PEMBENTUKAN BADAN-BADAN NEGARA:
RAPAT-RAPAT PPKI:
PPKI mengadakan rapat pada
tanggal 18 Agustus 1945,. Pada waktu itu Soekarno Hatta merencanakan untuk
menambah 9 orang anggota baru, termasuk dari golongan pemuda antara lain Sukarni,
Chairul Saleh, Wikana. Tetapi setelah berlangsung pembicaraan yang tidak
memuaskan antara Hatta dan Chairul, para pemuda meninggalkan tempat. Mereka
masih menganggap bahwa PPKI adalah aparat Jepang (Notosusanto, 1992: 95).
Sebelum rapat dimulai, Soekarno
Hatta meminta Ki Bagus Hadikusumo, K.H. Wachid Hasjim, Mr. Kasman Singodimedjo,
Mr. Teuku Mohammad Hassan, untuk membahas masalah rancangan Pembukaan UUD, yang
dibuat 22 Juni 1945, khususnya mengenai kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk
pemeluk”. Karena pemeluk agama lain merasa keberatan terhadap kalimat
tersebut. Akhirnya beberapa orang anggota itu dengan dipimpin oleh Bung Hatta
masuk salah satu ruangan untuk bertukar fikiran mengenai cara pemecahan masalah
tersebut. Akhirnya dalam waktu 15 menit dicapai kata sepakat untuk menghilangkan kalimat “dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam
bagi pemeluk-pemeluknya.”, yang akan menjadi rintangan bagi persatuan dan
kesatuan bangsa (Notosusanto, 1992: 95-96).
Rapat pertama ini berlangsung
dengan lancar. Pembahasan masalah rancangan pembukaan dan UUD yang telah
disiapkan dibuat oleh BPUPKI, berhasil dibahas dalam tempo kurang 2 jam,
disepakati bersama rancangan Pembukaan dan UUD Negara Republik Indonesia.
Pada awal pembukaan sidang kedua ini Ir. Sukarno mengumumkan 6 orang anggota
baru PPKI. Mereka adalah (Notosusanto, 1992:96-97):
1.
Wiranatakusumah.
2.
Ki Hajar Dewantara.
3.
Mr. Kasman
4.
Sajuti Melik
5.
Mr. Iwa Kusumasumantri.
6.
Mr. Subardjo.
Jadi susunan anggota PPKI adalah:
PPKI dibentuk dengan anggota 21
orang, kemudian tanggal 18 Agustus 1945 ditambah 6 orang lagi. Mereka adalah (Suprapto, 1985: 15-16):
1.
Ir. Sukarno (Ketua).
2.
Drs. Muh. Hatta (Wakil ketua).
3.
Prof. Dr. Mr. Supomo
4.
Dr. Rajiman Widyadiningrat.
5.
Raden Panji Suruoso
6.
Mr. Sutarjo Kartohadikusumo.
7.
K.H.A. Wahid Hasyim
8.
Ki Bagus Haikusumo.
9.
R. Otto Iskandar Dinata.
10. Abdul
Kadir
11. Suryohamijoyo
12. B.P.H.
Purboyo
13. Yab
Cwan Bing
14. Latuharhary
15. Dr.
M. Amir
|
16. Abdul
Abbas
17. Mr.
Teuku Muh. Hasan
18. A.H.Hamidan
19. Dr.
Daus Ratulangi
20. Andi
Pangeran
21. Mr.
Gusti Ketut Puja.
22. Mr.
Kasman singodimejo
23. Wiranatakusumah
24. Ki
Hajar Dewantara
25. Sayuti
Melik
26. Mr.
Iwa Kusuma Sumantri
27. Mr.
Ahmad Subarjo.
|
Sebelum meningkat kepada acara
baru yaitu pemilihan Presiden dan wakil presiden, Ir. Sukarno meminta agar
disahkan pasal III dalam aturan peralihan ( Pasal III Aturan Peralihan itu
berbunyi: untuk pertama kali Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan). Kemudian Oto Iskandardinata mengusulkan agar pemilihan Presiden
dan wakil Presiden dilakukan dengan aklamasi.
Ia memajukan calon Bung Karno sebagai Presiden dan Bung Hatta sebagai wakil Presiden.
Semua Hadirin menerima dengan aklamasi
sambil menyanyikan lagu Indoenesia Raya (Notosusanto, 1992: 97).
Sebelum rapat PPKI pertama ini
ditutup, Presiden menunjuk 9 orang anggota sebagai Panitia kecil yang ditugasi
untuk menyusun rancangan yang berisi hal-hal yang meminta perhatian mendesak.
Yaitu masalah pembagian wilayah negara, Kepolisian, tentara kebangssaan dan
perekonomian. Mereka adalah : Oto Iskandardinata, Subardjo, Sajuti Melik, Iwa
Kusumasumantri, Wiranatakusumah, Dr. Amir, A.A. Hamidhan, Dr. Ratulangi dan
Ketut Pudja.
Rapat dilanjutkan pada hari
Minggu tanggal 19 Agustus 1945 pukul 10.00 pagi. Acara pertama adalah membahas
hasil kerja Panitia Kecil pimpiman Oto Iskandardinata. Sebelum mulai Presiden
menunjuk Mr. Ahmad Subardjo, Sutardjo Kartohadikusumo, Mr. Kasman untuk
membentuk Panitia Kecil yang merencanakan bentuk departemen, tetapi bukan
personaliannya.
Hasil panitia kecil Oto Iskandardinata menghasilkan:
1.
Pembagian wilayah : terdiri atas 8 provinsi beserta
para calon gubernurnya yaitu:
a.
Jawa Barat
b.
Jawa Tengah
c.
Jawa timur
d.
Borneo (Kalimantan)
calon Ir. Moh. Noor.
e.
Sulawesi, calon Dr.
Ratulangi
f.
Maluku, calon Mr. Latuharhary.
g.
Sunda Kecil (Nusatenggara), calon Mr. Ketut Pudja.
h.
Sumatra, calon Mr. T.
Mohammad Hassan.
i.
Dua daerah istimewa, Yogyakarta dan Surakarta.
2.
Adanya komite Nasional (Daerah).
Panitia kecil pimpinan Mr. Ahmad Subardjo menyampaikan laporan 13
kementerian. Setelah dibahas oleh sidang maka diputuskan adanya:
1.
Departemen Dalam Negeri
2.
Departemen Luar Negeri
3.
Departemen Kehakiman
4.
Departeman Keuangan
5.
Departemen Kemakmuran
6.
Departemen Kesehatan
7.
Departemen Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan
8.
Departemen Sosial
9.
Departemen Pertahanan
10. Departemen
Perhubungan
11. Departemen
Pekerjaan Umum.
Kemudian Presiden kembali
membahas masalah tentara kebangsaan. Panitia
kecil pimpinan Oto Iskandardinata mengusulkan:
1.
Rencana pembelaan negara dari Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan yang mengandung politik perang tidak dapat diterima.
2.
Tentara Peta di Jawa dan Bali serta laskar rakyat di Sumatra dibubarkan, karena merupakan organisasi buatan Jepang,
yang keduduknnya di dunia internasional tidak berketentuan. Negara Indonesia
membutuhkan alat pertahanan yang sebaik-baiknya. Oleh karena itu, diusulkan
agar supaya presiden memanggil pemuka-pemuka yang mempunyai kecakapan militer untuk
membentuk tentara kebangsaan yang kokoh.
Usul tersebut diterima secara
aklamasi oleh sidang. Urusan kepolisian oleh panitia kecil dimasukkan dalam
departemen dalam negeri. Presiden menunjuk Abdul Kadir (Ketua), Kasman Singodimedjo
dan Oto Iskandardinata, untuk mempersiapkan pembentukannya.
Pada malam hari tanggal 19
Agustus 1945 di jalan Gambir Selatan no 10 Presiden Sukarno Wakil Presiden
Hatta, Mr. Sartono, Suwirjo. Oto Iskandardinata, Sukardjo Wirjopranoto, dr.
Buntaran, Mr. A.G. Pringgodigdo, Sutardjo Kartohadikusumo, dan dr. Tajuluddin,
berkumpul untuk membahas siapa-siapa yang akan diangkat sebagai anggota KNIP.
Disepakati bahwa anggota KNIP berjumlah 60 orang. Rapat pertama KNIP
direncanakan tanggal 29 Agustus 1945 malam bertempat di gedung Komidi, jalan Pos
Pasar Baru, Jakarta. Rapat PPKI dilanjutkan kembali tanggal 22 Agustus 1945 (Notosusanto,
1992: 98-100).
Pada tanggal 2 September 1945 Kabinet pertama dilantik oleh Presiden
sukarno (Suprapto,1985:16-17):
1.
Menteri luar negeri :
Mr. Ahmad Subarjo.
2.
Menteri Dalam Negeri : R.A.A. Wiranatkusumah
Wakil Menteri
Dalam Negeri :
Mr. Harmani
3.
Menteri Keamanan Rakyat : Supriyadi
4.
Menteri Kehakiman : Rof.
Mr. Dr. Supomo
5.
Menteri Penerangan : Mr. Amir Syarifuddin
Wakil Menteri
Penerangan :
Mr. Ali Sastroamijoyo
6.
Wakil Menteri Penerangan : Mr. Ali Sastroamijoyo
7.
Menteri Keuangan : Dr. Samsi
8.
Menteri Kemakmuran : Ir. Surahman
Cokroadisuryo
9.
Menteri Perhubungan (ad interim) : Abikusno Cokrosuyoso
10.
Menteri Pekerjaan Umum : Abikusno Cokrosuyoso
11.
Menteri Sosial
: Mr. Iwa Kusuma Sumantri
12.
Menteri Pengajaran :
Ki Hajar Dewantara
13.
Menteri Kesehatan : Dr. Buntaran Martoatmojo
14.
Menteri Negara :
a.
Mr. Amir
b.
K.H.Wahid Hasyim
c.
Mr. Sartono
d.
Mr.A.A. Maramis
e.
R.Otto Iskandardinata.
Pada tanggal 2 September 1945 disamping pelantikan para menteri kabinet,
juga dilantik 8 orang gubernur untuk 8 provinsi yaitu (Suprapto,1985: 18):
Mr. Teuku Muhammad Hasan : Sumatra
Sutarjo Kartohadikusumo : Jawa Barat
R. Panji Suroso : Jawa Tengah
R.A. Suryo : Jawa Timur
Mr. I. Gusti Ketut Puja : Sunda Kecil
Mr. Johannes Latuharhary : Maluku
Dr.G.S.S.J. Ratulangi : Sulawesi
Ir. Pangeran Muhammad Nur : Kalimantan.
Pada hari itu juga dianggkat beberapa pejabat tinggi (Suprapto,
1985: 18):
Ketua MA : Dr.Mr. Kusuma Atmaja
Jaksa Agung : Mr.
Gatot
Sekretaris Negara : Mr. A.G.
Pringgodigdo
Juru Bicara Negara : Sukarjo
Wiryopranoto.
Menyusun kekuatan Pertahanan keamanan:
Rapat PPKI dilanjutkan tanggal 22
Agustus 1945. Dalam rapat ini telah diputuskan 3 persoalan pokok yang pernah
dibahas dalam rapat sebelumnya yaitu dibentuknya:
- Komite Nasional.
- Partai Nasional.
- Badan Keamanan Rakyat.
Sesudah keputusan tersebut
tanggal 23 Agustus Presiden Soekarno dalam pidato radionya menyatakan
berdirinya tiga badan baru yaitu : Komite Nasional Indonesia
(KNI), Partai Nasional Indonesia(PNI)
dan Badan Keamanan Rakyat(BKR). BKR ini akan bertugas sebagai penjaga
keamanan umum di daerah-daerah di bawah koordinasi KNI daerah. Walau beberapa
pihak kecewa, tetapi sebagian besar pemuda terutama yang bekas anggota PETA,
KNIL dan HEIHO mengambil sikap pragmatis dan
segera membentuk BKR di daerah tempat tinggalnya dan memanfaatkan BKR itu sebaik-baiknya
sebagai wadah perjuangannya. Para pemuda bekas PETA Jakarta sepakat membentuk BKR
pusat untuk supaya BKR Daerah dapat dikoordinasikan dan dikendalikan secara
terpusat. Yang terpilih sebagai pimpinannya adalah Mr. Kasman Singodimedjo,.
Akan tetapi Kasman diangkat oleh pemerintah sebagai ketua KNIP, kedudukannya
digantikan. Susunan organisasinya adalah
: ketua umum Kaprawi, Sutalaksana (ketua I), dan Latief Hendraningrat (Ketua
II) dengan dibantu oleh Arifin Abdurrachman, Mahmud dan Zulkifli Lubis. Kelompok
BKR Pusat ini pada bulan September 1945 menghubungi para bekas perwira KNIL yang ada di Jakarta. Mereka bersama-sama menghadap
Menteri Penerangan Amir Sjarifudin, dengan maksud mendesak Presiden agar
dibentuk tentara Reguler. Amir
Sjarifudin meminta jaminan bahwa para
perwira bekas KNIL ini menyatakan berdiri di belakang perjuangan bangsa Indonesia
dengan segala konsekuensinya. Mereka membuat pernyataan bersama. Setelah
mengalami sendiri tindakan-tindakan provokatif
dan bahkan agresif dari pasukan-pasukan
Belanda yang oleh tentara Serikat dikeluarkan dari tawanan Jepang serta kemudian
dipersenjatai, pemerintah RI menyadari, bahwa sebuah tentara reguler bukanlah
merupakan suatu lux. Karenanya pemerintah
kemudian memanggil pensiunan Mayor KNIL Oerip
Soemohardjo dari Yogyakarta ke Jakarta
dan kepadanya diserahi tugas menyusun Tentara Nasional. Dan Pada tanggal
5 Oktober dikeluarkan maklumat Pemerintah, yang meyatakan berdirinya Tentara
Nasional yang disebut Tentara Keamanan Rakyat atau TKR.
Sebagai pimpinan TKR ditunjuk Soeprijadi,
sedangkan sebagai Menteri Keamanan
Rakyat ad interim diangkat Moh. Suljoadikusumo. Dengan dasar Maklumat
Pemerintah tersebut segera dibentuk Markas
Tertinggi TKR oleh Oerip Soemohardjo dengan berkedudukan di Yogyakarta.
Di Jawa terbentuk 10 Divisi dan
di Sumatra 6 Divisi. Soeprijadi yang telah ditunjuk sebagai pemimpin tertinggi
TKR ternyata tidak pernah menduduki posnya. Pada bulan November 1945 atas
prakarsa dari Markas tertinggi TKR diadakan pemilihan pemimpin tertinggi TKR
yang baru. Yang terpilih adalah Kolonel Soedirman, Komandan Divisi V/Banyumas.
Sebulan kemudian pada tanggal 18 Desember 1945 Soedirman dilantik sebagai
Panglima Besar (Pangsar) TKR dengan pangkat Jenderal. Oerip Soemaohardjo tetap
menjadi Kepala Staf Umum TKR dengan pangkat Letnan Jenderal. TKR berubah
menjadi TRI pada bulan Januari 1946.Oleh karena Soedirman berpendapat bahwa TRI
adalah tentara Nasional dan tentara rakyat yang percaya kepada kekuatan sendiri,
tanpa mengharap bantuan dari luar negeri. Kemudian pada bulan Juni 1947
kekuatan-kekuatan terkonsolidasikan dalan Tentara Nasional Indonesia, yaitu
tentara yang bukan semata-mata alat negara atau pemerintah melainkan alat
rakyat, alat revolusi dan alat bangsa Indonesia(Notosusanto,1992:107-110).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar