SEJARAH
MENURUT KUNTOWIJOYO
Syajara
dari bahasa Arab yang berarti “terjadi”, syajarah
berarti “pohon”, syajarah an-nasab
berarti “pohon silsilah”, bahasa Inggris history,
bahasa Latin dan Yunani historia,
bahasa Yunani Histor atau istor berarti “orang pandai”. Pernyataan
tersebut asal usul kata sejarah dari asal katanya. Ada yang menarik bila kita
belajar sejarah, dimana baik pelajaran maupun pengalaman ternyata penting untuk
ilmu sejarah. Pelajaran di sekolah setidaknya mengajarkan fakta sejarah dan
pengalaman akan membuat orang lebih bijaksana, dua hal yang sangat penting bagi
sejarawan.
Biasanya kita merasa
sudah mengerti penggunaan kata sejarah. Apa yang sudah terjadi, semua kita
anggap sebagai sejarah. Padahal apa yang sudah terjadi atau sejarah itu ada dua
macam, yaitu yang terjadi di luar pengetahuan manusia (disebut juga sejarah
objektif) dan yang terjadi sepengetahuan manusia (disebut juga sejarah subjektif).
Kata “sejarah” dalam “Sejarah Nasional“ merujuk pada sejarah subjektif itu.
Kata sejarah didengar
pertama kali karena dipakai oleh guru sejarah. Pelajaran yang mengandung
pesan-pesan moral. Sejarah baik muatan lokal maupun muatan nasional dalam tiap
tingkatan itu seharusnya mempunyai pendekatan berbeda, sehingga sejarah tidak
membosankan, karena banyak kesamaan dan pengulangan. Untuk SD, sejarah dapat
dibicarakan dengan pendekatan estetis,
artinya sejarah diberikan semata-mata untuk menanamkan rasa cinta kepada perjuangan, pahlawan, tanah
air, dan bangsa. Untuk SMP, sejarah hendaknya diberikan dengan pendekatan etis. Kepada siswa harus ditanamkan
pengertian bahwa mereka hidup bersama orang, masyarakat, dan kebudayaan lain,
baik yang dulu maupun yang sekarang. Hal ini diharapkan mereka yang sudah lulus
SMP selain mencintai perjuangan,
pahlawan, tanah air, dan bangsa, mereka juga tidak canggung dalam pergaulan
masyarakat yang semakin majemuk. Kepada anak-anak SMA yang sudah mulai bernalar
itu, sejarah harus diberikan secara kritis. Mereka diharapkan sudah bisa
berpikir mengapa sesuatu terjadi, apa sebenarnya yang telah terjadi, dan ke mana
arah kejadian-kejadian itu.
Selain perbedaan dalam
pendekatan untuk tiap tingkatan, sejarah juga harus diberikan seperti orang
menenun. Ibarat menenun benang, sejarah harus disampaikan jalur atas bawah dan
kolong ke samping kanan kirinya atau dimensi waktu (temporal) dan ruangnya (spatial,
dari bahasa Latin spatioum yang berarti
“ruang”), atau aspek proses (dari bahasa Latin processus yang berarti “berjalan maju”) dan aspek strukturnya (dari
bahasa Latin structura yang berarti “bangunan”),
atau segi diakronis (bahasa Latin dan
Yunani dia yang berarti “melampaui”,
bahasa Yunani chromos yang berarti “waktu”)
dan sinkronisnya (bahasa Yunani synchronus yang berarti “terjadi secara
bersamaan”).
Sejarah juga berkaitan
dengan pegawai sejarah. Pekerjaan mereka dihadapkan dengan persaingan globalisasi
yang memberi sajian-sajian yang bukan saja anasional
tetapi juga ahistoris. Sajian-sajian
itu anasional, karena menyuguhkan
sesuatu yang tidak berakar dalam dalam kebudayan nasional. Juga bersifat ahistoris karena tidak mengajarkan
masyarakat untuk berpikir secara urut, dari masa lalu, masa kini dan masa
depan.
Terdapat pula pelaku
dan saksi sejarah. Pelaku sejarah adalah orang yang secara langsung terlibat
dalam pergulatan sejarah. Saksi sejarah ialah orang yang mengetahui suatu
peristiwa sejarah, tetapi tidak terlibat langsung. Ini bisa digali dengan
menggunakan metode sejarah lisan, baik pengalaman pelaku maupun saksi sejarah
itu akan diungkapkan. Dalam penelitian dan penulisan sejarah perlulah
imajinasi.
Sejarah bukanlah mitos
(mythos dari bahasa Yunani yang
berarti “dongeng”). Mitos menceritakan masa lalu dengan waktu yang tidak jelas
dan kejadian yang tidak masuk akal orang masa kini. Mitos biasanya dimulai
dengan kata “yang empunya cerita” atau “kata sahibul hikayat”. Dalam mitos
tidak ada penjelasan tentang kapan peristiwa terjadi, sedangkan dalam sejarah
semua peristiwa secara persis diceritakan kapan terjadi. Kejadian-kejadian
dalam mitos itu tidaklah masuk akal orang masa kini, sekalipun dipercaya
sebagai sungguh-sungguh terjadi pada masa lalu. Mitos berkembang bersama dengan
nyanyian, mantra, syair dan pepatah termasuk tradisi lisan. Tradisi lisan
sendiri dapat menjadi sejarah, asal ada sumber sejarah lain. Barangkali untuk
masyarakat yang belum mengenal tulisan. Jadi semua sumber itu sah sifatnya asal
prosedur penelitian sejarah diterapkan.
Sejarah itu bukan
filsafat. Sejarah sebagai ilmu yang konkret bukan ilmu yang abstrak. Sejarah pada
sejarahnya berusaha mandiri sebagai ilmu positif dengan Leopold von Ranke (1795-1886)
dari Jerman yang menganjurkan supaya sejarawan hanya menulis apa yang
sesungguhnya terjadi. Ia sering disebut sebagai bapak historiografi modern.
Dengan cara menulis tentang apa yang sesungguhnya terjadi, sejarah akan menjadi
objektif. Filsafat itu abstrak (bahasa latin abstractus berarti “pikiran”) dan spekulatif (bahasa latin speculation berarti “gambaran angan-angan”).
Dalam arti filsafat hanya berurusan dengan pikiran umum. Kalau sejarah
berbicara tentang manusia, maka yang dibicarakan ialah orang tertentu yang
mempunyai tempat dan waktu serta terlibat dalam kejadian.
Sejarah itu bukan ilmu
alam. Sejarah mempunyai cara sendiri dalam pekerjaanya. Sejarah sering
dimasukkan dalam ilmu-ilmu manusia atau human
studies, yang dalam perjalanan waktu dipecah ke dalam ilmu-ilmu sosial (social sciences) dan ilmu kemanusiaan (humanities). Ilmu-ilmu alam (termasuk
ilmu-ilmu sosial tertentu) bertujuan menemukan hukum-hukum umum, atau bersifat nomotetis (bahasa Yunani nomo berarti “hukum”, dan tithenai berarti “mendirikan”). Sedangkan
sejarah berusaha menuliskan hal-hal yang khas atau bersifat idiografis (bahasa Yunani idio berarti “ciri-ciri seseorang”, dan
bahasa Yunani graphein berarti “menulis”,
sering juga disebut Ideografis,
bahasa Yunani idea berarti “pikiran”
dan graphein, sebab sejarah ialah
ilmu yang menuliskan pikiran pelaku). Dalam ilmu alam, hukum-hukum berlaku
secara tetap, tidak pandang orang, tempat, waktu dan suasana. Beda dengan
sejarah.
Sejarah bukanlah
sastra. Sastra adalah pekerjaan imajinasi yang lahir dari kehidupan sebagaimana
dimengerti oleh pengarangnya. Sedangkan sejarah harus berusaha memberikan
informasi selengkap- lengkapnya, setuntas-tuntasnya dan sejelas-jelasnya.
Sejarah sebagai ilmu,
sejarah terikat pada prosedur penelitian ilmiah. Sejarah juga terikat pada
penalaran yang bersandar pada fakta (bahasa latin factus berari “apa yang sudah selesai”). Kebenaran sejarah terletak
dalam kesediaan sejarawan untuk meneliti sumber sejarah secara tuntas, sehingga
diharapkan ia akan mengungkap secara objektif. Hasil akhir yang diharapkan
ialah kecocokan antara pemahaman sejarah dengan fakta. Jadi, secara positif.
Sejarah ialah ilmu
tentang manusia. Sejarah hanya bercerita tentang manusia. Akan tetapi juga
bukan cerita tentang masa lalu manusia secara keseluruhan. Manusia yang berupa
fosil menjadi objek penelitian antropologi ragawi dan bukan sejarah. Begitu pun
benda-benda yang meskipun buatan manusia tetapi lebih menjadi pekerjaan
arkeologi. Sejarah hanya mengurusi manusia masa kini. Ada persetujuan tidak tertulis
antara arkeologi dan sejarah di Indonesia yang sampai sekarang pada umumnya
masih berlaku. Sejarah akan meneliti peristiwa-peristiwa sesudah 1500. Akan
tetapi, manusia masa kini menjadi objek bersama-sama beberapa ilmu sosial.
Sejarah adalah ilmu tentang
waktu. Sejarah membicaran masyarakat dari segi waktu, jadi sejarah ialah
tentang waktu. Apa yang dapat dibicarakan tentang waktu ? dalam waktu terjadi
empat hal yaitu perkembangan,
kesinambungan, pengulangan dan perubahan. Perkembangan
terjadi bila berturut-turut masyarakat bergerak dari satu bentuk ke bentuk
lain. Biasanya masyarakat akan berkembang dari bentuk yang sederhana ke bentuk
yang lebih kompleks. Kesinambungan
terjadi bila suatu masyarakat baru hanya melakukan adopsi lembaga-lembaga lama.
Pengulangan terjadi bila peristiwa
yang pernah terjadi di masa lampau terjadi kembali. Perubahan terjadi bila masyarakat mengalami pergeseran sama dengan
perkembangan. Akan tetapi, asumsinya ialah adanya perkembangan besar-besaran
dan dalam waktu yang relatif singkat. Biasanya, perubahan terjadi karena
pengaruh dari luar. Agar setiap waktu dapat dipahami, sejarah membuat
pembabakan waktu atau periodisasi. Maksud periodisasi ialah supaya setiap babak
waktu itu menjadi jelas ciri-cirinya, sehingga mudah dipahami. Demikian juga
sejarah Indonesia biasanya dapat dibagi ke dalam empat periode yaitu
Prasejarah, zaman kuno, zaman Islam dan zaman modern.
Sejarah adalah sejarah
tertentu, particular (bahasa Latin particularis berarti “tertentu”, lawan
kata dari general bahasa Latin generalis berarti “umum”). Sejarah itu
ilmu mengenai satu-satunya, unik (bahasa Inggris unique, bahasa Latin unicus
berarti “satu-satunya”, lawan kata dari similar,
bahasa Latin similis berarti “seperti”).
Karena sejarah harus menulis peristiwa, tempat, dan waktu yang hanya sekali
terjadi. Sejarah harus terperinci, detail (bahasa Prancis Kuno detailler berarti “terperinci”, bahasa Latin
dis berarti “terpisah” dan talea berarti “memotong”). Maksudnya
sejarah harus menyajikan yang kecil-kecil, tidak terbatas pada hal-hal yang
besar. Sejarawan adalah master of details.
Jadi sejarah adalah
rekonstruksi masa lalu. Jangan dibayangkan bahwa membangun kembali masa lalu
itu untuk kepentingan masa lalu sendiri; itu antikuarianisme dan bukan sejarah. Ada definisi sejarah yang tautologies yang mengatakan bahwa
sejarah ialah apa yang dikerjakan sejarawan. Tautologi ini menegaskan bahwa sejarawan mempunya kebebasan dalam
rekonstruksi. Yang mengikat sejarawan hanyalah fakta sejarah. Bila diumpamakan
sejarawan itu seperti dalang, ia dapat memainkan apa saja. Akan tetapi, ia
dibatasi oleh dua hal yaitu wayang dan lakon. Diumpamakan wayang sebagai fakta
dan lakon itu sebagai tema yang dipilih sejarawan. Apa yang direkonstruksi
sejarah ? ialah apa saja yang sudah dipikirkan, dikatakan, dikerjakan,
dirasakan, dan dialami oleh orang. Sejarawan dapat menulis apa saja, asal
memenuhi syarat untuk disebut sejarah.
Sumber
Kuntowijoyo. 2013. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta :
Penerbit Tiara Wacana
Nama : Umu Amanah Dwi Hestiani
BalasHapusKelas : X IPS 1
Nama : Khailila Anggun Aprilia
BalasHapusKelas : X IPS 1
Nama:Hanna Damai Kristiani
BalasHapusKelas:X IPS 1
Nama : Eka Sari Nur Arianti
BalasHapusKelas : x IPS 1
Nama : Muhammad Tri Akbar Muttaqin
BalasHapusKelas: Xips 1
Nama: jevriprastio
BalasHapusKelas:xips1
Nama:Tawakal Putra Mukti
BalasHapusKelas:X IPS 1
Nama:Anjani Puspita Arum
BalasHapusKelas:X IPS 3
Nama:Fatimah
BalasHapusKelas:X IPS 3
Nama:Oktavia Aulia Rista
BalasHapusKelas:X IPS 3
Nama:Oktavia Aulia Rista
BalasHapusKelas:X IPS 3
Nama:Noviana Aryanti Putri
BalasHapusKelas:X IPS 3
Nama:misriyanti
BalasHapusKelas:X IPS 3
Nama:Bagas Sucipto
BalasHapusKelas:X IPS 4
Nama: tita sriana
BalasHapusKelas:x IPS 4
Nama:Sahrul Nur Miftah
BalasHapusKelas:X IPS 4
Nama:Rina Umiati
BalasHapusKelas:X IPS 4
Nama:fina priatun
BalasHapusKelas:X ips 4
Baguss agar kita mengetahui sejarah sejarah yg dulu kita tidak tahu
BalasHapusNama:Shofia Nur Alifah
BalasHapusKelas:X ips 4
Nama:M Ramdan Oktobri
BalasHapusKelas:X IPS 4
Kalau ada pertanyaan dipersilakan disampaikan di komentar. dengan tetap memberi nama terang dan kelas. terima kasih.
BalasHapusNama: ius arkarino
BalasHapusKelas: X IPS 4
Nama:fina priatun
BalasHapusKelas:X ips 4
Nama:sofan sidik
BalasHapusKelas:x ips4
Nama: Annisa Aurelia Irawan
BalasHapusKelas: X IPS 4
Nama: ius arkarino
BalasHapusKelas: X IPS 4
Terimakasih telah mengikuti pembelajaran sejarah hari ini. bagi yang belum masih saya tunggu sampai minggu depan. bagi yang telah membaca postingan ini untuk dapat meninggalkan jejak dengan menuliskan nama dan kelas. terimakasih atas kehadiran dan perhatiannya.
BalasHapusArya febryan
BalasHapusX MIPA
Nama : M. BAHARUDIN YUSUF AZIZ
BalasHapusKelas : X MIPA 5