatra Selatan
4.
Negara Jawa timur
5.
Madura
6.
Jawa Barat (Negara Pasundan)
Disamping Belanda menciptakan 6
daerah yang berstatus negara Belanda juga menciptakan daerah yang berstatus
daerah otonom yang berjumlah 9 buah yaitu:
1.
Daerah otonom (istimewa) Kalimantan Barat.
2.
Kalimantan Timur
3.
Dayak besar (Kalimantan Tengah sekarang).
4.
Daerah Banjar
5.
Kalimantan Tenggara
6.
Bangka, Biliton dan Riau kepulauan.
7.
Jawa Tengah
(Moedjanto,1988:60-67).
Setelah RIS berdiri, maka sesuai
dengan konstitusinya, yang ditetapkan di Scheveningen pada 29 Oktober 1949 oleh
wakil-wakil RI dan BFO yang menghadiri KMB. Dalam konstitusi RIS Pancasila
ditetapkan menjadi Dasar Negara. Tiap Negara bagian (juga daerah bagian)
mengirimkan 2 senator ke badan Perwakilan Federal yang terdiri dari dua kamar (bicameral). DPR RIS terdiri atas 150
anggota. Darinya RI diwakili oleh 50 orang anggota sedang dari negara (daerah)
bagian lain-lainnya diatur menurut perbandingan jumlah penduduk. Dari 150
anggota itu terdapat masing masing 9, 6 dan 3 wakil orang Cina, Eropa dan Arab.
DPR mempunyai hak inisiatif, dan undang undang pada umumnya memerlukan
persetujuan 50 prosen jumlah anggota dalam suatu sidang yang dihadiri minimum
50 prosen jumlah anggota seluruhnya. Presiden adalah Kepala Negara dan panglima
tertinggi Angkatan perang dan dipilih oleh sidang bersama Senat dan DPR. Dengan
persetujuan kedua badan itu Presiden mengangkat 3 orang formatur kabinet dan
salah seorang darinya menjadi Perdana Menteri. Dalam RIS tidak ada Wakil
Presiden. Kekuasaan mengubah UUD terletak di tangan senat dan DPR. Sidang
perubahan UUD memerlukan quorum 2/3
dari masing-masing badan. Keputusan perubahan UUD memerlukan dukungan 2/3
jumlah anggota yang hadir,jika pengubahan UUD dilakukan oleh DPR saja maka quorum yang diperlukan adalah ¾ dari
seluruh anggota sendang keputrsan menjadi sah bila didukung oleh ¾ jumlah yang
hadir. Pada 16 Desember 1949 Senat dan DPR RIS mengadakan sidang untuk memilih
Presiden. Sukarno dengan suara bulat dipilih menjadi Presiden RIS yang pertama (dan
yang terakhir) dan 17 Desember dilantik di Sitingggil (kraton Yogyakarta). Soekarno
tetap menjadi Presiden RI (Negara bagian) namun karena ia terpilih menjadi
Presiden RIS kewajibannya sebagai Presiden RI dilakukan oleh Pj. Presiden,
Asaat. Selanjutnya Presiden mengangkat 4 orang formatur kabinet (lebih sorang
dari yang ditetukan UUD). Mereka itu ialah:
1.
Moh Hatta (RI)
2.
Sultan Hamangkubowono IX (RI)
3.
Anak Agung (BFO)
4.
Sultan Hamid (BFO)
Dalam kabinet yang terbentuk 19
Desember, Hatta menjadi Perdana Menteri (Moedjanto,1988:68-69).
Prestise RI sebagai kampiun
perjuangan kemerdekaan bertambah naik karena terjaminnya Law and Order, kelancaran pemerintahan dan relative korupsi tidak meluas seperti di negara-negara bagian lain.
Sebagian besar masyarakat Indonesia tidak puas dengan bentuk federasi hasil
KMB. Ketidakpuasan itu kemudian diwujudkan dalam bentuk tuntutan agar negara-negara
bagian bersatu dengan RI atau RIS dilikuidasi.
Kedudukan golongan pro RIS (federalis)
menjadi lebih buruk karena diantara mereka ada yang berlaku jahat terhadap RIS
sendiri. Diantara mereka ini terdapat Sultan Hamid dari Kalimantan Barat yang
menjabat Menteri Negara. Ia bersekongkol dengan Westerling, pembantai rakyat di
Sulawesi Selatan yang dengan APRAnya
yang berkekuatan besar hendak menolong Hamid untuk membunuh Merteri Pertahanan
Sultan Yogya, sekretaris Jendral kementerian tersebut, Ali Budiharjo dan kepala
Satf Angkatan Perang, Kolonel Simatupang. Karena tuntutan bergabung dengan RI
makin meluas, DPR RIS dengan dukungan kaum federalis
mendukung dikeluarkannya Undang Undang Darurat pada 7 Maret yang mengatur
bagaimana penggabungan suatu negara bagian dengan RI dapat dilakukan. Setelah
ini maka pemerintah-pemerintah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Madura diterima
keinginannya untuk bergabung dengan RI. Pada akhir Maret 1950 tinggal 4 negara
bagian saja dalam RIS: Kalimantan Barat, Sumatra Timur, NIT dan RI yang telah
diperluas. RIS mengirim Komisi Penyelidik dan atas nasihatnya DPR RIS menerima
Undang-Undang penggabungan Kalimantan Barat dengan RI pada 22 April 1950. Pada
21 April Presiden Sukawati memaklumkan kesediaan NIT untuk bergabung dengan RI
menjadi Negara Kesatuan. Yang diikuti wilayah lain kecuali RMS. (Moedjanto,1988:70-72).
Melihat dukungan kembali ke NKRI
beigitu luas, maka diselenggarakanlah pertemuan Hatta, Sukawati dan Mansur,
masing-masing mewakili RIS, NIT dan Sumatra Timur. Mereka setuju untuk membentuk
NKRI, tinggal persoalannya bagaimana cara
kembali ke NKRI itu. Sesuai dengan usul DPR Sumatra Timur, Hatta setuju
bahwa proses kembali ke NKRI di tempuh tidak melalui penggabungan dengan RI
tetapi dengan RIS.
Pemerintah RIS khawatir kalau-kalau
penggabungan ke RI akan menimbulkan kegoncangan dan dianggap oleh bekas KNIL di
Sumatra Timur sebagai satu provokasi (pancingan) seperti yang terjadi di Ambon.
Sehubungan dengan itu maka diadakanlah konferensi yang dihadiri oleh wakil-wakil
RIS, yang mewakii juga Sumatra Timur dan NIT, dengan wakil-wakil RI di Jakarta.
Konferensi mencapai persetujuan pada 19 Mei 1950 dan ketentuannya adalah
sebagai berikut:
1.
Persetujuan tentang kesediaan bersama melaksanakan
Negara Kesatuan sebagai jelmaan dari RI proklamasi 17 Agustus 1945.
2.
UUD Negara Kesatuan diperpadat dengan mengubah
konstitusi Sementara RIS dengan memasukkan bagian-bagian essensial dari UUD –RI (1945).
3.
Dalam UUDS (1950) dimasukkan pokok pikiran: “hak milik
adalah suatu fungsi sosial”.
4.
Perubahan ketentuan Konstitusi RIS antara lain:
a.
Senat dihapuskan;
b.
DPRS terdiri dari gabungan DPR – RIS dan BP – KNIP –
RI, ditambah dengan anggota yang diangkat Presiden atas usul pemerintah RIS dan
RI;
c.
DPRS –RIS dan BP – KNIP merupakan Majelis Perubahan
UUD;
d.
Presiden ialah Presiden Sukarno;
e.
Dewan Menteri harus bersifat parlementer.
5.
DPA dihapuskan.
Persetujuan ini ditandatangani
masing masing oleh Hatta yang mewakili RIS dan Halim yang mewakili RI. Penyusunan
UUDS (1950) selesai pada bulan Juli dan disetujui oleh pemerintah RIS dan RI
pada 20 Juli 1950 (Moedjanto,1988:72-73).
Latar belakang proses kembalinya Negara RIS ke NKRI dilakukan dengan
mengubah konstitusi RIS adalah:
1.
Penggabungan negara-negara bagian ada yang mungkin
menimbulkan kegoncangan khusus yang menyangkut bekas KNIL.
2.
Jika seluruh negara bagian bergabung dengan RI, maka
hubungan dengan luar negeri akan mengalami kesulitan, karena RIS yang tinggal adalah RI negara bagian, sedang
yang menyelenggarakan hubungan dengan luar negeri ialah RIS yang telah dilikuidasi. Hal ini betujuan agar
pengakuan dunia luar terpelihara maka secara yuridis peleburan negara (RIS) harus dihindarkan.
Untuk kembali ke NKRI cukup
dilakukan dengan mengubah konstitusinya saja. Jadi secara yurudis NKRI adalah
perubahan dari RIS, bukan perubahan dari RI negara bagian. RI negara bagian tidak
bisa menyelenggarakan hubungan Internasional. Tetapi NKRI sebagai jelmaan RIS
dapat, karena ia adalah negara yang
merdeka dan berdaulat penuh (Moedjanto,1988:73-74).
Pada tanggal 15 Agustus 1950
Presiden Sukarno menandatangani rancangan UUD, yang kemudian dikenal sebagai
Undang Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 (UUDS 1950).
Pada tanggal 17 Agustus 1950
dengan resmi RIS di bubarkan dan dibentuk kembali Negara kesatuan yang diberi
nama Republik Indonesia(Notosusanto,1992:209-210).
Salam kepada semua warga negara Indonesia, nama saya INDALH HARUM, TOLONG, saya ingin memberikan kesaksian hidup saya di sini di platform ini sehingga semua warga negara Indonesia berhati-hati dengan pemberi pinjaman di internet, Tuhan mendukung saya melalui ibu yang baik, LASSA JIM , Setelah beberapa waktu mencoba mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan, dan menolak, maka saya memutuskan untuk mendaftar melalui pinjaman online tetapi saya curang dan saya kehilangan lebih dari 50 juta rupiah dengan pemberi pinjaman yang berbeda karena saya mencari pinjaman (Rp800) setelah membayar biaya dan tidak mendapat pinjaman. Saya menjadi sangat putus asa dalam mendapatkan pinjaman, jadi Salam kepada semua warga negara Indonesia, nama saya INDALH HARUM, TOLONG, saya ingin memberikan kesaksian hidup saya di sini di platform ini sehingga semua warga negara Indonesia berhati-hati dengan pemberi pinjaman di internet, Tuhan mendukung saya melalui ibu yang baik, LASSA JIM, Setelah beberapa waktu mencoba mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan, dan menolak, jadi saya memutuskan untuk mendaftar melalui pinjaman online tetapi saya menipu dan kehilangan lebih dari 50 juta rupiah dengan Pemberi pinjaman karena saya mencari pinjaman (Rp800) setelah membayar biaya dan tidak mendapat pinjaman. Saya menjadi sangat putus asa dalam mendapatkan pinjaman, jadi saya berdiskusi dengan seorang teman saya, Harum kemudian memperkenalkan saya kepada Ny. LASSA JIM, seorang pemberi pinjaman di sebuah perusahaan bernama ACCESS LOAN FIRM sehingga teman saya meminta saya untuk melamar ibu LASSA, jadi saya mengumpulkan keberanian dan menghubungi Ms. LASSA.
BalasHapusSaya mengajukan pinjaman 2 miliar rupiah dengan tingkat bunga 2%, sehingga pinjaman disetujui tanpa tekanan dan semua pengaturan dilakukan dengan transfer kredit, karena tidak memerlukan jaminan dan keamanan untuk transfer pinjaman yang baru saja saya katakan kepada dapatkan perjanjian lisensi, aplikasi mereka untuk mentransfer kredit saya dan dalam waktu kurang dari 48 jam pinjaman itu disetorkan ke rekening bank saya.
Saya pikir itu hanya lelucon sampai saya menerima telepon dari bank saya bahwa akun saya dikreditkan dengan jumlah 2 miliar. Saya sangat senang bahwa Tuhan akhirnya menjawab doa saya dengan memesan pinjaman saya dengan pinjaman asli saya, yang memberi saya keinginan hati saya. mereka juga memiliki tim ahli yang akan memberi tahu Anda tentang jenis bisnis yang ingin Anda investasikan dan cara menginvestasikan uang Anda, sehingga Anda tidak akan pernah bangkrut lagi dalam hidup Anda. Semoga Tuhan memberkati Mrs. LASSA JIM untuk membuat hidup saya lebih mudah, jadi saya sarankan siapa pun yang tertarik mendapatkan pinjaman untuk menghubungi Mrs. LASSA melalui email: lassajimloancompany@gmail.com
Anda juga dapat menghubungi nomor JIM ibu LASSA whatsApp +1(301)969-1955.
Akhirnya, saya ingin berterima kasih kepada Anda semua karena telah meluangkan waktu untuk membaca kesaksian sejati dalam hidup saya tentang kesuksesan saya dan saya berdoa agar Tuhan akan melakukan kehendak-Nya dalam hidup Anda. Sekali lagi nama saya adalah INDALH HARUM, Anda dapat menghubungi saya untuk informasi lebih lanjut melalui email saya: Indalhharum@gmail.com