Senin, 03 Desember 2018

PERTEMPURAN-PERTEMPURAN AWAL KEMERDEKAAN


PERTEMPURAN-PERTEMPURAN AWAL KEMERDEKAAN
1.      Perang Ambarawa.
Sesudah mendaratnya Brigade Artileri dari Divisi India ke 23, di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945, mereka diperkenankan untuk mengurus tawanan perang yang berada di penjara Ambarawa dan Magelang. Ternyata mereka diboncengi NICA yang kemudian bekas tawanan tersebut dipersenjatai. Hal ini mengakibatkan terjadinya insiden di Magelang tanggal 26 Oktober 1945. Insiden berhenti setelah datangnya Sukarno dan Brigjend Bethell di Magelang tangggal 2 November 1945, tersepakatilah hal-hal sebagai berikut:
a.             Sekutu akan tetap menempatkan pasukannya di Magelang, untuk melakukan kewajibannya melindungi dan mengurus evakuasi APWI. Jumlah pasukan Serikat ditentukan terbatas bagi keperluan melaksanakan tugasnya.
b.            Jalan Raya Magelang Ambarawa terbuka bagi lalu lintas Indonesia dan Serikat.
c.             Serikat tidak akan mengakui aktivitas NICA dalam badan-badan yang berada di bawah kekuasaannya.
Perjanjian ini diingkari dalam bentuk penambahan pasukan di Magelang. Terjadilah pertempuran tanggal 20 November 1945 di Ambarawa. Antara TKR pimpinan Sumarto melawan pasukan Serikat. Serikat tanggal 21 November 1945 menarik pasukannya ke Ambarawa. Pecah perang besar dalam kota Ambarawa tanggal 22 November 1945. Pasukan-pasukan yang bertempur adalah berasal dari Boyolali, Salatiga, Kertasura. Dari Magelang Divisi V Purwokerto pimpinan Imam Adrongi tanggal 21 November 1945 menyerang dan berhasil mengalahkan pasukan Serikat di Desa Pingit. Pengepungan diteruskna dengan tambahan kekuatan batalyon Yogyakarta (Batalyon 10 Divisi III pimpinan Mayor Soeharto, Batalyon 8 pimpinan Mayor Sardjono dan Batalyon Sugeng). Pihak Sekutu mendatangkan tank, maka TKR menarik diri ke daerah Bedono yang dibantu Resimen II pimpinan M. Sarbini dan Polisi Istimewa pimpinan Onie Sastroatmodjo. Gerakan pasukan Serikat berhasil di tahan di Desa Jambu. Di Desa Jambu dibentuklah Markas Pimpinan Pertempuran yang berlokasi di Magelang. Sejak itu Ambarawa dibagi empat sektor yaitu Sektor Utara, Selatan Timur dan Barat. Tanggal 26 November 1945 Letkol Isdiman gugur, dan kemudian digantikan Kolonel Sudirman. Sekutu kalah dan mundur dari Desa Banyu Biru pada tanggal 5 Desember 1945. Pada tanggal 11 Desember 1945 Kolonel Sudirman merencanakaan pemukulan terakhir dengan rencana:
1.      Serangan mendadak yang serentak dari semua sektor.
2.      Masing-masing komandan sektor memimpin pelaksanaan serangan.
3.      Pasukan-pasukan Badan-badan perjuangan (laskar), sebagai tenaga cadangan.
4.      Ditentukan hari serangan tanggal 12 Desember 1945 pukul 04.30 WIB.
Rencana dijalankan dan pasukan Serikat yang bertahan di Benteng Willem dikepung selama empat hari empat malam. Tanggal 15 Desember 1945 Sekutu mundur dari Ambarawa. Tanggal ini dijadikan sebagai hari Infanteri. Ambarawa adalah sebuah kota kecil yang sangat penting karena:
a.       Posisi Ambarawa yang strategis.
b.      Posisi pasukan Serikat di Ambarawa mengancam kota Surakatra, Magelang dan Yogyakarta.
2.      Pertempuran Medan Area
Pasukan Serikat pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly mendarat di Sumatera Utara tanggal 9 Oktober 1945, dimana pasukan ini diboncengi NICA. Sikap RI Sumatera Utara memperkenankan mereka menempati Hotel di Medan seperti De Boer, Grand Hotel dan Hotel Astoria. Selain itu pasukan mereka ditempatkan di Binjai dan Tanjung Morawa. Sehari setelah pendaratan, RATWI  mendatangi kamp tawanan di Pulu, Berayan, Saentis, Rantau Prapat, Pematang Siantar dan Berastagi. Untuk pembebasan dan pengiriman ke Medan atas persetujuan Gubernur M. Hassan. Namun ternyata mereka (dari para tawanan) dibentuk Medan Batalyon KNIL dengan sifat yang sangat congkak. Insiden pertama terjadi di hotel jalan Bali, Medan tanggal 13 Oktober 1945, dengan dirampasnya dan diinjak-injaknya lencana Merah putih oleh salah satu penghuni Hotel.
Hal ini mengakibatkan hotel tersebut diserang . Insiden menyebar ke Pematang Siantar dan Brastagi. Tanggal 10 Oktober 1945 TKR Sumatera Timur dibentuk dengan  Pimpinan Achmad Tahir. Pada tanggal 15 Oktober 1945  Badan-badan perjuangan berfusi menjadi Pemuda Republik Indonesia Sumatra Timur yang bulan berikutnya berubah menjadi PESINDO. Ditambah lagi laskar-laskar dari kepartaian seperti Barisan Merah (PKI), Hizbullah (Masyumi), Pemuda Parkindo  (Parkindo) dan Napindo-Nasional Pelopor Indonesia (PNI). Pada tanggal 18 Oktober 1945 T.E.D. Kelly juga memberikan ultimatum penyerahan senjata. Hal ini menciptakan teror  yang akhirnya tidak menjamin keamanan pasukan Inggris. Pada tanggal 1 Desember 1945 terpasanglah papan bertuliskan FIXED BOUNDARIES MEDAN AREA di semua sudut  kota Medan. Papan ini sebagai perlambang akan dilakukannya pembersihan bagi unsur Republik. Tanggal 10 Desember 1945 Inggris menyerang TKR di Trepes. Seorang perwira Inggris pun di culik dan truk-truk perang Inggris dihancurkan. Hal ini mengakibatkan Jenderal T.E.D. Kelly mengeluarkan ultimatum penyerahan senjata dan yang melanggar akan ditembak mati. Pada bulan April 1946 tentara Inggris mendesak pemerintahan RI keluar dari kota Medan.
 Gubernur, Markas Divisi TKR, Walikota RI pindah ke Pematang Siantar. Tanggal 10 Agustus 1946 di Tebing Tinggi dibentuklah KOMANDAN RESIMEN LASKAR RAKYAT MEDAN AREA yang berkedudukan di Sudi Mengerti (Trepes). Di bawah komando inilah mereka meneruskan perjuangan di Medan Area.
3.      Perang Di Yogyakarta.
Bentuk semangat mempertahankan kemerdekaan dengan merebut instansi, kantor dan pabrik yang dikuasai Jepang. Pada tanggal 27 Sepetember 1945 Komite Nasional Indonesia Daerah Yogyakarta mengumumkan bahwa seluruh kekuasaan pamerintah telah berada di tangan RI. Dengan itu konsekwensinya adalah pimpinan kantor penting harus berada di tangan orang Indonesia. Tanggal 5 Oktober 1945 gedung Cokan Kantai berhasil direbut dan dijadikan kantor Komite Nasional Indonesia Daerah. Tanggal 6 Oktober 1945 diadakan perundingan antara pihak Indonesia dan Jepang, Indonesia diwakili Mohamad Saleh (KNI), R.P. Sudarsono dan Bardosono (BKR), sedangkan Jepang diwakili Butaico, Mayor Otsuka, Kempeitaico sasaki, Kapten Ito dan Kiamboco. Pertemuan dilaksanakan di Markas Osha Butai di Kotabaru.
Pada perundingan ini pihak Indonesia mendesak supaya Jepang menyerahkan senjata dan kekuasaannya. Namun ditolak, karena harus menunggu keputusan Jenderal Nakamura di Magelang. Tanggal 7 Oktober 1945 jam 03.00 WIB rakyat, laskar dan TKR serta pasukan Polisi Istimewa menyerang pihak Jepang di Kotabaru. Hal ini mengakibatkan Butaico Pingit menyerah. Namun Butaico Kotabaru belum menyerah. Perang terus berlangsung, dan pejuang RI berhasil masuk ke markas Otsuka melewati Riol (gorong-gorong). Otsuka mau menyerah asal dihadapkan pada Yogya Koo (Kepala Daerah) Sri Sultan Hamangkubuwono IX.
Tanggal 7 Oktober 1945 kurang lebih pukul 10.00 WIB Markas Kotabaru dikuasai rakyat Indonesia. Kemenangan ini dilanjutkan pada penguasaan di Maguwo yang dipimpin oleh R.P.  Sudarsono.
4.      Bandung Lautan Api.
Paska Proklamasi, rakyat Bandung mulai menguasai kantor-kantor penting. Bulan Oktober 1945 di Bandung telah terbentuk Majelis Dewan Perjuangan. Pimpinan panglima TKR Aruji Katowinata. Dengan anggota wakil-wakil TKR dan kelaskaran. Pada bulan yang sama, Sekutu masuk kota Bandung dan menempati Bandung Utara. Tanggal 21 November 1945 Sekutu mengeluarkan ultimatum:
a.       Rakyat dan pemuda harus menyerahkan semua senjata yang telah direbut dari tangan Jepang kepada Sekutu.
b.      Bandung Utara harus sudah dikosongkan dari orang-orang Republik selambat-lambatnya tanggal 29 November 1945 (Batas Bandung Utara dan Selatan adalah rel kereta api).
Pada tanggal 24  sampai 25 November 1945 rakyat Bandung melancarkan serangan terhadap posisi Sekutu dan NICA. Tanggal 27 November 1945 pertempuran berkobar disekitar pabrik kina di jalan Riau, serta hotel Preanger dan Homan. Tanggal 28 November pertempuran terjadi di Gedung Sate. Tanggal 1 Desember 1945  terjadi pertempuran di Timur Laut Kota. Inggris melakukan pembersihan. Pemuda membalas dengan pembakaran rumah Belanda di sepanjang Ring Boulevard. Inggris membalas dengan pengeboman di Cicadas dan Lengkong Besar. Tanggal 23 Maret 1946, Inggris mengeluarkan ultimatum yang berisi agar TRI mengosongkan seluruh kota Bandung dan mundur keluar kota dengan jarak 11 km. Pemerintah RI dengan pertimbangan,  menyetujui. A.H. Nasution selaku panglima Divisi III TRI, menyiarkan perintah sebagai berikut:
1.      Semua pegawai dan rakyat harus keluar kota sebelum pukul 24.00 WIB.
2.      Tentara melakukan bumi hangus terhadap semua bangunan yang ada.
3.      Sesudah matahari terbenam, supaya Bandung Utara diserang dan juga dilakukan bumi hangus sebesar-besarnya.
Perintah dilaksanakan dengan pembumi hangusan Bandung.
5.      Operasi Lintas Laut Banyuwangi-Bali.
Tanggal 13 Desember 1945 pejuang Bali menyerang pos-pos AL Jepang, namun gagal. Beberapa pejuang meminta bantuan ke Jawa seperti : Letkol I gusti Ngurah Rai, Kapten Wisnu, Kapten Subroto Aryo Mataram dan Wayan Ledang.
Tanggal 3 Maret 1946 sekutu yang diboncengi Belanda masuk ke Bali. Arti penting Bali:
·         Sebagai batu loncatan untuk menyerbu Jawa Timur (sebagai lumbung pangan).
·         Sebagai daerah yang berposisi penghubung dengan Australia.
Berkaiatan dengan ini dibentuklah:
a.                                                                                                       Pasukan M (pasukan Markadi atau pasukan Merdeka) sebagai pasukan induk.
b.                                                                                                      Pasukan Sunda Kecil dibawah pemimpin Ngurah Rai.
c.                                                                                                       Pasukan Sandi CIS (Combat Intelligent Section) yang terdiri dari para pelajar.
Bulan april 1946, penyeberangan Banyuwangi – Bali dilakukan. Gelombang pertama pasukan Waroka dari TRI AL Banyuwangi pimpinan Kapten Laut A. Waroka dengan sasaran celukan Bawang. Gelombang ke dua, pimpinan letkol Ngurah Rai dan diperkuat Mahadewa. Pasukan diberankatkan dari Muncar dengan sasaran Yeh Kuning dan terus ke Mundut Malang. Penyeberangan ini bertemu dengan patroli Belanda dan akibatnya Cokorde Rai Gambir dan Cokorde Dharma Putra gugur.
Sebagian sampai di Yeh Kuning, Ngurah Rai kembali ke Muncar. Tanggal 4 April 1946 rombongan Ngurah Rai berhasil mendarat di Pulukan untuk seterusnya menuju Munduk Malang. Gelombang ketiga. Pasukan M berangkat pada tanggal 4 April 1946 berkekuatan empat pleton, sasaranya adalah Candi Kusuma. Rombongan ini dipergoki dua motor boat Belanda. Terjadi pertempuran, satu motor boat tenggelam, sedangkan pihak Indonesia gugur dua orang yakni Sumeh Darsono dan Sidik. Pasukan M pulang ke Banyuwangi karena, kapal berlobang dan ombak tinggi. Keesokan harinya pasukan M kembali berlayar sampi ke Klatakan, Melaya dan Candikusuma. Sesampainya di Bali dibentuklah Markas Gabungan Gerakan Sunda Kecil (MGGSK). Bulan Juli 1946 pasukan tempur pimpinan kapten Sestuhadi dan pertempuran terus terjadi di wilayah Gilimanuk, Cekik, penginman, Candikusuma, Cupek, Negara, Sarikuning, Pulukan, Gunung Sari, Klatakan, Munduk, Malang, Tabanan dan Celukan Bawang.
6.      Pertempuran lima Hari di Semarang.
Dengan menyerahnya Jepang terhadap Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945, dan disusul dengan diproklamasikannya Republik Indonesia 17 Agustus 1945, maka seharusnya tamatlah kekuasaan Jepang di Indonesia. Dan ditunjuknya Mr. Wongsonegoro sebagai penguasa Republik di Jawa Tengah dan pusat pemerintahannya di Semarang, maka adalah kewajiban Pemerintah di Jawa Tengah mengambilalih keuasaan yang selama ini dipegang Jepang, termasuk bidang pemerintahan, kemanan dan ketertibannya. Maka terbentuklah BKR yang kemudian menjadi TKR. Di beberapa tempat di Jawa Tengah telah terjadi pula kegiatan pelucutan senjata Jepang tanpa kekerasan antara lain di Banyumas, tapi terjadi kekerasan justru di ibu kota Semarang. Kido Butai (pusat ketentaraan Jepang di Jatingaleh) nampak tidak memberikan persetujuaannya secara menyeluruh meskipun dijamin oleh Wongsonegoro, bahwa senjata tersebut tidak untuk melawan Jepang. Permintaan yang berulang-ulang Cuma menghasilkan senjata yang tak seberapa, dan itupun senjata-senjata yang sudah agak usang.
Kecurigaan BKR dan pemuda semakin bertambah setelah Sekutu mulai mendaratkan pasukannya di pulau Jawa. pihak Indonesia khawatir Jepang akan menyerahkan senjata-senjatanya kepada sekutu, dan berpendapat kesempatan memperoleh senjata harus dimanfaatkan sebelum Sekutu mendarat di Semarang. Karena sudah pasti pasukan Belanda yang bergabung dengan Sekutu akan ikut dalam pendaratan itu yang tujuannya menjajah Indonesia lagi.
Pertempuran  lima hari di semarang dimulai menjelang minggu malam tanggal 15 Oktober 1945. Keadaan kota  Semarang sangat mencekam apalagi di jalan-jalan dan kampung-kampung dimana ada pos BKR dan pemuda tampak dalam keadaan siap. Pasukan pemuda terdiri dari beberapa kelompok yaitu BKR, Polisi Instimewa, AMRI, AMKA (Angkatan Muda Kereta Api) dan orgainsasi para pemuda lainnya. Dapat pula kita tambahkan disini, bahwa markas Jepang dibantu oleh pasukan Jepang sebesar 675 orang, yang mereka dalam perjalanan dari Irian ke Jakarta, tapi karena persoalan logistik, pasukan ini singgah di Semarang. Pasukan ini merupakan pasukan tempur yang mempunyai pengalaman di medan perang Irian. Keadaan kontas sekali, karena para pemuda pejuang kita harus menghadapi pasukan Jepang yang berpengalaman tempur dan lebih lengkap persenjataannya, sementara kelompok pasukan pemuda belum pernah bertempur, dan hampir-hampr tidak bersenjata. Juga sebagian besar belum pernah mendapat latihan, kecuali diantarannya dari pasukan Polisi instimewa, anggota BKR, dari ex PETA dan HEIHO yang pernah mendapat pendidikan dan latihan militer, tapi tanpa pengalaman tempur(http://id.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_lima_hari dikutip tanggal 6 Agustus 2009).
Diawali dengan berontaknya 400 tentara Jepang yang bertugas membangun pabrik senjata di Cepiring dekat Semarang. Pertempuran antara pemberontak Jepang melawan Pemuda ini berkobar sejak dari Cepiring hingga Jatingaleh yang terletak dibagian atas kota. Di Jatingaleh ini pasukan Jepang yang dipukul mundur menggabungkan diri dengan pasukan Kidobutai yang memang berpangkalan di tempat tersebut.(Tanggal 14 Oktober 1945).
Suasana kota Semarang menjadi panas. Terdengar bahwa pasukan Kidobutai Jatingaleh akan segera mengadakan serangan balasan terhadap para Pemuda Indonesia. Situsasi hangat bertambah panas dengan meluasnya desas-desus yang menggelisahkan masyarakat, bahwa cadangan air minum di Candi (Siranda) telah diracuni. Pihak Jepang yang disangka telah melakukan peracunan lebih memperuncing keadaan dengan melucuti 8 orang polisi Indnoesia yang menjaga tempat tersebut untuk menghindarkan peracunan cadangan air minum itu.
Dr. Karyadi, kepala laboratorium pusat rumah sakit rakyat (Purasara) ketika mendengar berita ini langsung meluncur ke Siranda untuk mengecek kebenarannya. Tetapi beliau tidak pernah samapi tujuan, jenasahnya diketemukan di jalan Pandanaran semarang, karena dibunuh oleh tentara Jepang. Keesokan harinya tanggal 15 Oktober 1945 jam 03.00 pasukan Kidobutai benar-benar melancarkan serangannya ke tengah-tengah kota Semarang.
Markas BKR kota Semarang menenpati komplek bekas sekolah MULO di Mugas. Di belakangnya terdapat sebuah bukit rendah dari sinilah di waktu fajar Kidobutai melancarkan serangan mendadak terhadap Markas BKR. Secara tiba-tiba mereka melancarkan serangan dari dua jurusan dengan tembakan tekidanto (pelempar granat) dan senapan mesin yang gencar. Diperkirakan pasukan Jepang yang menyerang berjumlah 400 orang. Setelah memberikan perlawanan selama setengah jam , pimpinan BKR akhirnya menyadari markasnya tak mungkin dapat dipertahankan lagi dan untuk mengindari kepungan tentara Jepang pasukan  BKR mengundurkan diri meninggalkan markasnya.
Juga di depan markas Kempetai terjadi pertempuran sengit antara pasukan Jepang melawan para pemuda yang bertahan di bekas gendung NIS (Lawang sewu) dan Gubernuran. Pasukan gabungan yang terdiri dari BKR, Polisi Instimewa dan AMK melawan secara ggih, sehingga banyak jatuh korban di kedua belah pihak.
Meskipun dalam pertempuran tahap pertama pihak Jepang bagian Timur dapat  berhasil menduduki beberapa tempat penting, mereka tidak dapat bertahan karena selalu mendapat serangan dari BKR dan Pemuda. Terpaksa mereka meninggalkan tempat-tempat tersebut, yang kemudian dikuasai kembali oleh para Pemuda. Demikianlah pasukan silih berganti antara Jepang dan pemuda menempati posisi strategis.
Selain menangkap Mr. Wongsonegoro, Jepang juga menangkap pimpinan Rumah Sakit Purusara yaitu Dr. Sukaryo, Komandan Kompi BKR ialah ex Sudanco Mirza Sidharta dan banyak pimpinan-pimnpinan lainnya. Untuk menuntut balas, bantuan dari luar kota terus berdatangan yang menggabungkan diri dengan para Pemuda yang ada di dalam kota. Pasukan BKR dan para pemudanya dari Pati bergabung dengan pasukan Mieza Sidharta dan mengadakan serangan balasan terhadap jepang yang telah menguasai tempat-tempat penting dalam kota, sehingga berlangsung dengan sengitnya, Taktik gerilya-kota dapat dilaksanakan dengna mengindari peretempuran terbuka, dengan tiba-tiba menyerang dan segera menghilang. Sekalipun belum ada komando terpusat, namun datangnya serangan terhadap jepang selalu bergantian dan bergelombang.  Keberanian mereka benar-benar patut dibanggakan, sehingga menyulitkan Jepang menguasai kota. Markas Jepang di Jatingaleh pun tak luput dari serangan BKR dan para pemudanya yang menimbulkan korban yang tidak sedikit kepada pihak Jepang. Gerak maju Jepang selanjutnya tidak berjalan lancar, karena tertahan di depan kantor listrik, bahkan sempat dipukul mundur. Akibat serangan Jepang yang membabi buta, petugas PMI tidak dapat bergerak leluasa, yang menyebabkan korban pertempuran sangat menyedihkan, Mereka yang menderita luka-luka tidak dapat perawatan yang semestinya dan mayat-mayat bergelimpangan dibeberapa tempat sampai membusuk karena tidak segera dikubur.
Petugas lain bermarkas di Hotel du Pavillion ialah dapur umum dimana pejuang mendapatkan makanan., tetapi setelah pertempuran meluas, selanjutnya para pemuda mendapat bantuan dari rakyat dengan bergotong royong menyediakan makanannya, walaupun mereka sendiri saat itu juga kekurangan.
Diperkirakan 2.000 pasukan Jepang terlibat dalam pertempuran besar-besaran melawan pemuda Indonesia. Senjata-senjata modern dan lengkap dilawan semangat joang yang menyala dari rkayat Semarang. Di tempat yang paling seru pertempurann terjadi di Simpang Lima (tugu Muda). Puluhan Pemuda yang terkepung oleh Jepang dibantai dengan kejam. Pemuda dan pasukan rakyat dari luar kota sekitar Semarang menunjukkan kesetiakawanannya. Bala bantuan mengalir terus ke Semarang. Mereka yang baru datang, langsung terjun terus ke kancah pertempuran.
Setelah BKR berhasil mengadakan konsolidasi dan mendapat bantuan dari daerah lain di Jawa Tengah, situasi menjadi berbalik pada saat Jepang berada dalam keadaan kritis. Untuk mengatasi situasi itu serangan makin diperhebat. Banyaknya korban dikalangan penduduk telah meninggikan para pemuda untuk menuntut balas.  Jepang kembali mendekati Mr. Wongsonegoro yang didesak untuk menghentikan pertempuran. Dari hasil peninjauan dapat diketahui banyak rakyat yang tewas dalam pertempuran. Oleh karena desakan Jepang untuk menghentikan pertempuran, diterima oleh Mr. Wongsonegoro. Pertimbanan lain adalah untuk menyusun kembali kekuatan dalam menghadapi musuh yang sebenarnya, ialah tentara Sekutu yang diboncengi tentara Belanda yang segera akan mendarat di Semarang, Jawa Tengah (http://id.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_lima_hari dikutip tanggal 6 Agustus 2009).
Tanggal 17 Oktober 1945 tercapai perundingan dan kesepakatan tentang gencatan senjata, namun pertempuran berlanjut sampai dengan tanggal 18 Oktober 1945.
Perundingan antara Kasman dan Sartono dengan Jenderal Nakamura. Nakamura mengancam bila pemuda Semarang tidak menyerahkan senjata yang telah dirampas dengan waktu sampai tanggal 19 Oktober 1945 pukul 10.00 maka akan diserang. Namun hal ini tidak pernah terjadi karena Tanggal 19 Oktober 1945 Inggris diberitakan mendarat di Semarang.
7.      Pertempuran Surabaya.
Tanggal 11 Oktober 1945 para pejuang Surabaya mulai menghadapi tindakan-tindakan Belanda yang semakin brutal. Pemuda-pemuda Indonesia menyerbu daerah yang menjadi pos NICA.. Tanggal 25 Oktober 1945 Sekutu dari Brigade 49 dibawah pimpinan Brigadir Jend. AWS Mallaby, mendarat di Surabaya. Mereka terdiri dari kesatuan tentara Inggris, termasuk Gurkha. Dan bertugas untuk melucut senjata tentara jepang. Kemudian diadakan pertemuan antara wakil-wakil pemerintah RI dengan Mallaby. Hasil pertemuan itu antara lain sebagai beriku:
a.       Inggris berjanji, bahwa kedatangan tentaranya tidak disertai angkatan perang Belanda.
b.      Disetujui kerjasama antara Sekutu dengan pihak Indonesia untuk menjamin keamanan dan ketentraman. Dalam hal ini Inggris telah mengakui RI secara de Facto.
c.       Akan segera dibentuk Kontak Biro agar kerja sama terlaksana dengan baik.
d.      Inggris hanya akan melucuti senjata tentara Jepang.
Inggris diijinkan masuk kota. Ternyata inggris ingkar janji. Tanggal 26 Oktober 1945 malam pasukan Field Security Section pimpinan Kapten Shaw menyerbu penjara Kalisosok untuk membebaskan Kolonel Huiyer (AL Belanda). Keesokan nya Inggris menduduki Pangkalan Udara Tanjung Perak, Kantor Pos Besar, Gedung Internatio dan objek vital lainnya.Tanggal 27 Oktober pesawat Inggris menyebar pamplet yang berisi perintah agar rakyat Surabaya dan Jawa Timur menyerahkan kembali senjata yang dirampas dari Jepang. Tanggal 27 Oktober  siang terjadilah kontak senjata . Tanggal 28 Oktober kedudukan Inggris terdesak. Tanggal 29 Oktober beberapa objek vital direbut kembali. Pihak Sekutu segera menghubungi Presiden Soekarno untuk memadamkan pertempuran. Soekarno, Moh Hatta dan Amir Syarifudin datang bersama jend. Hawthorn dan mereka berunding dengan Mallaby. Perundingan menghasilkan gencatan senjata. Menteri Penerangan menegaskan kembali beberapa kesepakatan berikut:
1.      Dibentuk suatu Kontak Biro yang anggotanya dari pihak Indonesia dan Inggris.
2.      Daerah pelabuhan dijaga bersama.
3.      Daerah Darmo, daerah kamp interniran oerang Eropa dijaga Sekutu.
4.      Tawanan dari kedua belah pihak harus dikembalikan kepada masing-masing pihak.
Masih terjadi beberapa pertempuran. Anggota Kontak Biro mendatangi tempat-tempat tersebut. Tempat terakhir yang dikunjungi adalah gedung Bank Internatio di dekat Jembatan Merah. Terbunuhlah Mallaby disini. Christison sebagai panglima AFNEI menuntuk rakyat Surabaya menyerah, kalau tidak Surabaya akan dibumihanguskan. Kemudian Inggris mendatangkan pasukan pimpinan Jend. G.C. Mansergh. Tanggal 7 November 1945 Mansergh menulis surat yang menuduh bahwa Gubernur Suryo tidak menguasai keadaan dan seluruh kota sudah dikuasai oleh para perampok. Gubernur Suryo Tanggal 9 November mengirim surat balasan yang isinya menolak tuduhan tersebut. Akhirnya tanggal 9 Oktober 1945 Mansergh mengeluarkan ultimatum, agar rakyat Surabaya yang bersenjata harus melapor dan menyerahkan senjatanya ke Inggris. Kemudian semua harus menandatangi dokumen sebagai tanda menyerah tanpa syarat kepada tentara Inggris, Batas waktu yang ditentukan adalah pukul 06.00 tanggal 10 November 1945. Kalau tidak diindahkan sampai batas waktu tersebut, maka Inggris akan mengerahkan semua kekuatan darat, laut dan udara untuk menghancurkan Surabaya. Rakyat Surabaya menolak dan diserbu luar biasa, yang berakibat mundurnya rakyat Surabaya dari kota Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar