MEMAHAMI
KONSEP BERPIKIR KRONOLOGIS, DIAKRONIK, SINKRONIK, RUANG, DAN WAKTU DALAM
SEJARAH
Disusun
Oleh : Topan Dwiono Purbaya
Pendidik
di SMA Negeri 1 Kutasari
Sinkronik
Sinkronik berasal dari bahasa Yunani, syn (dengan) dan khronos (waktu, masa). Atau menurut Kuntowijoyo sinkronik berasal
dari bahasa yunani synchronus yang
berarti terjadi secara bersamaan. Sedangkan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia,
sinkronik berarti segala sesuatu yang bersangkutan dengan peristiwa yang
terjadi di suatu masa yang terbatas. Galtung menjelaskan pengertian sejarah
secara sinkronik adalah mempelajari peristiwa sejarah dengan berbagai aspeknya
pada waktu atau kurun waktu yang terbatas sehingga meneliti gejala-gejala
secara meluas dalam ruang tetapi dalam kurun waktu yang terbatas. Dengan
melihat seperti ini maka seorang sejarahwan melakukan pembahasan tentang
keadaan Indonesia pada awal kemerdekaan, maka akan dibahas aspek ekonomi,
politik, militer, sosial budaya dan ideologi.
Sedangkan Kuntowijoyo memberikan ciri-ciri
konsep berpikir sinkronik : (1) kerangka berpikir sinkronik mengamati kehidupan
sosial secara meluas berdimensi ruang. (2) konsep berpikir sinkronik memandang
kehidupan masyarakat sebagai sebuah sistem yang terstruktur dan saling berkaitan antara satu unit dengan
unit yang lainnya. (3) Menguraikan kehidupan masyarakat secara deskriptif
dengan menjelaskan bagian demi bagian. (4) menjelaskan struktur dan fungsi dari
masing-masing unit dalam kondisi statis. (5) Digunakan oleh ilmu-ilmu sosial,
seperti geografi, sosiologi, politik, ekonomi, antropologi dan arkeologi.
Salah satu contoh sinkronik dalam
sejarah adalah buku berjudul Mobilitas dan Kontrol : Studi tentang Perubahan
Sosial di Pedesaan jawa 1942 – 1945 karya Aiko Kurasawa.
Diakronik / Kronologis
Menurut Kuntowijoyo Diakronis berasal
dari bahasa latin dan Yunani yaitu dia berarti melampaui, bahasa Yunani chromos
yang berarti waktu. Hal yang sama dengan Kuntowijoyo, Galtung menyatakan bahwa
diakronik berasal dari bahasa Yunani yaitu dia
(melintasi / melewati) dan khronos yang
berarti perjalanan waktu. Maka berpikir diakronik dalam ilmu sejarah menguraikan
proses dan urutan kejadian suatu peristiwa sejarah secara kronologis. Ini akan
membantu dalam rekonstruksi peristiwa sejarah berdasarkan urutan waktu secara
tepat. Dengan pendekatan ini, kita dapat menyaksikan bahwa peristiwa sejarah
terus bergerak dari masa kemasa. Disini kita bisa mengamati proses perubahan
dari waktu ke waktu. Terlihat disini bahwa peristiwa sejarah tidaklah berdiri
sendiri atau biasa kita kenal ada unsur kausalitas
(sebab akibat) antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya secara
kronologis. Dengan berpikir diakronik kita dapat mengamati perkembangan
kehidupan masyarakat pada suatu zaman dengan zaman berikutnya.
Ciri-ciri konsep berpikir diakronik atau
kronologis adalah sebagai berikut : (1) dalam konsep berpikir kronologis atau
diakronik mempelajari kehidupan sosial secara memanjang berdimensi waktu. (2)
konsep berpikir diakronik memandang masyarakat sebagai suatu yang terus
bergerak dan memiliki hubungan kausalitas
ataupun sebab akibat. (3) menguraikan proses tranformasi (perubahan) yang terus berlangsung dari waktu ke waktu
dalam kehidupan masyarakat secara berkesinambungan. (4) menguraikan kehidupan
masyarakat secara dinamis. (5) digunakan dalam ilmu sejarah.
Contoh
diakronik antara lain : peristiwa sekitar proklamasi kemerdekaan Indonesia,
perkembangan Budi Utomo di Solo tahun 1908 – 1939, terjadinya perang Diponegoro
1825 – 1830 dan revolusi fisik di Indonesia tahun 1945 – 1949.
Perbedaan Sinkronik dan
diakronik :
NO
|
SINKRONIK
|
DIAKRONIK
|
1
|
Meluas
dimensi ruang
|
Memanjang,
dimensi waktu
|
2
|
Sistem
terstruktur
|
Terus
bergerak, hubungan kausalitas
|
3
|
Diskripsi
integratif
|
Naratif,
berproses dan bertransformasi
|
4
|
Statis
|
Dinamis
|
5
|
Menekankan
pada struktur dan fungsi
|
Menekankan
pada proses dan durasi
|
6
|
Digunakan
dalam ilmu gegrafi, sosiologi, politik, ekonomi, antropologi, dan arkeologi.
|
Digunakan
dalam ilmu sejarah
|
Sinkronis dan Diakronis
Dalam Sejarah
Sejarah dan ilmu-ilmu sosial mempunyai
hubungan timbal balik. Sejarah diuntungkan oleh ilmu-ilmu sosial, dan
sebaliknya. Dalam sejarah baru, yang lahir berkat ilmu-ilmu sosial, penjelasan
sejarah didasarkan atas ilmu-ilmu sosial. Belajar sejarah tidak dapat
dilepaskan dari belajar ilmu-ilmu sosial, meskipun sejarah punya cara sendiri
menghadapi objeknya. Topik-topik baru terpikirkan berkat ilmu-ilmu sosial.
Meskipun demikian, perlu diingat bahwa sejarah dan ilmu-ilmu sosial berbeda
tujuannya. Tujuan sejarah ialah mempelajari hal-hal yang unik, tunggal,
ideografis, dan sekali terjadi. Sedangkan ilmu-ilmu sosial tertarik kepada yang
umum, ajek, nomotetis dan merupakan pola. Pendekatan sejarah juga berbeda
dengan ilmu-ilmu sosial. Sejarah itu diakronis, memanjang dalam waktu,
sedangkan ilmu-ilmu sosial itu sinkronis, melebar dalam ruang. Sejarah
mementingkan proses, sementar ilmu-ilmu sosial menekankan struktur
(Kuntowijoyo, 2013: 83-84).
Pada dasarnya sejarah ialah ilmu
diakronis, yang memanjang dalam waktu, tetapi dalam ruang yang sempit. Ketika
sejarah bersentuhan dengan ilmu sosial, sejarah menjadi ilmu yang juga
sinrkonis. Artinya selain memanjang dalam waktu, sejarah juga melebar dalam
ruang. Jadi, dengan sumbangan ilmu, sejarah sebagai ilmu diakronis yang juga
ilmu sinkronis. Maka lengkaplah sejarah (Kuntowijoyo, 2013: 51) .
Bisa kita ambil contoh dalam sejarah
politik. Biasanya sejarah akan merekonstruksikan masa lampau dengan melihat
pada perkembangan partai-partai politik. Akan tetapi sekarang sejarah dapat
juga berbicara tentang hubungan partai dengan sistem status dan kelas yang
diambil dari disiplin ilmu Sosiologi. Selain itu sejarah politik dapat juga
menghubungkan perkembangan partai dengan masyarakat desa dan masyarakat kota.
Dengan sumbangan ilmu, tema-tema baru yang bersifat sinkronis dapat ditulis.
Misalnya tentang kriminalitas, sistem sekolah, dan percukongan. Dalam sejarah
kota adalah contoh yang jelas ihwal bagaimana sejarah yang bersifat diakronis
telah diperkaya ilmu yang sinkronis (Kuntowijoyo, 2013: 52). Sebenarnya, semua
tulisan sejarah yang melibatkan penelitian suatu gejala sejarah dengan jangka
yang relatif panjang (aspek diakronis) dan yang melibatkan penelitian aspek
ekonomi, masyarakat, atau politik (aspek sinkronis), pastilah memakai juga
pendekatan ilmu-ilmu sosial (Kuntowijoyo, 2013: 89).
Ruang dan Waktu
Dalam Sejarah
Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
disebutkan pengertian ruang adalah sela-sela antara dua (deret) tiang atau
sela-sela empat tiang (dibawah kolong rumah) : diartikan sebagai rongga yang
berbatas atau terlingkung oleh bidang: atau juga ronggga yang tidak terbatas,
tempat segala yang ada. Ruang atau tempat merupakan unsur penting yang harus
ada dalam sejarah. Bila diibaratkan sebuah pertunjukkan, maka ruang merupakan
panggung ketika peristiwa sejarah berlangsung. Ruang atau tempat terjadinya
suatu peristiwa sejarah terkait dengan unsur geografis, seperti daerah torpis
dan sub tropis, daerah pesisir dan pedalaman, iklim, cuaca, sungai, laut,
permukaan bumi (topografi), semua
berpengaruh terhadap perjalanan sejarah. Alhasil ruang atau tempat memberikan
warna corak tertentu bagi peristiwa sejarah.
Selain itu, ruang atau tempat terjadinya
peristiwa sejarah juga mempunyai sistem sosial dan sistem budaya yang
berbeda-beda yang biasanya turun-termurun dari para pendahulunya yang juga
berpengaruh terhadap gerak sejarah para pendukungnya. Maka kisah sejarah
manusia merupakan proses interaksi dengan kehidupan sosial, budaya, politik,
ekonomi pada suatu ruang atau tempat tertentu. Hal inilah diantaranya yang
menyebabkan setiap kejadian sejarah itu bersifat unik.
Setiap manusia dan makhluk hidup lainnya
memang hidup dalam waktu dan tidak dapat melepaskan diri dengan waktu. Manusia
dan makhluk hidup lainnya itu hidup di masa lalu, masa kini, dan masa depan.
Waktu menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah rangkaian saat ketika proses,
perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung.
Konsep waktu mempunyai arti masa atau
periode berlangsunya perjalanan kisah kehidupan manusia. Unsur waktu merupakan unsur
penting dalam sejarah. Karena mempelajari sejarah adalah mempelajari sesuatu
yang terus bergerak seiring dengan perjalanan waktu. Maka waktu dibagi menjadi
tiga bagian yaitu masa lampau, sekarang dan masa yang akan datang. Setiap
peristiwa sejarah berada dalam kurun waktu tertentu yang memiliki latar
belakang waktu sebelumnya. Begitu pula setiap peristiwa berpengaruh terhadap
kurun waktu berikutnya, sehingga ketiga unsur waktu tersebut saling
berkesinambungan. Unsur waktu juga memberikan konteks tertentu bagi berlangsungnya
peristiwa sejarah. Peristiwa sejarah terus bergerak ke depan secara dinamis sehingga konteks sejarah pun
terus bergerak, mengalir dan berubah secara kronologis.
Setiap zaman juga memiliki sistem
budaya, sistem sosial dan semangat zaman yang berbeda-beda yang terus begerak
secara dinamis. Oleh karena itulah unsur waktu ini juga menjadikan setiap
peristiwa sejarah itu unik dari waktu ke waktu.
Waktu terus bergerak dan berjalan secara berkesinambungan. Setiap orang
yang mempunyai kesadaran waktu bisa memanfaatkan waktu dengan baik sehingga
terus menerus melakukan perubahan kearah yang lebih baik.
Manusia hidup dalam ruang dan waktu.
Pada setiap ruang dan waktu, setiap orang atau komunitas mengukir sejarah
masing-masing yang unik, Jika diibaratkan dengan sebuah pertunjukan, maka pada
setiap ruang dan waktu manusia menyajikan pertunjukkan yang berbeda-beda dan
silih berganti. Alhasil setiap orang atau komunitas memiliki sejarahnya sendiri
sendiri yang unik pula. Oleh karena itu dalam mempelajarai sejarah, perlu
ditentukan secara tegas, siapa pelakunya (who),
kapan berlangsung (when), dimana
peristiwa itu berlangsung (where),
serta bagaimana peristiwa sejarah itu terjadi (how).
SUMBER
Hermawan
dan Ufi Saraswati. 2014. BUKU SISWA,
SEJARAH 1 Untuk SMA/MA Kelas X Kurikulum 2013 yang Disempurnakan Peminatan Ilmu
Sosial. Jakarta : Yudhistira.
Kuntowijoyo.
2013. Pengantar Ilmu Sejarah.
Yogyakarta : Tiara Wacana