SEJARAH
MARITIM KERAJAAN SRIWIJAYA
Disusun
Oleh :
Topan
Dwiono Purbaya
Pendidik
Mata Pelajaran Sejarah di SMA Negeri 1 Kutasari
Kerajaan
Sriwijaya Kerajaan Maritim
Kerajaan Sriwijaya antara tahun 670 –
1025 mendominasi perdagangan di Asia Tenggara. Sriwijaya mampu mengontrol dan
memanfaatkan potensi perdagangan maritim selat Malaka. Suatu kawasan paling
penting dalam pelayaran antara India dan China. Eksistensinya terletak pada
kemampuannya dalam mengorganisasi pertukaran komoditi-komoditi niaga Asia
Tenggara untuk pasaran China dan Barat, yang dipusatkan di delta sungai Musi,
yang menghubungkan antara Palembang dengan (Hamid, 2015 : 51) pesisir pantai
dan daerah pedalaman. Raja-raja Sriwijaya sangat memperhatikan hal ini dalam
membangun ekonomi dan politik negerinya (Hamid, 2015 : 52).
Pada pertengahan kedua abad ke 7,
terdapat dua pusat perdagangan di pantai tenggara Sumatera yakni Palembang dan
Jambi. Kedua pelabuhan ini pernah dikunjungi oleh peziarah Budha dari China, I
Tsing. Dalam tahun 671, I Tsing berlayar 20 hari lamanya ke Sriwijaya (Fo-Shih,
Palembang). Dia berhenti selama enam bulan disana. Oleh raja Sriwijaya, I Tsing
diantar ke Melayu (Jambi). Di Melayu I Tsing tinggal selama 2 bulan. Kemudian
berlayar ke Kedah selama 15 hari. Pada bulan keduabelas (6 Januari s.d. 4
Februari 672) I Tsing melanjutkan pelayaran ke India (Hamid, 2015 : 52).
Sriwijaya pada abad ke 7 sebagai tempat belajar agama Budha Mahayana. Dari
catatan I Tsing diperoleh informasi bahwa di Sriwijaya terdapat lebih dari seribu
pendeta Buddha. Di Sriwijaya I Tsing merampungkan tulisannya dimana dia dibantu
4 orang temannya (Hamid, 2015 : 52).
Sriwijaya sangat strategis di Sumatra
dalam hubungan internal antara tiga kesatuan wilayah : tanah tinggi Sumatra
bagian barat (pegunungan Bukit Barisan), daerah kaki bukit dan pertemuan anak
sungai sewaktu memasuki daratan rendah, dan daerah pesisir timur laut. Sriwijaya juga mampu mengontrol lalu lintas
perdagangan maritim di selat Malaka dan selat Sunda. Posisi itu membuat para
penguasanya lebih mudah menarik pajak perdagangan maritim antara India dan
China. Penguasa Sriwijaya terkenal sebagai raja-raja pelaut. Mereka berhasil
menaklukkan pantai-pantai semenanjung Malaya. Karena itu Sriwijaya dipandang
sebagai “kerajaan kelautan” awal Indonesia (Hamid, 2015 : 53).
Terdapat
lima strategi raja-raja Sriwijaya dalam membangun kekuatan dan kekuasaannya
(53):
1
|
Memudarkan
pengaruh dan kuasa kerajaan-kerajaan pelabuhan pesisir di Sumatra dan
semanenanjung Malaya serta Jawa.
Tujuannya adalah mengonsentrasikan kegiatan pelayaran dan perdagangan
maritim. Khususnya di kawasan barat
Nusantara. Sriwijaya juga memanfaatkan kemunduran imperium awal seperti
Koyin, Kantoli, Funan dan Holing yang pernah mengambil untung dari
perdagangan laut antara Nusantara, India dan China. Maka Sriwijaya
menaklukkan kekuatan sezamannya, seperti kedah (pantai barat Malaya), Polo
dan Barus di pantai barat Sumatra serta kerajaan-kerajaan kecil pesisir di
pantai utara Malaya (Hamid, 2015 : 53).
|
2
|
Mengontrol
jalur pelayaran dan niaga maritim dari dan ke Nusantara, China, dan India
(termasuk Laut Tengah). Ada dua pintu utama yang dikuasai. Pertama adalah
selat Malaka. Setelah menaklukkan Kedah dan Kalah, dimana route niaga yang
sebelumnya melintasi Tanah Genting Kra, dialihkan melalui Selat Malaka. Untuk
pintu kedua adalah Selat Sunda. Selat ini menghubungkan Sumatera dan Jawa
yang merupakan pintu masuk niaga maritim dari Pantai Barat Sumatra menuju
berbagai daerah di Nusantara dan China juga sebaliknya. Disinilah Sriwijaya
mendapatkan kemakmuran melalui kebijakan pajak masuk dan keluar di dua selat
tersebut, termasuk yang langsung ke Sriwijaya (Hamid, 2015 : 53-54).
|
3
|
Memantapkan
hubungan niaga dan politik dengan negeri-negeri yang telah ditaklukannya
(vassal) untuk membangun koordinasi ke kawasan yang kuat dibawah Sriwijaya.
Sriwijaya tidak hanya bergantung pada militer namun juga menggunakan jejaring
hubungan politik, keluarga yang kompleks dan perdagangan maritim untuk
menguatkan dan mempertahankan kesatuan wilayah yang dikuasainya. Kerajaan
vassal didudukkan secara sah dengan ekonomi yang otonom. Selain itu diadakan
petukaran pangeran (datu) dan kawin silang telah membentuk ikatan
kekeluargaan, politik, agama antara vassal dan Sriwijaya (Hamid, 2015 : 54).
|
4
|
Menjalin
hubungan niaga dan diplomatik dengan China. Dimana China punya peranan
penting, baik dibidang niaga ataupun politik. China sendiri memanfaatkan
kondisi ini untuk memudahkan kegiatan perdagangan dan politiknya diseberang
lautan. Setelah China melihat kekuatan Sriwijaya, China lalu menghadiahkan
“status perniagaan istimewa” kepadanya. Sejak itu Sriwijaya dihormati, baik
oleh pasar India maupun China itu sendiri. Ini membuat para saudagar bergiat
mencari alasan apapun agar dapat melakukan perdagangan atas nama Sriwijaya
(Hamid, 2015 : 54-55).
|
5
|
Memperkuat
kontrol atas wilayah kekuasaanya di laut dengan pemanfaatan sumber daya
manusia yang kuat dan punya pengalaman di laut, baik sebagai pengembara
ataupun bajak laut. Disinilah mereka diajak berhubungan kerjasama saling
menguntungkan. Kepada mereka, raja Sriwijaya memberikan upeti dari hasil
pajak yang ditarik dari kegiatan perdagangan dari kapal-kapal yang singgah.
Maharaja Sriwijaya memanfaatkan orang laut dengan sejumlah perahu mereka di sepanjang
pesisir di kepulauan Riau yang merupakan pintu masuk Selat Malaka. Untuk apa
mereka direkrut, salah satunya untuk menyerang target-target mereka di
kawasan tersebut. Orang Bajau (Bajo) serta toponim lainnya di Nusantara yang
sejak dahulu dikenal sebagai pengembara laut yang andal memiliki potensi
lebih baik untuk menjadi angkatan laut Sriwijaya. Kehadiran orang laut di
muara sungai besar dan di selat memberikan sarana pertahanan dan pengawasan
laut yang tangguh. Maka penguasaan perairan dapat dilaksanakan dengan baik
(Hamid, 2015 : 55).
Pada
abad X, Sriwijaya memerlukan lebih dari dua tahun untuk mengelilingi semua
pulau yang berada dalam wilayah kekuasaannya, itupun bila menggunakan perahu
layar yang cepat. Kondisi ini hanya mungkin bila didukung oleh angkatan laut
yang kuat, tenaga, armada dan perlengkapan yang diperoleh dari orang laut
yang loyal kepada Sriwijaya. Pada abad ke XIII, Sriwijaya merupakan tempat
yang dilalui kapal asing. Hasil semua negeri ditahan disana dan disimpan
untuk dijual kepada kapal yang singgah. Penduduknya tinggal tersebar di luar
kota. Bila menghadapi musuh, mereka berani mati, mereka tidak ada
tandingannya diantara bangsa-bangsa lain. Informasi tersebut melukiskan
pentingnya orang laut sebagai kekuatan pertahanan yang sangat ditakuti kapal
asing (Hamid, 2015 : 56).
|
Berdasarkan sumber Ibn Hordadzbeh
tahun 844 – 848, ia mengatakan bahwa
raja zabag disebut maharaja kekuasaannya meliputi pulau-pulau di lautan timur.
Hasil negerinya adalah kapur barus. Terdapat banyak gajah di sana. Setiap hari
maharaja menerima 200 mann emas. Emas-emas itu dilebur menjadi satu batang
emas, kemudian dilemparkan ke dalam air sambil berkata “ini hartaku”. Pada
tahun 902, Ibnu Al Fakih memberitakan bahwa barang dagangan kerajaan itu
terdiri dari cengkeh, kayu cendana, kapur barus dan pala. Pelabuhannya yang
besar di pantai barat Sumatra adalah Barus. Ibn Rosteh tahun 903 diketahui
bahwa maharaja Zabag adalah maharaja terkaya dibandingkan dengan raja-raja di
India. Tahun 916, Abu Zayd mengabarkan bahwa setiap hari raja zabag melempar
segumpal emas ke dalam danau dekat istananya. Danau itu berhubungan dengan laut
sehingga airnya payau. Raja menguasai pulau-pulau, antara lain Sribuza dan
Rami, juga Kalah (Hamid, 2015 : 58).
Hasil buminya berupa kayu gaharu, kapur barus, kayu cendana, gading, timah,
kayu hitam, kayu sapan dan rempah-rempah. Masudi (ahli geografi Arab) pada
tahun 955 bercerita bahwa penduduk zabag banyak. Tentaranya tak terhitung.
Negerinya menghasilkan kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, kayu cendana, pinang,
pala kapulaga, dan merica. Perdagangannya sangatlah maju. Pelayaran dari Siraf
dan Oman dikuasai oleh raja zabag. Barus (Fansur) menghasilkan kapur barus.
Kalah dan Sribuza memiliki tambang emas dan timah. Sriwijaya mengendalikan
perdagangan hasil bumi Nusantara. Cengkeh dan pala misalnya dari Maluku,
sedangkan kayu cendana dari pulau Timor, Nusa Tenggara (menurut Tomi Pires,
komoditi-komoditi tersebut hanya terdapat di negeri-negeri itu, tempat lain
tidak ada). Ibn Said (1214 – 1274) mengatakan bahwa raja sekali setahun
melempar sebatan emas ke kanal. Setelah kematiaanya, orang akan menghitung
batang-batang emas itu sebagai ukuran masa berkuasa sang raja. Selanjutnya,
salah satu batang emas diletakkan kembali pada bagian lain dari kanal. Sehingga
untuk mengetahui jumlah raja yang berkuasa, orang harus menghitung jumlah
batang emas yang disisihkan itu (Hamid, 2015 : 59).
Berdasarkan berita China (1003) raja
Selichulawunifumatiauhwa (Sri Cumadamaniwarmadewa) mengirim dua utusan China
untuk membawa upeti. Utusan itu mengatakan bahwa di negerinya didirikan sebuah
bangunan suci agama Buddha (Chengtienwashou) untuk memuja agar kaisar panjang
umur. Sekitar tahun 1005 – 1006, maharaja Sriwijaya Marawijayotunggawarman,
mendirikan sebuah bangunan suci agama Budha di Nagipattana dengan bantuan raja
Cola ke 21, Rajakesariwarman Rajaraja I. Bangunan ini dinamakan
Cudamanivarmavihara. Bila melihat dari pembangunan bangunan tersebut terlihat
ada kepentingan agama dan hubungan politik antara Sriwijaya dengan China dan
Cola (India), selain itu adalah wujud dari kemakmuran negeri tersebut (Hamid,
2015 : 59-60).
Dijelaskan oleh sarjana China, Zhao
Rugua pada abad 13 M dalam bukunya Zhu Fan Zhi, menulis bahwa dinding-dinding
ibu kota Sriwijaya terbuat dari batu bata, dengan diameter sampai beberapa
puluh Li (1 Li = 576). Ketika meninggalkan istana, raja menggunakan sebuah
perahu, mengenakan sarung. Dia dilindungi dari terik matahari dengan sebuah payung
sutra. Pengawalnya membawa tombak emas. Di kota itu terdapat sebuah patung
Budha yang terbuat dari emas. Setiap raja baru akan membuat patung emas baru
dengan modelnya sendiri untuk menggantikan patung yang lama. Orang-orang
memberi penghormatan pada patung ini dan memberi persembahan mangkuk emas.
Ketika sesorang sakit, raja akan membagi bagikan perak seberat tubuhnya. Pada
upacara-upacara besar kerajaan, raja memakai mahkota yang tinggi dan berat yang
penuh bertakhtakan ratusan permata. Dari hasil temuan arkeologi menunjukkan
bahwa kebanyakan perdagangan dilaksanakan dengan sistem barter. Saat itu dalam
perdagangan telah digunakan keping-keping perak sebagai alat tukar perdagangan
(Hamid, 2015 : 60).
Sriwijaya intens melakukan hubungan
dengan Cina, yang juga merupakan sumber kemakmuran kerajaan. Hubungan dengan China tercatat dalam sejarah
Dinasti Tang (Sintangshu). Duta pertama dikirim tahun 670 – 673, diikuti yang
lain tahun 695 M, 702, 716, 724, 728, dan 742 M. Pada masa Dinasti Song kedua
(960 – 1279 M), dibuka agen perdagangan di Kanton tahun 971. Saudagar-saudagar
Sriwijaya disebut dalam daftar orang-orang asing yang tinggal di sana. Pada
abad ke 10 sampai ke 11, Sriwijaya mengirim utusan utusannya ke China, tahun
960, 961, 962, 971, 972, 974, 975, 980
-983, 988-992, 1003, 1017, 1028, 1077, 1078 – 1085, 1156, dan terakhir 1178
(Hamid, 2015 : 61).
Sriwijaya juga melakukan hubungan dengan
kerajaan Chola di India Selatan. Hubungan ini, selain untuk tujuan politik dan
ekonomi, juga pengembangan agama Budha Mahayana di Sriwijaya. Hubungan ini
tidak berlangsung baik secara terus menerus. Tahun 1007, raja Chola mulai
memperluas kekuasaannya dengan jalan penaklukan ke Timur. Raja Chola mengklaim
telah menaklukan 12.000 pulau. Tahun 1012, raja Chola Rajendracola bergerak
maju ke wilayah Sriwijaya di Semenanjung. Kemudian dilanjutkan pada tahun 1025.
Namun demikian, maharaja Sriwijaya masih mengirim utusan ke istana Chola tahun
1084 untuk membicarakan permasalah yang timbul di kuil Budha Sriwijaya di Negapatma
(Hamid, 2015 : 61).
Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat belajar
agama Budha Mahayana. Ribuan rahib bermukim dan belajar di sana. Dalam konteks
ini, maharaja Sriwijaya dipandang sebagai pusat kekuasaan. Ditandai pemilikan
benda-benda sakral berupa palladium
yang selalu dibawanya atau Dewaraja
(lingga batu atau emas) yang ditempatkan dalam sebuah piramida yang dibangun
dia atas sebuah bukit. Itulah sebabnya, pusat pemerintahan dapat dipindahkan.
Masa pemindahan tergantung dari sifat bahaya sang raja tidak ternoda,
penyerbuan atau hilangnya ibukota, bahkan jika hal itu membawa kerugian ekonomi
dan politik, tidak cukup untuk melemahkan kekuatannya, kecuali penangkapan dan
pembunuhan. Dengan demikian, aspek spiritual menjadi pengabsah sumber
legitimasi dan kekuasaan maharaja Sriwijaya (Hamid, 2015 : 62).
Berdasarkan sumber
sejarah, meskipun kerajaan-kerajaan di Sumatera dan Jawa (Kerajaan Sriwijaya
dan Kerajaaan Majapahit) baru tercatat sekitar abad ke-IV, bukan berarti
sebelumnya pulau-pulau tersebut terbelakang, miskin, dan tidak terorganisasi
secara politik karena Ramayana karya Valmiki (kurang lebih 500 SM) mencatat Yavadwipa atau Jawa telah memiliki
organisasi kerajaan. Jawa merupakan salah satu kerajaan tertua dibandingkan
catatan sejarah kerajaan lain di Nusantara, bahkan di Asia Tenggara. Jawa juga
lebih dulu menjalin hubungan dengan Cina daripada kerajaan-kerajaan di Sumatera
karena teknologi perkapalan di Jawa lebih unggul dari pada kerajaan di Sumatera
sehingga dapat membawa utusan-utusan dari Jawa dan Sumatera ke Cina, bukan
sebaliknya. Kerajaan Sriwijaya, sebagai suatu kerajaan maritim mengembangkan
ciri khas tradisi diplomasi untuk mempertahankan perannya sebagai pusat
perdagangan. Kekuatan utama Kerajaan Sriwijaya adalah penguasaan terhadap
daerah Selat Malaka sehingga memegang kunci pelayaran perdagangan ke Cina dan
negeri-negeri barat. Sektor perdagangan dan pelayaran yang menjadi sektor
andalan kerajaan Sriwijaya membutuhkan pengawasan langsung dari penguasa
kerajaan. Kerajaan Sriwijaya mempunyai kekuatan angkatan laut untuk melakukan
ekspedisi ke luar negeri sekaligus memastikan jalur pelayaran aman dari bajak
laut. Salah satu strategi pengamanan wilayah maritim kerajaan Sriwijaya adalah
dengan memasukkan kepala bajak laut dalam ikatan dengan kerajaan dan memberikan
bagian yang ditentukan oleh raja kepada mereka. Hal tersebut membuat para bajak
laut menjadi bagian dari organisasi perdagangan kerajaan sekaligus pengaman
jalur-jalur pelayaran. Selain itu, Sriwijaya juga menerapkan politik laut model
paksaan menimbun barang yang mewajibkan kapal-kapal asing untuk singgah di
pelabuhannya. Berbeda dengan Majapahit, strategi pengamanan wilayah maritim
Kerajaan Majapahit adalah dengan menjalankan tindakan tegas terhadap
pemberontak (dikutip dari Sejarah Hukum Maritim Kerajaan
Sriwijaya dan Majapahit dalam Hukum Indonesia Kini oleh Sartika Intaning
Pradhani dari Universitas
Gadjah Mada https://jurnal.ugm.ac.id/lembaran-sejarah/article/download/33542/20183 diakses hari Rabu Tanggal 1 Agustus 2018 pukul 11:51 WIB).
Para
sejarawan mengakui bahwa Sriwijaya pernah menjadi kerajaan bahari terbesar di
Asia Tenggara sekitar abad ke-7 hingga ke-12. Salah satu kunci keberhasilan
Sriwijaya menjadi sebuah negara maritim yang besar pada zamannya adalah
kebijakan dan sikap yang responsif terhadap lingkungan geostrategisnya. Dalam hal ini,
Sriwijaya yang memiliki posisi yang strategis tidak menjadi objek yang pasif.
Hasil-hasil kebudayaan yang berkembang pada waktu itu menunjukkan tentang
adanya peran yang signifikan orang-orang lokal dalam proses akulturasi
kebudayaan di kawasan ini, khususnya
antara budaya lokal dengan budaya India. Seperti diketahui bahwa pada abad ke-2
masehi hubungan dagang antara Nusantara dan India sudah relatif intensif
sehingga pada abad ke-5 masehi pengaruh perdagangan itu telah menembus pada
segi-segi kehidupan sosial, kebudayaan dan agama penduduk Nusantara dengan
munculnya kerajaan-kerajaan yang menunjukkan pengaruh kebudayaan Hindu dan
Budha. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pada periode itu telah muncul beberapa
kerajaan yang menunjukkan adanya pengaruh luar (terutama India) seperti
kerajaan Kutai di Kalimantan Timur dan Tarumanegara di Jawa Barat, Mataram di
Jawa Tengah, dan kemudian disusul Kerajaan Sriwijaya sekitar abad ke-7. Dalam hal ini orang-orang Sriwijaya tidak
hanya menunggu para pedagang asing datang menjual dan membeli barang, tetapi
dalam perkembangan selanjutnnya mereka juga menjadi pemain yang menentukan sebagai
pelaut dan pedagang yang ulung. Hampir bisa dipastikan bahwa pada awal abad
ke-5 telah ada orang-orang Nusantara yang datang berlayar/ berdagang langsung
ke Cina. Sebuah berita Cina menceritakan bahwa pada bulan ke empat tahun 430
datanglah utusan dari Ho-lo-tan, sebuah negeri di Shê-p’o (Jawa). Jadi jelas
bahwa utusan itu datang dari Nusantara yang membawa kain dari India dan
Gandhara. Secara berturut-turut, Ho-lo tan mengirimkan utusan ke Cina pada
tahun 430, 433, 434, 436, 437, dan 452. Diperkirakan bahwa Holotan (atau
Aruteun) merupakan pendahulu kerajaan Taruma sebelum kerajaan ini mendapat pengaruh
Hindu. Berita Cina mengenai Taruma sendiri terutama terjadi setelah periode
Ho-lo-tan. Dari berbagai berita Cina dapat disimpulkan bahwa bahwa pada abad
ke-5 masehi orang-orang Nusantara sudah memiliki hubungan dagang langsung
dengan Cina. Hubungan dagang itu bahkan lebih banyak merupakan hasil dari inisiatif
orang Nusantara dengan melihat banyaknya utusan dagang ke Cina tersebut.
Sementara itu kaisar Cina hanya sesekali mengirimkan utusan ke negeri-negeri di
Nusantara dan itupun banyak berurusan dengan soal agama dan politik. Baru dalam
tahap berikutnya, datang juga para pedagang Cina ke pelabuhan-pelabuhan di
Nusantara. Setelah penduduk Nusantara dapat berdagang langsung dengan Cina,
maka ia mendapat kedudukan yang penting dalam jaringan perdagangan dan
pelayaran internasional. Kapal-kapal Indonesia lalu-lalang melayari perairan
antara India dan Cina. Pada abad ke-7 masehi seorang pendeta Budha dari Cina
yang bernama I-tsing bertolak ke India dari Indonesia dengan menumpang kapal
Sriwijaya. Muncul dan berkembangnya Sriwijaya terkait erat dengan perdagangan yang
sedang berkembang di sepanjang jaringan maritim antara India dan Cina, antara
Nusantara dan Cina, dan perdagangan intra-regional di Asia Tenggara. Di antara
faktor yang paling penting dalam kebangkitan Sriwijaya sebagai pusat
perdagangan maritim di Asia Tenggara adalah kemampuan mereka untuk mengontrol
wilayah pedalaman mereka sendiri di Sumatra dan kemampuannya untuk mendominasi
kota-kota pelabuhan saingannya dan dengan demikian secara tidak langsung juga
mengontrol daerah-daerah pedalaman mereka. Kontrol ini memungkinkan Sriwijaya
untuk menguasai dan memusatkan perdagangan produk pertanian, hutan, dan
produk-produk laut kepulauan Indonesia di pelabuhan-pelabuhan yang dikuasai
Sriwijaya. Selain itu, Sriwijaya juga mengembangkan sistem politik yang
didasarkan pada kesetiaan dan kontrol terhadap sumber daya perdagangan. Lokasi Sriwijaya
itu sendiri sebenarnya relatif tidak strategis karena terletak jauh dari Selat
Malaka. Dengan memanfaatkan kekuatan armadanya, akhirnya Sriwijaya bisa mengontrol
perdagangan di bagian barat kepulauan Indonesia. Selain itu, mereka juga mampu
melindungi perairan mereka melawan bajak laut dan kemungkinan serangan dari
negara lain. Sebagai negara maritim, Sriwijaya telah menerapkan strategi untuk
bertahan hidup dan memperluas kekuasaan. Untuk kelangsungan hidupnya, Sriwijaya
menjalin hubungan diplomatik internasional dengan dua ‘kekuatan super’, yaitu
Cina dan India yang diperkirakan menjadi potensi ancaman. Diplomasi dengan India,
misalnya, dibangun dengan mendirikan sebuah vihara di Nalanda selama
pemerintahan Balaputradewa. Diplomasi dengan Cina dibangun dengan mengirim
upeti kepada kaisar Cina. Setiap kali Sriwijaya mendapat ancaman dari
musuh-musuhnya, ia selalu meminta perlindungan dari Cina. Sriwijaya mengakui
Cina sebagai pelindung dan mengirimkan upeti kepada kaisar Cina. Dengan
mengambil berbagai kebijakan seperti itu, Sriwijaya merasa aman dari bahaya
ekspansi militer Cina yang telah jauh mencapai Vietnam dan Fu-Nan. Selain itu,
kapal-kapal Sriwijaya akan mendapatkan perlakuan yang lebih baik ketika mereka
berlabuh di pelabuhan-pelabuhan Cina. Di sisi lain, pada level regional
Sriwijaya meneguhkan kekuatannya dan bahkan melakukan ekspansi ke wilayah
sekitarnya di kawasan dunia Melayu. Secara berangsur-angsur Sriwijaya akhirnya
dapat mengendalikan pusat-pusat perdagangan dan lalu-lintas pelayaran di
sekitarnya dengan kekuatan militer. Dengan cara seperti itu Sriwijaya mampu
mengontrol pusat-pusat perdagangan di Semenanjung Malaya seperti P’eng-feng
(Pahang), Teng-ya-Nung (Trengganu), Ling-Ya-Su- Chia (Langkasuka), Chi-lan-tan
(Kelantan), Fo-lo-an (Kuala Berang), Tanma- ling (Tambralingga, Ligor),
Chia-lo-si (Grahi, Teluk Brandon). Dengan demikian kerajaan ini telah menjadi
kerajaan maritime terbesar di kawasan Selat Malaka (Dikutip
dari Jurnal Ilmiah dengan judul Paradigma Maritim dalam Membangun Indonesia :
Belajar Sejarah oleh Singgih Tri Sulistiyono. https://jurnal.ugm.ac.id/lembaran-sejarah/article/download/33461/20140 diakses hari Kamis 30 Agustus
2018 Pukul 15.02 WIB).
Kerajaan Sriwijaya pada dasarnya
merupakan suatu kerajaan pantai, sebuah negara perniagaan dan negara yang
berkuasa di laut. Kekuasaannya lebih disebabkan oleh perdagangan internasional
melalui selat Malaka. Dengan demikian berhubungan dengan jalur perdagangan
internasional dari Asia Timur ke Asia Barat dan Eropa yang sejak paling sedikit
lima belas abad lamanya, mempunyai arti penting dalam sejarah. Sriwijaya memang
merupakan pusat perdagangan penting yang pertama pada jalan ini. Menurut berita
Cina, kita dapat menyimpulkan bahwa Sriwijaya adalah salah satu pusat
perdagangan antara Asia Tenggara dengan Cina yang terpenting. Sriwijaya adalah
kerajaan maritim yang pernah tumbuh menjadi suatu kerajaan maritim terbesar di
Asia Tenggara. Keberadaaan Sriwijaya dapat dilacak dari berita Tionghoa yang
menyebutkan bahwa di Sumatra pada abad ke 7 sudah ada beberapa kerajaan antara
lain Tolang-po-hwa (Tulangbawang di
Sumatra Selatan), Molo-yeu (Melayu di
Jambi), Ki-li-p’iche atau Che-life-che (Criwijaya). Berita ini
diperkuat oleh seorang pendeta Budha dari Tiongkok bernama I tsing dalam tahun
671 berangkat dari Kanton ke India. Ia singgah di Sriwijaya selama enam bulan untuk
belajar tata bahasa Sansekerta. Kemudian ia singgah di Malaka selama dua bulan.
Baru kemudian melanjutkan perjalanan ke India untuk tinggal selama sepuluh
tahun. Pada tahun 685 ia kembali ke Sriwijaya dan tinggal selama enam tahun
untuk menterjemahkan berbagai kita suci agama Budha dari bahasa Sansekerta ke
dalam bahasa Tionghoa. Ini membuktikan bahwa betapa pentingnya Sriwijaya
sebagai pusat untuk mempelajari Mahayana. (SEJARAH MARITIM INDONESIA MENELUSURI JIWA BAHARI
BANGSA INDONESIA DALAM PROSES INTEGRASI BANGSA (Sejak Jaman Prasejarah Hingga
Abad XVII) oleh Safri Burhanuddin, A.M. Djuliati Suroyo, Endang Susilowati,
Singgih Tri Sulistyono, Agus Supriyono, Sutejo Kuat Widodo, Ahmad Najid, Dini
Purbani. UNDIP https://kalamkopi.files.wordpress.com/2017/04/dep-kelautan-sejarah-maritim-indonesia.pdf. diakses hari rabu tanggal 1 Agustus 2018 2018 pukul 12:05
WIB. hlm. 63-64).
Dari
I-Tsing ini dapat kita ketahui bahwa Sriwijaya disamping sebagai pusat
perdagangan dan pelayaran juga menjadi pusat kegiatan ilmiah agama Budha.
Seorang guru terkenal bernama Sakyakirti, pendeta yang hendak ke India
dianjurkan untuk lebih dahulu belajar ke Sriwijaya sekitar satu sampai dua
tahun. Terlihat disini bahwa ada hubungan antara perkembangan kerajaan
Sriwijaya dengan ekspansi agama dalam
periode permulaan sebagai akibat dari penaklukan oleh bangsa Arab di Timur
Tengah seperti negeri Arab, Suriah, Mesir dan Mesopotamia, maka jalan laut
melalui Asia Selatan menjadi jalan perdagangan biasa yang menggantikan jalan
darat. Kerajaan-kerajaan ini menjadi pendorong kemajuan lalu lintas laut di
Asia Tenggara yang maha besar. Kondisi kemajuan lalu lintas laut ini membuat kerajaan Sriwijaya memperoleh keuntungan
cukup besar. Prasasti Kota Kapur menjelaskan Sriwijaya adalah sebuah nama
kerajaan di Sumatera Selatan dengan
pusat di Palembang, dekat sungai Musi. Prasasti yang ditemukan pada umumnya
berasal dari abad ke 7 atau ke 8, yaitu pada masa awal tumbuhnya Sriwijaya
sebagai suatu kekuatan. Dari prasasti tersebut terlihat kesan bahwa masa itu
adalah masa penaklukan dai mana tentara Sriwijaya bergerak di seluruh negeri
dalam suatu usaha pasifikasi atau
pengamanan (SEJARAH MARITIM INDONESIA MENELUSURI JIWA
BAHARI BANGSA INDONESIA DALAM PROSES INTEGRASI BANGSA (Sejak Jaman Prasejarah
Hingga Abad XVII) oleh Safri Burhanuddin, A.M. Djuliati Suroyo, Endang
Susilowati, Singgih Tri Sulistyono, Agus Supriyono, Sutejo Kuat Widodo, Ahmad
Najid, Dini Purbani. UNDIP https://kalamkopi.files.wordpress.com/2017/04/dep-kelautan-sejarah-maritim-indonesia.pdf diakses hari Rabu tanggal 1 Agustus 2018 pukul 12:05
WIB. hlm. 64).
Ibu
kota Sriwijaya letaknya di tepi air, penduduknya terpencar di luar kota atau
tinggal di atas rakit-rakit yang beratapkan alang-alang. Jika sang raja keluar,
ia naik perahu dengan dilindungi payung sutera dan diringi dengan orang-orang
yang membawa tombak emas. Tentaranya sangat baik dan tangkas dalam peperangan,
baik darat ataupun air. Keberanianya tiada tanding. Adapun I Tsing berpendapat
bahwa Sriwijaya terletak di daerah katulistiwa. Di daerah ini ditemukan bangunan Stupa yang dikenal dengan Muara
Takus dari abad ke 7. Menurut pandangan I Tsing Palembang dipandang penting dalam sejarah terutama
sebagai pusat ziarah pemeluk agama Budha. Di Telaga Batu banyak terdapat batu
bertuliskan Siddhayatra atau perjalan
suci yang berhasil dan dari Bukit Seguntang di sebelah Barat Palembang
didapatkan sebuah arca Budha dari batu yang sangat besar dari abad 6 (SEJARAH MARITIM INDONESIA MENELUSURI JIWA BAHARI BANGSA
INDONESIA DALAM PROSES INTEGRASI BANGSA (Sejak Jaman Prasejarah Hingga Abad
XVII) oleh Safri Burhanuddin, A.M. Djuliati Suroyo, Endang Susilowati, Singgih
Tri Sulistyono, Agus Supriyono, Sutejo Kuat Widodo, Ahmad Najid, Dini Purbani.
UNDIP https://kalamkopi.files.wordpress.com/2017/04/dep-kelautan-sejarah-maritim-indonesia.pdf diakses hari Rabu tanggal 1 Agustus 2018 pukul 12:05
WIB. hlm. 65).
Letak
geografis Sriwijaya yang berhasil menguasai daerah strategis merupakan suatu
modal yang baik untuk terlibat dalam perdagangan internasional yang berkembang
antara India dengan daratan Asia Tenggara. Letak selat Malaka mengundang
perdagangan di daratan Asia Tenggara untuk meluaskan wilayah perdagangannya ke
Selatan. Pada saat Cina terbuka untuk hasil dagang dari Asia Tenggara,
pembaharuan setelah perdagangan dengan
India berkembang yaitu penduduk Sumatera di pantai Timur menjadi terlibat
langsung dalam perdagangan Internasional (SEJARAH
MARITIM INDONESIA MENELUSURI JIWA BAHARI BANGSA INDONESIA DALAM PROSES
INTEGRASI BANGSA (Sejak Jaman Prasejarah Hingga Abad XVII) oleh Safri
Burhanuddin, A.M. Djuliati Suroyo, Endang Susilowati, Singgih Tri Sulistyono,
Agus Supriyono, Sutejo Kuat Widodo, Ahmad Najid, Dini Purbani. UNDIP https://kalamkopi.files.wordpress.com/2017/04/dep-kelautan-sejarah-maritim-indonesia.pdf diakses hari Rabu tanggal 1 Agustus 2018 pukul 12:05
WIB. hlm. 65).
Prasasti Kedukan Bukit (dekat
Palembang) berangka tahun 680 menceritakan tentang kemenangan atas penaklukan
beberapa daerah dan kemakmuran Sriwijaya. Prasasti ini merupakan peringatan
usaha penaklukan daerah sekitar Palembang oleh Dapunta Hyang dan pendirian ibu
kota baru yang kedua di tempat ini. Dari prasasti-prasasti yang ditemukan
membuktikan bahwa Sriwijaya telah meluaskan daerah kekuasaannya mulai dari Melayu
di sekitar Jambi sekarang sampai di pulau Bangka dan Lampung Selatan dalam
tahun 686. Selain itu ada usaha menaklukkan pulau Jawa yang menjadi saingannya
dalam bidang pelayaran dan perdagangan. Penaklukan Pulau Bangka diduga
berhubungan dengan penguasaan pelayaran dan perdagangan internasional di selat
Malaka. Dengan dikuasainya negara-negara disekitaran pulau Bangka maka Sriwijaya
sepenuhnya dapat menguasai lalu lintas perdagangan dan pelayaran dari negara-negara
Barat ke China. Sebaliknya, perahu-perahu asing terpaksa harus berlayar melalui
selat Malaka dan selat Bangka yang dikuasai oleh Sriwijaya. Keuntungan
Sriwijaya dari perahu asing sangatlah berlimpah. Kecuali keuntungan dari bea
cukai, Sriwijaya masih memperoleh keuntungan lain dari perdagangan. Terlihat
bahwa kapal asing itu datang di Kedah dan Melayu pada waktu-waktu tertentu.
Mereka tinggal di kedua tempat itu selama beberapa lamanya sambil menunggu
datangnya angin baik, baru melanjutkan perjalanan ke tempat tujuannya masing-
masing. Selama di Pelabuhan, kapal dagang ini berkesempatan membongkar dan
memuat barang dagangan. Sementara itu di daerah Sriwijaya sendiri di hasilkan
penyu, gading, emas, perak, kemenyan, kapur barus, damar, lada dan lain-lain.
Barang dagangan tadi dibeli oleh pedagang asing atau ditukar dengan porselin,
kain katun dan kain sutera (SEJARAH MARITIM
INDONESIA MENELUSURI JIWA BAHARI BANGSA INDONESIA DALAM PROSES INTEGRASI BANGSA
(Sejak Jaman Prasejarah Hingga Abad XVII) oleh Safri Burhanuddin, A.M. Djuliati
Suroyo, Endang Susilowati, Singgih Tri Sulistyono, Agus Supriyono, Sutejo Kuat
Widodo, Ahmad Najid, Dini Purbani. UNDIP https://kalamkopi.files.wordpress.com/2017/04/dep-kelautan-sejarah-maritim-indonesia.pdf diakses hari Rabu tanggal 1 Agustus 2018 pukul 12:05
WIB. hlm. 65-66).
Kapal-kapal
yang melalui selat Malaka singgah dulu di pelabuhan untuk mengambil air minum
dan barang perbekalan lainnya. Beberapa pelabuhan di pantai selat ini penting
artinya sebagai pelabuhan perbekalan. Oleh karena itu Sriwijaya berusaha memonopoli dan menguasai daerah
pesisir di kedua belah pantai selat Malaka. Usaha yang dilakukan Sriwijaya
adalah menaklukkan beberapa daerah seperti Jambi, Lampung, Semenanjung Malaka,
Tanah Genting Kra, dan pulau Sailanpun diduduki oleh Sriwijaya setelah
berperang dengan raja Cola (India) dalam abad ke 11. Sebelumnya tahun 767
Sriwijaya menundukkan Tonkin (Indochina di Hindia Belakang) dan diperkirakan
penguasaan Sriwijaya sampai ke Malagasi (SEJARAH
MARITIM INDONESIA MENELUSURI JIWA BAHARI BANGSA INDONESIA DALAM PROSES
INTEGRASI BANGSA (Sejak Jaman Prasejarah Hingga Abad XVII) oleh Safri Burhanuddin,
A.M. Djuliati Suroyo, Endang Susilowati, Singgih Tri Sulistyono, Agus
Supriyono, Sutejo Kuat Widodo, Ahmad Najid, Dini Purbani. UNDIP https://kalamkopi.files.wordpress.com/2017/04/dep-kelautan-sejarah-maritim-indonesia.pdf diakses hari Rabu tanggal 1 Agustus 2018 pukul 12:05
WIB. hlm. 66-67).
Kerajaan
Sriwijaya menggunakan politik laut yaitu dengan mewajibkan kapal-kapal untuk
singgah di pelabuhannya. Politik ini dikenal dengan model “paksaan menimbun
barang”. Disamping itu Sriwijaya mempunyai kapal-kapal sendiri. Harta benda
raja serta bangsawan berasal dari perdagangan sendiri, bea-bea yang dipungut
dari perdagangan yang melalui keajaan, dari rampasan peperangan dan pembajakan
laut. Pada abad 13 Sriwijaya menjadi kerajaan maritim yang sangat kuat. Ini
dibuktikan dengan buku Chu-fan-chi (1225) karya Chau-ju-kua, yang menceritakan
bahwa di Asia Tenggara ada dua kerajaan yang terkemuka dan kaya yaitu Jawa dan
Sriwijaya. Sriwijaya menguasai bagian barat kepulauan Indonesia dan tidak
kurang dari lima belas negeri fasal yang dimiliki kerajaan ini. Wilayah Sriwijaya
terdiri dari Pong-fong (Pahang), Tong-ya-nong (Trengganau), Ling-ya-ssi-ka
(lengkasuka), Kila-tan (Kelantan), Fo-lo-an (?), Ji-lu-t’ing (Jelutong),
Ts’ien-mai (?), Pa-ta (Batak), Tan-ma-ling (Tamralingga, Ligor), Kia-lo-hi
(Grahi di Utara Semenanjung Malaka), Pa-lin-fong (Palembang), Sin-t’o (sunda),
La-wu-li (Lamuri, Aceh), Si-lan (Sailan), termasuk negara Sunda di Jawa Barat,
Nilakant Masih dari buku yang sama bahwa kota Sriwijaya merupakan semacam tipe
kota air penuh anak sungai. Penduduk bertempat tinggal di kapal atau rumah-rumah
yang dibangun diatas rakit. Dimungkinkan saat itu pusat pemerintahan Sriwijaya
adalah bertempat di Jambi (SEJARAH MARITIM INDONESIA MENELUSURI JIWA BAHARI
BANGSA INDONESIA DALAM PROSES INTEGRASI BANGSA (Sejak Jaman Prasejarah Hingga
Abad XVII) oleh Safri Burhanuddin, A.M. Djuliati Suroyo, Endang Susilowati,
Singgih Tri Sulistyono, Agus Supriyono, Sutejo Kuat Widodo, Ahmad Najid, Dini
Purbani. UNDIP https://kalamkopi.files.wordpress.com/2017/04/dep-kelautan-sejarah-maritim-indonesia.pdf diakses hari
Rabu tanggal 1 Agustus 2018 pukul 12:05 WIB. hlm. 67-68).
Demikian
jelasnya Sriwijaya, sehingga mempunyai kekuasaan yang cukup luas mulai ke arah
selat malaka hingga selat sunda. Sriwijaya berusaha mempertahankan hegemoni
perdagangan atas Indonesia, dengan mengawasi dan menguasai kedua selat itu,
yang harus dilalui oleh semua perjalanan laut antara India dan Cina.
Perkembangan navigasi Arab dan perdagangan antara India dan Cina, bersama sama
memberikan arti penting baru bagi selat itu. Di sini Sriwijaya menjadi
pelabuhan yang wajar bila disinggahi oleh kapal-kapal dari Cina pada musin
timur laut. Rupanya pada waktu inilah berkembang perdagangan lautan sekaligus
dalam mempertahankan hubungan teraturnya dengan India dan Cina. Berdasarkan
cerita I Tsing bahwa berlayar dari Cina ke Sriwijaya dengan kapal saudagar
Persia, maka pelayaran lanjutannya ke India dengan kapal raja Sriwijaya. Untuk
itu rupanya beralasan hipotesa yang mengatakan bahwa prasasti tahun 683 dan 686
menunjukkan pada babakan penting tertentu dalam usaha raja Jayanasa (Jayanaga)
menaklukkan Melayu dan mungkin juga Taruna, dan menciptakan Palembang sempai
abad XIII menjadi pusat kekuatan maritim di pulau-pulau itu (SEJARAH MARITIM INDONESIA
MENELUSURI JIWA BAHARI BANGSA INDONESIA DALAM PROSES INTEGRASI BANGSA (Sejak Jaman Prasejarah Hingga Abad XVII) oleh Safri
Burhanuddin, A.M. Djuliati Suroyo, Endang Susilowati, Singgih Tri Sulistyono,
Agus Supriyono, Sutejo Kuat Widodo, Ahmad Najid, Dini Purbani. UNDIP https://kalamkopi.files.wordpress.com/2017/04/dep-kelautan-sejarah-maritim-indonesia.pdf diakses hari
Rabu tanggal 1 Agustus 2018 pukul 12:05 WIB. hlm. 68-69).
Utusan
Sriwijaya banyak yang menuju ke Tiongkok. Misalnya abad ke 7 utusan-utusan ini
membawa barang-barang berharga ke Tiongkok sebagai tanda kebaktian atau upeti.
Kaisar Tiongkok membalasnya dengan memberi barang-barang yang cukup mewah.
Selain itu utusan-utusan dari Sriwijaya diberi kesempatan berniaga. Utusan utusan
tadi diikuti oleh saudagar-saudagar swasta. Penyampaian upeti ini dengan alasan
karena ada keuntungan. Pada tahun 1443 gubernur Canton melaporkan bahwa utusan
Indonesia memakan biaya negara terlalu banyak, sehingga Kaisar Tiongkok memberi
toleransi kepada Sriwijaya untuk menyampaikan upeti cukup satu kali dalam
setahun. Kelangsungan kerajaan Sriwijaya lebih tergantung dari pola perdagangan
yang berkembang. Terbukti ketika orang Cina mulai ikut berdagang di kawasan
Selatan, peranan Sriwijaya berkurang sebagai pangkalan utama perdagangan antara
Asia Tenggara dengan Cina. Peranan ini semakin berkurang hingga Cina membawa
sendiri keperluan mereka ke negerinya. Tempat-tempat penghasil barang dagangan
yang semula mengumpulkan barang dagangan mereka ke pelabuhan di daerah
kekuasaan Sriwijaya tidak perlu lagi berbuat demikan karena para pedagang Cina
menyinggahi pelabuhan pelabuhan mereka (SEJARAH MARITIM INDONESIA MENELUSURI
JIWA BAHARI BANGSA INDONESIA DALAM PROSES INTEGRASI BANGSA (Sejak Jaman Prasejarah Hingga Abad XVII) oleh Safri
Burhanuddin, A.M. Djuliati Suroyo, Endang Susilowati, Singgih Tri Sulistyono,
Agus Supriyono, Sutejo Kuat Widodo, Ahmad Najid, Dini Purbani. UNDIP https://kalamkopi.files.wordpress.com/2017/04/dep-kelautan-sejarah-maritim-indonesia.pdf diakses hari
Rabu tanggal 1 Agustus 2018 pukul 12:05 WIB. hlm. 69).
Pada
abad XII daerah taklukan Sriwijaya di sepanjang pesisir selat Malaka mulai
bertindak sebagai negeri yang langsung memberi upeti kepada Cina. Kemunduran
Sriwijaya juga disebabkan oleh timbulnya bentrokan dengan Mataram Jawa Timur
pada abad X. Namun demikian pada abad XII Sriwijaya masih dapat berkembang
sebagai pusat perdagangan dan pelayaran
yang besar dan kuat, serta menguasai bagian besar Sumatera, Semenanjung
tanah melayu dan sebagaian Jawa Barat. Bahkan kerajaan ini menguasai laut dan
mengawasi lalu lintas pelayaran asing di selat Malaka. Jika ada kapal melalui
selat Malaka tanpa singgah, lalu diserang dan semua penumpangnya dibunuh (SEJARAH MARITIM
INDONESIA MENELUSURI JIWA BAHARI BANGSA INDONESIA DALAM PROSES INTEGRASI BANGSA
(Sejak Jaman Prasejarah Hingga Abad XVII oleh Safri Burhanuddin, A.M. Djuliati
Suroyo, Endang Susilowati, Singgih Tri Sulistyono, Agus Supriyono, Sutejo Kuat
Widodo, Ahmad Najid, Dini Purbani. UNDIP https://kalamkopi.files.wordpress.com/2017/04/dep-kelautan-sejarah-maritim-indonesia.pdf diakses hari
Rabu tanggal 1 Agustus 2018 pukul 12:05 WIB. hlm. 69 -70).
Usaha
sriwijaya untuk menaklukkan Jawa dapat ditafsirkan sebagai usaha memasukkan
selat Sunda kedalam kekuasaan Sriwijaya. Terjadi persaingan antara Taruma
Negara dengan Sriwijaya yang masing-masing ingin menguasai laut sekitar Bangka
yang menjadi simpang tiga jalan pelayaran atara Indonesia Tiongkok India.
Alasan inilah yang membuat Sriwijaya terdorong untuk merebut Palembang dan
Jambi, dua pelabuhan laut penting yang terletak di sisi barat jalan pelayaran.
Disamping itu Sriwijaya merebut Bangka yang merupakan kunci simpang tiga.
Tentang penaklukan Bumi Jawa termuat pada prasasti Kota Kapur (686 M) (SEJARAH MARITIM
INDONESIA MENELUSURI JIWA BAHARI BANGSA INDONESIA DALAM PROSES INTEGRASI BANGSA
(Sejak Jaman Prasejarah Hingga Abad XVII) oleh Safri Burhanuddin, A.M. Djuliati
Suroyo, Endang Susilowati, Singgih Tri Sulistyono, Agus Supriyono, Sutejo Kuat
Widodo, Ahmad Najid, Dini Purbani. UNDIP https://kalamkopi.files.wordpress.com/2017/04/dep-kelautan-sejarah-maritim-indonesia.pdf diakses hari
Rabu tanggal 1 Agustus 2018 pukul 12:05 WIB. hlm. 71).
Pada
tahun 1300 Sriwijaya kehilangan Tanah Genting Kra yang direbut raja Siam.
Konflik antara Sriwijaya dan Jawa pada abad 10 pernah menempatkan Sriwijaya
dalam bahaya besar. Sriwijaya menyerang dan menghancurkan keraton dan
mengakibatkan Dharmawangsa meninggal. Kerajaan Jawa timur laut sementara lenyap
(SEJARAH
MARITIM INDONESIA MENELUSURI JIWA BAHARI BANGSA INDONESIA DALAM PROSES
INTEGRASI BANGSA (Sejak Jaman Prasejarah Hingga Abad XVII) oleh Safri
Burhanuddin, A.M. Djuliati Suroyo, Endang Susilowati, Singgih Tri Sulistyono,
Agus Supriyono, Sutejo Kuat Widodo, Ahmad Najid, Dini Purbani. UNDIP https://kalamkopi.files.wordpress.com/2017/04/dep-kelautan-sejarah-maritim-indonesia.pdf diakses hari
Rabu tanggal 1 Agustus 2018 pukul 12:05 WIB. hlm. 72).
Keberhasilan
Sriwijaya dalam peperangan panjang dengan Dharmawangsa karena hubungan baik
dengan Cina dan Chola. Bila tidak ada bantuan maka hasilnya akan sangat
berbeda. Dalam menginrim upeti ke Cina tahun 1003 raja Sriwijaya mengumumkan
bahwa beliau telah mendirikan candi Budha untuk mendoakan kehidupan kaisar.
Untuk perdagangan di Sunda diceritakan lebih lanjut bahwa bandarnya baik
sekali, ladanya dari jenis yang paling baik, rakyatnya bertani dan rumahnya
bertonggak. Sayang bahwa di sana banyak perampok sehingga perdagangan tidak
lancar. Berdasarkan cerita Chau-ju-kua mengatakan bahwa Sunda pemerintahannnya
tidak teratur dan banyak penduduk yang menjadi bajak laut. Inilah yang membuat
banyak kapal dagang yang tidak berani berlabuh disana. Semua perdagangan antara
Tiongkok dan India harus melalui san-fo-tsi, negeri penguasa selat Malaka yang
tidak ada saingannya (SEJARAH
MARITIM INDONESIA MENELUSURI JIWA BAHARI BANGSA INDONESIA DALAM PROSES
INTEGRASI BANGSA (Sejak Jaman Prasejarah Hingga Abad XVII) oleh Safri
Burhanuddin, A.M. Djuliati Suroyo, Endang Susilowati, Singgih Tri Sulistyono,
Agus Supriyono, Sutejo Kuat Widodo, Ahmad Najid, Dini Purbani. UNDIP https://kalamkopi.files.wordpress.com/2017/04/dep-kelautan-sejarah-maritim-indonesia.pdf diakses hari
Rabu tanggal 1 Agustus 2018 pukul 12:05 WIB. hlm. 73). Menurut berita Cina pada tahun 1200 masehi
menyebutkan bahwa negeri-negeri di luar Tiongkok yang paling kaya adalah negeri
Arab, Jawa dan Sumatera (SEJARAH MARITIM INDONESIA MENELUSURI JIWA BAHARI
BANGSA INDONESIA DALAM PROSES INTEGRASI BANGSA (Sejak Jaman Prasejarah Hingga
Abad XVII) oleh Safri Burhanuddin, A.M. Djuliati Suroyo, Endang Susilowati,
Singgih Tri Sulistyono, Agus Supriyono, Sutejo Kuat Widodo, Ahmad Najid, Dini
Purbani. UNDIP https://kalamkopi.files.wordpress.com/2017/04/dep-kelautan-sejarah-maritim-indonesia.pdf diakses hari
Rabu tanggal 1 Agustus 2018 pukul 12:05 WIB. hlm. 74).
Kerajaan
Sriwijaya sebagai kerajaan maritim yang besar memiliki ciri-ciri yang khas
yaitu mengembangkan tradisi diplomasi yang menjadikan kerajaan ini menjadi
lebih metropolitan sifatnya. Dalam upaya mempertahankan peranan sebagai negara
berdagang Sriwijaya memerlukan kekuatan militer yang dapat melakukan gerakan
ekspedisioner. Ini didukung dengan letak geografis kerajaan ini yang strategis
yaitu pada jalan perhubungan laut India Tiongkok (SEJARAH MARITIM
INDONESIA MENELUSURI JIWA BAHARI BANGSA INDONESIA DALAM PROSES INTEGRASI BANGSA
(Sejak Jaman Prasejarah Hingga Abad XVII) oleh Safri
Burhanuddin, A.M. Djuliati Suroyo, Endang Susilowati, Singgih Tri
Sulistyono, Agus Supriyono, Sutejo Kuat Widodo, Ahmad Najid, Dini Purbani.
UNDIP https://kalamkopi.files.wordpress.com/2017/04/dep-kelautan-sejarah-maritim-indonesia.pdf
diakses hari Rabu tanggal 1 Agustus 2018 pukul 12:05 WIB. hlm. 74).
Dalam
hubungan luar negeri, terlihat hubungan dengan Cina cukup dominan dan intensif.
Selain itu sriwijaya juga melakukan hubungan dengan Bengala dan Cola pada abad
IX – XI. Hubungan aktif ini membuat Sriwijaya sebagai pusat pengajaran agama
Budha. Pada abad XI dengan bantuan Cola, Sriwijaya berhasil mengembalikan
kewibawaan Sriwijaya atas jazirah Malaka, sehingga ia disebut “raja Kataha,
yaitu raja Kedah di Malaya dan Sriwijaya. Setelah jalan pelayaran ke negeri Tiongkok
semakin dikenal dan dikembangkan, maka letak geografis pantai timur Sumatra
menjadi bertambah penting. Di dalam sejarah Indonesia, kekuatan pertama yang berhasil
menguasai daerah selat Malaka yang memegang kunci pelayaran perdagangan baik ke
negeri Tiongkok maupun ke negeri negeri barat adalah Sriwijaya. Penguasaan atas
daerah Tanah Genting Kra di semenanjung Melayu bukan hanya dimaksudkan untuk
mengendalikan lalu lintas laut yang keluar masuk selat Malaka saja, tetapi juga
ditunjukkan untuk menguasai penyeberangan darat yang melintas melalui Tanah
Genting Kra (SEJARAH
MARITIM INDONESIA MENELUSURI JIWA BAHARI BANGSA INDONESIA DALAM PROSES
INTEGRASI BANGSA (Sejak Jaman Prasejarah Hingga Abad XVII) oleh Safri
Burhanuddin, A.M. Djuliati Suroyo, Endang Susilowati, Singgih Tri Sulistyono,
Agus Supriyono, Sutejo Kuat Widodo, Ahmad Najid, Dini Purbani. UNDIP https://kalamkopi.files.wordpress.com/2017/04/dep-kelautan-sejarah-maritim-indonesia.pdf diakses hari
Rabu tanggal 1 Agustus 2018 pukul 12:05 WIB. hlm. 75).
Sriwijaya
mengandalkan sektor perdagangan dan pelayaran. Maka jika negara hidup dari
perdagangan, berarti penguasaannya harus menguasai jalur-jalur perdagangan dan pelabuhan
tempat barang ditimbun untuk diperdagangkan (SEJARAH MARITIM INDONESIA
MENELUSURI JIWA BAHARI BANGSA INDONESIA DALAM PROSES INTEGRASI BANGSA (Sejak Jaman Prasejarah Hingga Abad XVII) oleh Safri
Burhanuddin, A.M. Djuliati Suroyo, Endang Susilowati, Singgih Tri Sulistyono,
Agus Supriyono, Sutejo Kuat Widodo, Ahmad Najid, Dini Purbani. UNDIP https://kalamkopi.files.wordpress.com/2017/04/dep-kelautan-sejarah-maritim-indonesia.pdf diakses hari Rabu tanggal 1 Agustus 2018 pukul 12:05 WIB.
hlm. 75-76). Maka perlunya penguasaan langsung.
Berkat armadanya yang kuat ia berhasil menguasai daerah yang potensial sebagai
saingannya. Dengan cara ini ia menyalurkan barang dagangannya ke pelabuhan yang
dikuasainya. Perdagangan dengan Cina dan India telah memberikan keuntungan
besar kepada Sriwijaya. Kerajaan ini berhasil mengumpulkan kekayaan yang besar.
Raja Sriwijaya termashur karena kekayaannya. Kerajaan juga menjamin jalur
pelayarannya aman dari bajak laut. Sampai abad ke 10 Sriwijaya mampu mengatasi
gangguan keamanan sehingga tidak ada keluhan berakitan dengan bajak laut (SEJARAH MARITIM
INDONESIA MENELUSURI JIWA BAHARI BANGSA INDONESIA DALAM PROSES INTEGRASI BANGSA
(Sejak Jaman Prasejarah Hingga Abad XVII) oleh Safri Burhanuddin, A.M. Djuliati
Suroyo, Endang Susilowati, Singgih Tri Sulistyono, Agus Supriyono, Sutejo Kuat
Widodo, Ahmad Najid, Dini Purbani. UNDIP https://kalamkopi.files.wordpress.com/2017/04/dep-kelautan-sejarah-maritim-indonesia.pdf diakses hari
Rabu tanggal 1 Agustus 2018 pukul 12:05 WIB. hlm. 76).
Pola
keamanan yang dilakukan adalah memasukkan kepala bajak laut dengan ikatan
dengan kerajaan. Mereka mendapatkan bagian yang ditentukan oleh raja dari hasil
perdagangan. Dengan demikian mereka menjadi bagian dari organisasi perdagangan
kerajaan. Cara ini menjadikan bajak laut sebagai pengaman jalur-jalur
pelayaran. Metode ini efektif bila raja mempunyai kewibawaan riil dan ini
dimiliki oleh Sriwijaya. Kewibawaan tersebut antara lain adalah diplomasi
dengan Cina. Dimana Sriwijaya mengirim upeti dan Cina memberi perlindungan jika
diperlukan (SEJARAH
MARITIM INDONESIA MENELUSURI JIWA BAHARI BANGSA INDONESIA DALAM PROSES
INTEGRASI BANGSA (Sejak Jaman Prasejarah Hingga Abad XVII) oleh Safri
Burhanuddin, A.M. Djuliati Suroyo, Endang Susilowati, Singgih Tri Sulistyono,
Agus Supriyono, Sutejo Kuat Widodo, Ahmad Najid, Dini Purbani. UNDIP https://kalamkopi.files.wordpress.com/2017/04/dep-kelautan-sejarah-maritim-indonesia.pdf diakses hari
Rabu tanggal 1 Agustus 2018 pukul 12:05 WIB. hlm. 76). Untuk kepentingan perdagangan, Sriwijaya tidak keberatan
mengakui Cina sebagai negara yang berhak menerima upeti. Ini adalah upaya
diplomatik perdagangan untuk menjamin Cina tidak membuka perdagangan lain
dengan negara di Asia Tenggara (SEJARAH MARITIM INDONESIA MENELUSURI
JIWA BAHARI BANGSA INDONESIA DALAM PROSES INTEGRASI BANGSA (Sejak Jaman Prasejarah Hingga Abad XVII) oleh Safri Burhanuddin, A.M.
Djuliati Suroyo, Endang Susilowati, Singgih Tri Sulistyono, Agus Supriyono,
Sutejo Kuat Widodo, Ahmad Najid, Dini Purbani. UNDIP https://kalamkopi.files.wordpress.com/2017/04/dep-kelautan-sejarah-maritim-indonesia.pdf diakses hari Rabu tanggal 1 Agustus 2018 pukul 12:05 WIB. hlm. 76).
Demikian
baiknya kedudukan Sriwijaya dalam perdagangan dengan Cina hingga melalui
perutusannya ia dapat mengusulkan beberapa perubahan terhadap perlakuan para pejabat
perdagangan Cina di Kanton terhadap barang- barang Sriwijaya yang dirasa
merugikan. Sementara itu Sriwijaya tetap menjadi pusat agama budha yang
mempunyai nilai internasional. Tahun 1011 s.d. 1023 di Sriwijaya telah tinggal
seorang bhiksu dari Tibet bernama Atica untuk menimba ilmu. Raja Sriwijaya ia
diberi hadiah kitab agama Budha. Di ibu kota terdapat lebih dari seribu pendeta
Buddha (SEJARAH
MARITIM INDONESIA MENELUSURI JIWA BAHARI BANGSA INDONESIA DALAM PROSES
INTEGRASI BANGSA (Sejak Jaman Prasejarah Hingga Abad XVII) oleh Safri
Burhanuddin, A.M. Djuliati Suroyo, Endang Susilowati, Singgih Tri Sulistyono,
Agus Supriyono, Sutejo Kuat Widodo, Ahmad Najid, Dini Purbani. UNDIP https://kalamkopi.files.wordpress.com/2017/04/dep-kelautan-sejarah-maritim-indonesia.pdf diakses hari Rabu tanggal 1 Agustus 2018 pukul 12:05 WIB. hlm. 77).
Pelayaran
teratur antara Sriwijaya dengan pulau-pulau Indonesia dilakukan antara Malaka
dan Anam. Sriwijaya juga menyelenggarakan pelayaran ke India. Pada masa itu,
pelayaran hanya dilakukan di dalam wilayah Indonesia saja, yaitu Maluku ke Malaka,
ini suatu prestasi yang besar karena jaraknya cukup panjang yaitu seperdelapan
dari lingkaran bumi. Hingga permulaan abad XI kerajaan Sriwijaya masih
merupakan pusat pengajaran Budha yang bertaraf internasional. Sriwjaya pernah
diserang Cola dan mengakibatkan raja Sriwijaya ditawan (1025) namun serangan Cola
tidak membuat Sriwijaya jatuh, bahkan mampu membangun kembali negara agar
menjadi besar. Kebesaran Sriwijaya dibuktikan dengan adanya bangunan suci di Jambi
yang mungkin lebih besar dari Borobudur (SEJARAH MARITIM INDONESIA MENELUSURI
JIWA BAHARI BANGSA INDONESIA DALAM PROSES INTEGRASI BANGSA (Sejak Jaman Prasejarah Hingga Abad XVII) oleh Safri Burhanuddin, A.M.
Djuliati Suroyo, Endang Susilowati, Singgih Tri Sulistyono, Agus Supriyono,
Sutejo Kuat Widodo, Ahmad Najid, Dini Purbani. UNDIP https://kalamkopi.files.wordpress.com/2017/04/dep-kelautan-sejarah-maritim-indonesia.pdf diakses hari Rabu tanggal 1 Agustus 2018 pukul 12:05 WIB. hlm. 77).
Kemunduran dan Keruntuhan
Kemunduran
Sriwijaya dari panggung ekonomi dan politik Asia disebabkan oleh beberapa faktor
(Hamid,
2015 : 62-65) :
Pertama,
ekspansi perdagangan dan perkapalan langsung dari China dalam abad ke 12. Pada
periode ini, saudagar China diperbolehkan melakukan pelayaran ke luar China.
Mereka memotong jalur yang ditawarkan oleh Sriwijaya, dengan berdagang langsung
ke pelabuhan-pelabuhan di Nusantara. Dalam aktivitas itu, mereka menawarkan
margin harga yang lebih baik daripada di tawarkan oleh agen Sriwijaya. Ini
membuat banyak vassal dari Sriwijaya
melepaskan ikatan politiknya dengan kerajaan Sriwijaya.
Kedua,
ketidak mampuan penguasa Sriwijaya dalam menyesuaikan diri dengan pasar baru
yang terbuka dan kompetitif. Perdagangan tidak lebih dari peralatan penyedia kekayaan
untuk digunakan sebagai alat beli kesetiaan. Maharaja Sriwijaya tidak mampu
menemukan solusi dalam menghadapi dunia maritim dan politik yang berubah saat
itu.
Ketiga,
perluasan pengaruh niaga bangsa Arab ke pantai timur Afrika, yang mulai mengancam
monopoli Sriwijaya di selat Malaka. Kekuatan perniagaan Arab di pantai Afrika
yang kaya, tempat masyarakat Lamu, Mombasa, Zanzibar, dan Kilwa, terus
meningkat dalam abad ke 10. Pelaut dan pedagang Arab sangat unggul dalam
perdagangan di Asia. Berdasarkan laporan Ibnu Al-Fakili, dari semua pelaku
pedagang kaya, yang memiliki simpanan barang-barang berharga dan banyak
macamnya, tak ada yang melebihi bangsa Arab. Posisi kedua ditempati orang Jawa
dan berikutnya adalah Sriwijaya.
Keempat,
bangkitnya vassal Sriwijaya, seperti
Kedah di Semenanjung Malaka, yang memanfaatkan peluang kemerosotan Sriwijaya
dengan membuka kembali rute laut-darat-laut melintasi Tana Genting Kra. Kondisi
ini disebabkan Sriwijaya dalam perluasan dan pertahanan wlayah lebih bersandar pada
kesetiaan dibandingkan dengan paksaan. Negeri vassal tetap memiliki otonomi terutama pada sektor perekonomian.
Kebijakan itu sangat berpengaruh terhadap kesetiaan politiknya kepada
pemerintah pusat Sriwijaya.
Kelima,
perluasan pengaruh bangsa Tamil di India. Mereka mulai menutup jalur-jalur
perdagangan laut.
985
|
Raja Cola pertama Rajaraja Agung di
India Selatan memperluas wilayah kekuasaannya hingga mencapai Sri Langka dan
bersiap membangun kekuatan angkatan lautnya.
|
1015
|
Rajendra, mengirim misi pertama ke
China kemudian diikuti oleh misi-misi lainnya dalam rangka untuk menarik
simpati kaisar China untuk membantunya mengamankan jalur niaga dan suksesi
politiknya.
|
1017
|
Terjadi perang terbuka antara kerajaan
Cola dan Sriwijaya.
|
1025
|
Angkatan laut Rajendra, yang didukung
kerajaan Khmer dan Ankor, menyerang Palembang. Akibatnya, ibu kota Sriwijaya
dipindah ke Jambi. Sejak itulah, pengaruh Cola di Selat Malaka cukup kuat
sampai lima puluh tahun berikutnya dalam abad ke 11.
|
Keenam,
antara tahun 1178 dan 1183, terjadi perubahan di kerajaan Sriwijaya. Kekuasaan
Sriwijaya diambil alih oleh raja Melayu, demikian juga negeri-negeri
bawahannya. Raja tersebut adalah Trailokyaraja Maulibushanawarmandewa, dengan
gelar Maharaja Crimat yang merupakan perpaduan antara gelar raja Sriwijaya dan
gelar raja Melayu. Pada mulanya sejak tahun 683, Melayu merupakan negeri
bawahan Sriwijaya. Pada tahun 1225, Melayu memerdekakan diri, bahkan
menggantikan kedudukan Sriwijaya di Palembang.
Selain
itu terjadi perkembangan politik di Jawa. Pudarnya pengawasan perdagangan di
Sriwijaya diambil alih oleh Majapahit. Hegemoni kerajaan Majapahit dalam
mengontrol lalu lintas perdagangan di laut Jawa dan kawasan Semenanjung Melayu
semakin tampak.
Bila dilihat dari sisi geografis,
kemunduran Sriwijaya terjadi sebagai akibat dari pendangkalan pantai-pantai-pantai
Timur Sumatra dan pelumpuran muara-muara sungainya (Daldjoeni,1992 : 43).
Sumber Buku
Hamid,
Abd Rahman. 2015. Sejarah Maritim
Indonesia. Yogyakarta : Penerbit Ombak
Daldjoeni, N. 1992. Geografi Kesejarahan II
Indonesia. Bandung : Penerbit Alumni
Sumber
Jurnal Ilmiah (Internet) :
SEJARAH MARITIM INDONESIA MENELUSURI JIWA BAHARI
BANGSA INDONESIA DALAM PROSES INTEGRASI BANGSA (Sejak Jaman Prasejarah Hingga
Abad XVII) oleh Safri Burhanuddin, A.M. Djuliati Suroyo, Endang Susilowati,
Singgih Tri Sulistyono, Agus Supriyono, Sutejo Kuat Widodo, Ahmad Najid, Dini
Purbani. UNDIP https://kalamkopi.files.wordpress.com/2017/04/dep-kelautan-sejarah-maritim-indonesia.pdf diakses hari Rabu tanggal 1 Agustus 2018 pukul 12:05 WIB
Paradigma
Maritim dalam Membangun Indonesia : Belajar Sejarah oleh Singgih Tri
Sulistiyono. https://jurnal.ugm.ac.id/lembaran-sejarah/article/download/33461/20140 diakses hari Kamis 30 Agustus 2018 Pukul 15.02 WIB
Nama:Herlina Ramadani
BalasHapusKelas:XI IPS 1
Nama: Lailatul Maghfiroh
BalasHapusKelas: XI IPS 1
Nama : Hana Rizqyana
BalasHapusKelas: XI Ips 1
Nama : Tania Dwi Yuniar
BalasHapusKelas : XI IPS 1
Nama:Nadila zahra nur aini
BalasHapusKelas:XI IPS 1
Nama : Leni Vira Lestari
BalasHapusKelas : XI IPS 1
Nama : Saimin Syarifudin
BalasHapusKelas : XI IPS 1
Nama :Suhufi mukaromah
BalasHapusKelas :XI ips 1
Nama:Sesaria Rahmadani
BalasHapusKelas:Xl IPS 1
Nama: Rendi pramuja
BalasHapusKelas:XI IPS 1
Nama: Firda Sofingah
BalasHapusKelas: XI IPS 1
Nama : Fajar subechi
BalasHapusKelas : 11 ips 1
Nama:Ektavia yontiana
BalasHapusKelas:XI IPS 1
Nama:Simbai Rara Jati
BalasHapusKelas:XI IPS 1
Nama:Nanda tri sagita
BalasHapusKelas:XI IPS 1
Nama: Isnabila
BalasHapusKelas: XI IPS 1
Nama:Kusniah
BalasHapusKelas: Xl IPS 1
Nama:Umi Atikoh
BalasHapusKelas:XI IPS 1
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusNama:Defi Ananda Safitri
BalasHapusKelas:XI IPS 1
Nama:indana zulfa
BalasHapusKelas:XI ips 1
Nama : Purindah Septia Rini
BalasHapusKelas : XI IPS 1
Nama :Mistiati Umaroh
BalasHapusKelas:XI IPS 1
Nama : Ririn Gunanding S
BalasHapusKelas: XI IPS 1
Nama : Iska Nurul Kholifah
BalasHapusKelas : Xl IPS 1
Nama :Triyani Mulyani
BalasHapusKelas:XI IPS 1
Nama:istiwahyuni
BalasHapusKelas:XII ips 1
Nama: Cika Rayi Kiwangi
BalasHapusKelas:XI IPS 3
NAMA:PANDU TRISONGKO
BalasHapusKELAS :XI IPS 3
Nama: Dian Prajaningrum
BalasHapusKelas: XI IPS 3
Nama: Fani Agustina
BalasHapusKelas: XI IPS 3
Nama. : Nurul Hidayah
BalasHapusKelas : XI IPS 3
Nama: Sariah
BalasHapusKelas:XI IPS 3
Nama:Maharani
BalasHapusKelas:XI IPS 3
Nama:Eka Kusuma Wati
BalasHapusKelas:XI IPS 1
Nama: Zahra Rahma Tanisa
BalasHapusKelas: XI IPS 3
Nama:Danu Riansah
BalasHapusKelas: XI IPS 3
Nama:Winda Rahayu
BalasHapusKelas:XI IPS 3
Nama: Muhammad Anis Rizqi Ramadhan
BalasHapusKelas: XI IPS 3
Nama:Nia Widianti
BalasHapusKelas:XI IPS 3
Nama:Alia Rahmawati
BalasHapusKelas:XI IPS 3
NAMA : MIHYANI
BalasHapusKELAS : XI IPS 3
NAMA : NITA FEBRIANA
BalasHapusKELAS: XI IPS 3
Nama: Failatul Maforuh
BalasHapusKelas: XI IPS 1
Nama: Failatul Mafuroh
HapusKelas: XI IPS 3
Nama:Kalihta nada zahra
BalasHapusKelas:XI IPS 2
Nama:Delvi sely andara
BalasHapusKelas:XI IPS 2
Nama :Eka marti ningsih
BalasHapusKelas: XI IPS 2
Nama:Hani Tri Mulyani
BalasHapusKelas: XI IPS 2
Nama :Alfita Sendyana Salsabila
BalasHapusKelas:XI IPS 2
Selamat siang kawan-kawan. setelah membaca kalian bisa bertanya dan bisa memberi pendapat. jangan lupa setiap pertanyaan dan pendapat untuk dilengkapi nama dan kelas. terimakasih.
BalasHapusNama: Nabila Dwi Ananta
BalasHapusKelas: XI IPS 2
Nama:Divi Nur Aulia
BalasHapusKelas:XI IPS 2
NAMA:AISYAH SIFA DWI HASANAH
BalasHapusKELAS: XI IPS 2
Terimakasih Kalhta, Delvi, Eka Marti, Hani Tri M., Alfita, Nabila D.A., Divi Nur, dan Aisyah S.D. H. yang telah membaca materi dan ikut kelas sejarah siang ini. saya masih menunggu kawan kawan peserta didik kelas XI IPS 2 yang lain untuk mengikuti kelas sejarah dan membaca materi tentang kerajaan Maritim Sriwijaya.
BalasHapusnggih pak sama sama
HapusNAMA :TARSO
BalasHapusKELAS:XI IPS 2
NAMA :IKHTIAR ADI LAKSONO RW
BalasHapusKELAS:XI IPS 2
Nama; Murniati
BalasHapusKelas;XII IPS 2
Terima kasih kawan Tarso, Ikhtiar Adi L.R.W dan Murniati yang telah mengikuti pembelajaran sejarah siang ini. saya masih menunggu kawan kawan kelas XI IPS 2 yang lain untuk membaca materi tentang kerajaan maritim Sriwijaya.
BalasHapusKalau ada pertanyaan bisa ditulis di komentar dan dilengkapi dengan nama dan kelas.
BalasHapusNama:Muhammad Eko Nur Awaludin
BalasHapusKelas:XI IPS 2
Nama:Melisa Eko Nurcahya
BalasHapusKelas:XI IPS 2
Nama:Yudistira Kusuma Perdana
BalasHapusKelas: XI IPS 2
Nama : Refalina Karisma Putri
BalasHapusKelas : 11 IPS 2
Terimakasih M. Eko Nur A., Melisa Eko N., Yudistira Kusuma P., dan Refalina K. P. yang telah mengikuti pembelajaran sejarah. bagi yang belum silakan untuk tetap mengunjungi postingan ini dan meninggalkan jejak dengan menulis nama dan kelas. terimakasih.
BalasHapusNama:Deny Nur Aeni
BalasHapusKelas:Xl IPS 2
Terimakasih Deny Nur Aeni. telah mengikuti pembelajaran sejarah walau terlambat. terimakasih.
BalasHapusNama : vina utari
BalasHapusKelas : XI ips 3
Nama :Suhufi Mukaromah
BalasHapusKelas :XI Ips 1
Pak topan saya mau nanya apa yang menjadi bukti awal dari keberadaan kerajaan sriwijaya?
Nama: Amelia Manda Ardianti
BalasHapusKelas: Xl ips 2
NAMA :PANDU TRISONGKO
BalasHapusKELAS :XI IPS 3